15. Afterwards

165 24 0
                                    

Sudah 3 tahun sejak hari dimana Mark Jassin mengakui dan menebus kesalahannya. Caca Van Ilia sudah tak begitu ingat keseluruhan hal yang terjadi di rumah Juan malam itu.

Yang jelas setelah sedikit drama tambahan, polisi datang dan membawa Mark-atau Ayah kandung Juan, serta David untuk diamankan tanpa sedikitpun perlawanan.

Sekiranya membutuhkan waktu lebih dari 2 Minggu sampai kedua pria-yang suka Caca sebut jahat itu benar-benar mendapatkan vonis mereka. Tenang saja, sudah Caca pastikan mereka mendapatkan hukuman yang setimpal.

Dan daripada mengingat kedua pria itu terus-menerus, Caca pagi ini memilih bersiap untuk pergi ke luar rumah. Kebetulan hari ini Caca libur kerja. Iya, Caca yang suka menangis itu sekarang sudah bekerja. Dia memutuskan untuk berhenti sekolah setelah lulus SMA, dan mendapatkan pekerjaan di sebuah toko pastry.

"Bunda, Caca mau pergi ke Kak Vian dulu, ya?" pamitnya sambil menghampiri Selena yang terlihat sedang menjemur pakaian di halaman belakang. Setelah Suaminya dikabarkan masuk penjara, Selena segera pulang dari Hongkong. Sehingga kini dia bisa tinggal dan menjaga Caca-anak angkatnya yang sudah beranjak dewasa.

Sejujurnya Selena kasihan melihat Caca yang harus bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan, tapi gadis itu juga tidak bisa dicegah. Apalagi setelah pindah dari rumah lama, mereka tidak memiliki pemasukan tetap.

"Mau kesana lagi?" tanya Selena menanggapi. Terlihat Caca tersenyum dan mengangguk.

"Caca kangen." Hanya itu jawaban Caca dan Selena tak berniat mengajukan kata-kata lagi yang nantinya akan mengulur waktu Caca. Jadilah setelah mendapat anggukan, Caca segera berangkat.

"Jangan pulang sore-sore!" Gadis itu mengacungkan jempolnya sambil berlari keluar pekarangan rumah.

Caca harus berjalan menyusuri gang dulu sebelum kemudian menemukan jalan raya dan mencari transportasi umum. Butuh sekitar 20 menit untuk Caca sampai di tempat yang ingin ia datangi.

Untuk datang ke tempat ini, setidaknya Caca harus tidak tidur semalaman penuh untuk menyiapkan diri. Kakinya bergetar tiap kali datang, kendati memaksakan diri untuk tetap tersenyum, air mata Caca selalu meluruh saat kakinya bersimpuh di atas tanah.

Matanya selalu buram tiap kali melihat batu nisan bertuliskan Vian Kenjie Van terukir begitu dalam. Selang 3 bulan setelah Vian memberitahu Caca semua kebenaran, Kakaknya itu pergi meninggalkan Caca untuk selama-lamanya.

Tidak bisa dibayangkan seterpuruk apa Caca saat itu. Dia merasa seluruh elemen dalam dirinya hancur tergerus begitu lebur. Meski selama 3 bulan terakhir itu Caca tak pernah sekalipun lepas dari Vain, tapi tetap saja. Caca merasa terlambat—dan bodoh.

"Kak Vian, Caca kangen tahu," ucap Caca sambil bersiap menaburkan bunga. "Pengin dimarahin Kak Vian lagi, pengin dipeluk lagi, pengin diusapin air matanya lagi." Dan Caca mulai terisak-isak.

Setelah ditinggal Vian, Caca merasa sangat kesepian. Teman-temannya sibuk kuliah, bahkan yang dulu dia setiap hari bersama Dara, sekarang tidak lagi. Di tempat kerja pun Caca juga tak memiliki teman, rata-rata rekan kerjanya sudah berusia lebih dewasa, dan Caca tidak bisa bergaul dengan orang-orang seperti itu.

Bayangkan saja, dari kecil—sepanjang Caca mengingat masa kecilnya, tidak satupun momen yang ia lewati tanpa adanya Vian. Mulai dari Caca belum bisa berjalan dengan benar, Vian sudah berada disisinya dan menjaga Caca. Tapi sekarang apa? Sosok itu sudah tidak ada lagi di samping Caca.

"Caca sekarang udah bisa masak, loh. " Caca tersenyum dengan berlinang air mata. "Tapi sayang banget Kak Vian nggak bisa cobain masakan Caca. Kata Bunda enak."

Begitu seterusnya, mungkin terlihat seperti orang gila. Dan memang seperti inilah Caca setiap kali datang ke makam Vian. Seperti saat Kakaknya itu masih ada, Caca selalu menceritakan segala hal yang ia lalui. Karena sejatinya, Caca masih membutuhkan sosok Vian dan seperti Vian di hidupnya.

Bittersweet Vanilla ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang