Rasanya nunggu tuh gak enak sama sekali. Apalagi nunggu respon darinya eaaaa. Lo nunggu siapa lagi si, Pan. Gibran udah dapet gitu juga. Hahaha.
Ini beda lagi ya kawan. Sekarang aku lagi nunggu antrian di klinik. Aku mau minta surat rujukan aja dari pihak klinik. Agar mengetahui sebenarnya aku ini kenapa.
Dan sekarang aku berada di urutan ke lima. Satu lagi ihiy.
"Vanya.."
Aku dan Babeh langsung terbangun dan memasuki ruangan dokter. "Gimana pipinya?"
"Masih begini aja, Dok. Saya mau minta rujukan aja."
"Oh iya, yaudah. Ke RSBY aja ya?" Aku dan babeh mengangguk.
"Semoga cepat sembuh ya.." Kata dokternya ramah, "Iya dok, makasih. Permisi." Kataku dengan babeh kompak.
Aku keluar dari ruangan dokter dan langsung ke kasir untuk meminta cap dari kliniknya. Selesai aku langsung ke RSBK Depok. Dekat rumah sih..
Sampai RS, nunggu lagi. Heung....
30 menit kemudian..
"Ke Dokter kulit ya, urutan 11. Ada di poli belakang sana. Mungkin dokternya juga belum datang." Kata si pegawai RS. Anjer! Nunggu lagi! Nunggu lagi! Halaaahhh hayati lelah maaaazzzz.
Aku dan Babeh langsung ke ruang tunggu belakang. Ahelaaahh udah urutan ke 11, nunggu dokternya juga. Watdezigggg. Salahku datengnya kecepetan sih, dokternya mah gak telat..
2 jam kemudian..
PUSYING PALA BERBI!
Masih 6 urutan lagi, Duh baginda rajaaaaa.
'Drrt' 'Drrt'
'Gibran is calling..'
Aaah pangerankuuhhh.
"Halo?"
"Gimana, hun? Masih di rumah sakit apa di rumah?"
"Hueeeee, Gibraaannn. Lama bangeeet hiks. Udah dua jam nih!"
"Eh kok lama, kamu gak papa kan? Kepalanya masih sakit? Aku nyusul ya? Aku udah mau pulang nih."
"Jangaaann, ntar kamunya capek. Jaga kesehatan ih! Masa aku sakit ntar kamunya juga sakit, jangan dong. Mending kamu pulang aja ya, kalo mau pulang ke rumah juga gak papa deh."
"Oh yaudah deh, aku emang niat mau pulang kerumah kamu. Kamunya ati ati ya, jangan banyak gerakin badan! Dasar badak emang."
"Kamumah samanya ama abang ih!"
"Hahaha, yaudah aku pulang. Aku tutup dulu ya, sampe ketemu di rumaaahh."
"Iyaaaa."
"Love you so much, hun.."
"Too more, hun!"
'Klik'
Dan selalu aku yang mengakhiri. Cowok idaman banget kan.
Aku nyengir ke arah babeh, "Ngapa, beh?"
"Mesra amat si lu sama Raran."
"Bahahaha, babeh dulu juga gitu kaaann?" Aku menyenggol-nyenggol bahu babeh, "Et, babeh jatoh ntar Panyak."
"Eh iya maap haha.
Tiga lageee. Mangat Panyaaakkk.
"Beeehh, Panya aus dah."
"Et elu, tunggu ngapa! Atu lagi noh! Bentar lagi, ntar beser lu di dalem!"
Aku memasang wajah bete.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanya
Teen FictionVanya, seorang cewek labil maniak sepatu Vans dan Bakpia Pathok yang hidupnya terus diganggu oleh dua makhluk yang bergender sama namun dengan umur yang jauh berbeda. Cowok pertama, yang bernotabene gebetannya dan cowok kedua si masa lalunya yang ti...