Nine

432 30 2
                                    

'BRUKK'

Tubuhku terhempas begitu saja dilempar oleh Alvin ke sofa hitam panjang di ruangannya. Bener-bener sakit nih orang. Sakit jiwa.

I'm afraid, now.

"Duduk." Suruhnya singkat. Badanku mulai mendingin dan bergetar.

"Kamu lihat wajah saya?" Aku mendongakan kepala dengan takut-takut. Ada memar ya terus aku musti apa, emang aku yang lahirin dia. Aku mengangguk paham. Padahal mah kagak paham sama sekali man.

"Tau ini karena perbuatan siapa?" Hah? Ya perduli amat sama yang nonjok ente, bang. Aku menggeleng tidak tahu.

"Kalau saya bilang Tuan Ryan Yang terhormat, kamu.......percaya?"

Deg!

Abang? Gak mungkin..

"Tidak. Saya tidak percaya." Aku menggelengkan kepala kuat. Alvin ketawa meringis.

"Dengan awal pertemuan dia mengangkat kakinya tepat di hadapan saya? Kamu tetap tidak percaya Nona Millard?" AKH! NAMA ITU LAGI! Aku terdiam sejenak. Jadi abang sengaja menahan emosinya di rumah dan meluapkannya dengan cara mengadakan pertemuan itu? Abang ternyata....

Aku shocked.

'BRAAKK'

Aku buru-buru keluar, lari dan membanting pintu ruangannya.

Ternyata orang terdalamku sendiri yang membuat rasa sedih dan takutku kembali muncul. Aku kecewa pada abang..

⚫⚫⚫

Caraku pelan, Yan. Orang terdalam Vanya yang akan aku mainkan di sini, karena dia gak salah apa-apa. Karena sumber masalah itu sendiri berasal darimu, Tuan Ryan Ravelio yang terhormat. Aku akan menyiksamu melewati Vanya dengan caraku sendiri.

Alvin tersenyum sinis saat membaca kutipan kertas kecil yang tertempel di mejanya.

Namun kesinisan itu pudar, saat ia melihat ada sebuah foto di sebelahnya. Itu adalah foto seorang anak SMP yang sedang riang lau meniup gelembung. Vanya. Alvin benar-benar mencintai gadis itu. Masa lalunya itu hanyalah sebagian kecil dari scenario yang ia buat untuk Ryan. Karena Alvin di sini ingin adil. Ingin semuanya merasakan sakit. Tidak hanya dirinya, namun Dia-Vanya-Ryan-dan.......Ayahnya.

Flashback.

Vanya menghentakan kakinya dengan begitu riang, memasuki lift dan akan menemui seseorang di beribu lantai atas sana. Sang pujaan hati, Alvin.

Ting!

Dan sampailah dia di sini, tepat di depannya ada pintu bertuliskan 2512. Kamar Alvin.

Dengan hati-hati ia membuka pintu tersebut. Namun dia merasa aneh, dia seperti ada mendengar sesuatu yang sebelumnya belum pernah di dengar olehnya. Suara desahan lembut seorang wanita. Suara itu terdengar semakin jelas saat Vanya sudah berada di ruang tamu apartemen dan tampaklah pemandangan haram di mata Vanya. Seorang pria yang tidak lain dan tidak bukan adalah Alvin sedang melakukan hal 'itu' dengan kakaknya sendiri. Kak Elvira.

Hancur. Hati Vanya hancur begitu saja. Badannya lemas dan dia langsung menangis histeris. Bukan ini yang dia mau, dia kesini hanya ingin memberikan Alvin kejutan di hari ulang tahunnya. Kue tart yang sudah susah payah Vanya buat semalam suntuk, hancur. Sama hancurnya dengan perasaannya saat ini.

Elvira, sang kakak yang melihat itu langsung buru-buru bangun dan memakai bajunya lalu pergi meninggalkan dua sejoli yang akan dirunduh bencana besar. Alvin masih tetap pada posisinya sekarang. Berdiri di atas sofa panjang berwarna gading miliknya.

Vanya refleks langsung terbangun dari duduknya dan berlari keluar apartemen Alvin.

Sengaja Alvin terdiam seperti itu, agar dia tidak usah berlama-lama melakukan salah satu scenario kecilnya untuk Ryan. Betapa remuknya hati Alvin, disaat dia harus menjalankan rencana ini. Karena dia tahu kalau setelah ini tidak adalagi Little Vanya di sampingnya.

Maafkan Aku Vanya... Batinnya lirih.

⚫⚫⚫

"KENAPA AKU YA TUHAN?! KENAPA?! I'M NOT STRONG ENOUGH! I'M NOT A STRONG GIRL THAT YOU THINK! I'M GETTING TIRED NOW! FROM THE HEART TO THE PHYSIC! I'M WEAK."

Aku meluapkan seluruh isi hatiku di halaman belakang empang sekolah. Hal yang seperti inisih biasanya dapat membuatku tenang.

Ya Tuhan, kenapa jadi seperti ini? Kenapa harus orang yang aku sayangi yang membuatku semakin terpuruk akan keadaan. Bang Ryan... aku tau abang bermaksud untuk melindungiku. Tapi tidak begini caranya, abang malah membuatku seperti ditunggu oleh masalah baru.

Aku kecewa pada bang Ryan. Tapi aku tidak akan menunjukan rasa kecewaku padanya. Karena apabila aku tunjukan, pasti dia akan melakukan hal yang sama atau bahkan mungkin lebih parah dari itu. Dan akan membuatku semakin dekat dengan masalah terbesarku. Aku pergi dari dunia ini... aku takut Alvin muak pada perilaku abang dan dengan psychonya dia membunuhku.
Haaaahh otakku begitu creepy.

Sudahlah, aku lelah menangis terus. Lebih baik aku kembali ke kelas dan bertemu dengan teman-teman. Tapi ada satu hal yang harus aku lakukan, mengembalikan wajah normalku dulu. Sekarang wajahku terlihat sama dengan panda lucu di Tiongkok sana.

Baiklah, SEMANGAT VANYA!

⚫⚫⚫

Ternyata nulis dengan keadaan tangan terinfus itu gak enak ya huhu.

Haaaai! Aku balik! Cepetkan? Hehe aku gak nyangka bisa apdet cepet kayak gini hihi. Tapi maaf kalo kependekan yang menurut Kkoi ini kelewat pendek, akhirnya aku dirawat nih huhu. Buat ngilangin kejenuhan mending aku nulis aja yakan. Tapi gabisa banyak banyak, tangan nyeri rasanya hoho.

Keep voment okay! Makasih :)

Sekalian mau nanya, yang di mulmed pantes gak buat dijadiin pemerannya Vanya dan Gibran? Saran yaaaa!

VanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang