Bener-bener pagi yang buruk. Padahal langit terang benderang banget. Kayak hatiku sekarang hihi. Ah tapi moodku yang sangat amat bagus ini musnah gitu aja cuma karena satu hal.Jadi tuh gini, GURU AKUNTANSIKU MENGADAKAN ULANGAN DADAKAN.
Tuh, jelaskan? Tulisan yang gedenya kayak mulut kudanil lagi mangap itu membuktikan betapa males bin keselnya aku sama itu guru. Kan aku belum sama sekali belajar. Ah, jangankan belajar, buka buku juga nggak. Yelaa, masih pagi udah ada moodbreaker aja! Padahal aku berharap hari ini adalah hari terindahku. Aku sudah berniat untuk menyembunyikan wajah jutekku padanya. Karena tadi malam dia tiba-tiba saja menchatku, ya walaupun hanya sekedar menanyakan tugas. Tapi itu adalah hal terlangka, mengingat setiap aku ingin berchatting ria dengannya, harus aku yang memulai. Dan yang membuatku senang adalah, semalam dia berucap, 'Tidur sana, biar besok enakkan. Udah tau pusing bukannya tidur malah main hp aja. Gue juga ngantuk nih.'
HUANJEER, rasanya aku ingin terjun ke sekolah sebelah sekarang. Kilasan tadi malam masih terbayang sampai sekarang, dan sukses membuatku lupa akan ulangan mendadak hari ini. Tapi, kenapa sampai jam segini dia belum datang juga? Uh! Pasti dia telat. Seperti biasa. Dimana bel sekolah telah berbunyi, dia pasti baru menstarter motornya dan berangkat. Aneh nggak tuh? Jelas nggak lah ya. Bagi dia, itu udah lumrah. Berangkat tepat waktu.
Cklek
Guru piket memasuki kelasku, untuk mengabsen siapa saja yang tidak masuk. Ugh, bahkan sampai guru piket telah masuk kelas dia belum juga menunjukan batang hidung menjulangnya!
"Woy, hari ini siapa yang nggak masuk?" Kata salah satu teman kelasku, Rara. Aku mengangkat bahu, sepertinya hanya dia yang belum masuk. Ingat, belum! Bukan tidak. Aku menulusur pandanganku ke seluruh penjuru kelas. Bangku kelas semuanya sudah terisi penuh. Hanya bangku di sebelah barisanku yang kosong. Bangku miliknya. Ah, masa iya dia nggak masuk?! Yah, beneran jadi bad day inimah.
"Gibran telat ya, tadi ada di bawah." Kata Bu Lia, guru piket tersebut. Aku menghembuskan nafas lega. Tidak masuk satu pelajaran tidak masalah, yang terpenting pelajaran selanjutnya dia ada. Sikdaaaa.
Eh, bentar. Apa aku bener-bener udah jatuh sama dia? Aku menggelengkan kepala kuat. Gimana bisa daritadi aku mikirin dia? Gak, ini nggak boleh terjadi. Aku nggak mau termakan buaiannya. Seharusnya aku ingat kalau dia itu berprilaku baik ke semua orang. Terutama cewek. Jadi, seharusnya aku nggak menganggap serius ucapannya semalam. Ingat Vanya, dia itu cowok yang modusnya dunia akhirat, persis ucapan Wafa. Tapi, entah kenapa aku sangat senang.
Yeeee, dasar labil lo, Van! Gak jelas.
Ya emang. Yaudahlah ya, aku harus fokus dengan ulangan hari ini.
"Jadi nihil, ya? Yaudah, makasih. Assalamu'alaikum." Bu Lia sudah keluar dari kelasku, ulangan yang sempat tertunda akhirnya dilanjut kembali oleh Pak Wisnu.
"Wa'alaikumssalam." Seru kami kompak.
Aku harus fokus. "Ya, lanjut. Nomor, 7. Tuliskan sejarah, Definisi dan tujuan utama dari Akuntansi!" Buset, gak kira-kira ini guru ngasih soal. Satu soal tapi besanan, sekeluarga dibawa semua. Bagus, aku panik sekarang.
Aku berusaha memusatkan pikiranku pada soal yang sudah di sebutkan dengan lancang oleh Pak Wisnu tadi. Etdah, kenapa dia masih bergumul di otakku begini?! Kalau begini terus aku bisa hilang fokus!
Bagus, belum lima detik aku mengucapkan kalimat itu barusan, pikiranku pecah sekarang.
Aku melirik teman sebelahku, Wafa yang terlihat serius mengerjakan. Untung posisi duduk tidak dirombak. Jadi aku masih bisa mencuri pandang dengan Wafa. "Wa, lo udah belom?" Wafa melirikku sekilas sebelum dia menganggukan kepalanya. "Udah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanya
Teen FictionVanya, seorang cewek labil maniak sepatu Vans dan Bakpia Pathok yang hidupnya terus diganggu oleh dua makhluk yang bergender sama namun dengan umur yang jauh berbeda. Cowok pertama, yang bernotabene gebetannya dan cowok kedua si masa lalunya yang ti...