08. Mark Jassin

173 43 1
                                    

Peristiwa pembunuhan 17 tahun silam. Tidak ada yang tahu persis bagaimana adegan pembunuhan keji itu terjadi hingga menewaskan 4 orang dewasa dengan 1 anak perempuan berusia empat tahunan. Total dari enam anggota keluarga, lima diantaranya jelas ditemukan tewas dengan luka, bukan sekedar mengenaskan tapi juga mengerikan.

Sedangkan satu anggota keluarga yang tersisa, seorang gadis yang baru saja berusia satu tahun ditemukan masih hidup. Disembunyikan di atas loteng rumah keluarga Van dalam dekapan Selena---sang pengasuh sekaligus Ibu kandung dari Vian Alexandre Kenjie.

Dua hari dua malam Selena bersembunyi diatas loteng bersama anak majikannya dalam selimut ketakutan. Membekap mulut gadis kecil dalam dekapannya tiap kali menangis, memberinya setetes demi setetes susu dalam botol kecil tiap kali kelaparan.

Selena berusaha agar keduanya tak tertangkap oleh pembunuh brutal yang masih mengincar nyawa anak kecil tak berdosa yang selama ini ia asuh. Orang-orang itu sudah gila hanya karena sebuah saham perusahaan, begitupun dengan suaminya.

Malam terakhir Selena bersembunyi. David Alexandre Gottardo, sosok suami keji itu menemukannya.

"Jangan sentuh anak ini!" Saat itu tak terbesit niat apapun dalam diri Selena selain menjaga anak yang berusaha ia jauhkan dari jangkauan suaminya.

"Kenapa? Dia harus ikut sama keluarganya, Sel. Kamu nggak bisa lindungi dia karena sekarang anak ini cuma satu-satunya pemilik nama Van. Dia akan tetap dibunuh suatu hari nanti."

Selena menggeleng kukuh. Tangannya kian erat mendekap gadis kecil itu. "Aku nggak akan biarin satu orang pun sakitin Carra! Aku nggak sudi lagi hidup sama pembunuh kaya kamu, lebih baik kita pisah! Aku akan besarin Vian sama Caca sendirian."

Carra Van Ilia. Gadis kecil itu adalah dia. Gadis yang berhasil bertahan hidup dengan dekapan hangat Selena. Gadis yang sampai saat ini tak pernah tahu sisi gelap keluarga yang membesarkannya. Carra dibiarkan tumbuh tanpa tahu masa lalu kelam Ayah, Ibu, Kakek, Nenek, dan juga Kakak perempuannya yang kini telah menyatu dengan tanah.

Jika bukan karena berkat keteguhan hati dan rasa kasih sayang tulus yang Selena alirkan, Carra tak akan selamat hari itu. Carra kecil mungkin sudah mati ditangan David--sosok yang saat ini sering Carra panggil dengan nama, Ayah.

"Kita besarin Vian sama-sama." Saat itu David jelas menolak ajakan Selena. Pistol yang ia genggam terjatuh diatas lantai.

"Kalau gitu kita juga harus besarin Carra! Apa belum cukup kamu bunuh keluarga dia, Mas!?"

"Aku cuma bunuh Kakeknya!" David menentang tuduhan Selana. "Tugas aku cuma bunuh Kakek tua itu sama anak kecil ini."

"Kalau gitu anggap kamu udah bunuh Carra! Bilang sama orang gila itu kalau kamu udah bunuh Carra, Mas!"

"Terus biarin anak dengan nama ini tinggal sama aku? Kita bisa ikutan mati, Sel!"

"Kita bisa bilang kalau ini anak kita, Mas. Kita bisa ganti nama Carra. " Selena menatap wajah Carra dengan linang air mata. "Kita bisa panggil dia Caca. Caca Alexandra Vanilla."

"Nggak!" David menolak keras. "Dia harus tetep bawa nama Van, jangan dicampuradukkan dengan nama keluarga kita."

"Mas David!"

Pria itu menghela napas panjang. Merasa sulit menghadapi perasaan hati Selena. Wanita itu jelas menunjukkan rasa sayang yang begitu besar pada Carra, terlebih lagi Selena diketahui sudah tidak bisa hamil karena rahimnya baru saja diangkat karena sebuah penyakit.

David memang jahat dan juga keji. Tapi saat itu dia merasa tak bisa menyakiti hati istrinya.
"Namanya Caca Van Ilia. Yang harus kita rubah itu nama Vian, Vian Kenjie Van. Supaya anak ini nggak merasa jadi satu-satunya pemilik nama Van suatu saat nanti, kalau dia berhasil tumbuh dewasa."

Bittersweet Vanilla ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang