Bang Jun terlihat pulas sekali di ranjang UGD. Aku membelai kepalanya perlahan, berharap ia bisa siuman dan menunjukkan tanda bahwa ia baik-baik saja. Namun, sepertinya ia masih nyaman dalam tidurnya dan enggan diganggu bahkan oleh belaianku yang lama tak bisa kulakukan.
"Kamu harus nginep di sini, Sha?"
Aduh, kenapa, sih, Kevin masih ngekorin aja? Padahal aku sudah bilang supaya dia pulang dan tidak menemuiku lagi. Ada untungnya Bang Jun belum siuman karena kalau sudah, entah apa yang akan dipikirkannya saat melihat aku masih bersama Kevin. Sungguh, aku tidak mau ada salah paham yang semakin dalam antar aku dan Bang Jun. Apalagi, aku belum pernah menceritakan soal Kevin ke Bang Jun.
Seingatku, aku hanya pernah bilang kalau aku ditinggalkan oleh pacarku tiba-tiba dan sampai saat itu bertahan untuk tidak punya pacar lagi. Aku tidak pernah menyebut nama siapa pun karena aku tidak mau dianggap masih terpaku pada masa lalu. Untuk apa terpaku pada masa lalu jika di depanku ada masa depanku? Apalagi sekarang jadi masa kiniku, jadi suamiku.
"Kamu kenapa, sih, masih di sini? Aku udah berterima kasih karena kamu mau nganterin jadi aku bisa hemat ongkos. Tapi, nggak sampai ngekor terus-terusan juga, Vin."
"Salah, ya?"
Aku mendengkus. "Bukan gitu. Aku nggak mau suamiku mikir macem-macem."
"Ah, dia sering mikir macem-macem tentang kamu? Aku aja nggak pernah gitu ke kamu, Sha."
"Kevin, tolong!" Aku menegaskan suaraku dan menarik Kevin keluar dari ruangan. "Tolong, aku nggak tau kenapa kamu bisa tiba-tiba ada di hadapan aku, ngekorin aku, dan nggak mau dengerin aku. Aku berterima kasih karena kamu mau nganterin aku bolak-balik, tapi itu cukup. Apalagi, kamu udah tau kalo aku punya suami. Kenapa kamu kayak gini? Tolong, aku nggak mau makin ada salah paham dengan suamiku."
Bukannya menjaga jarak, lelaki berdasi di depanku malah memegang kedua pundakku dan menatap lekat. "Sasha, aku tau. Selama ini kamu nggak bahagia, kan, sama suamimu?"
Jantungku berdebar cepat. Kutepis kedua tangan Kevin yang ada di pundakku, tetapi ia malah tersenyum dan mengembalikan tangannya ke pundakku.
"Dia ninggalin kamu berhari-hari cuma buat nyari kucingnya dan kemarin bahkan kamu sampai pergi dari rumah. Apa aku salah kalau aku kembali buat nolong kamu?"
"Nggak guna, Vin."
"Guna, kalo kamu cerai dan nikah sama aku."
Astaga. Kevin yang kukenal mulutnya nggak sesampah ini! Dia hidup di mana, sih, selama ini sampai punya pikiran kayak gitu?
"Kamu nggak ada hak buat minta aku kayak gitu apalagi dulu kamu yang pergi dan menghilang tiba-tiba." Kayak jailangkung, tambahku dalam hati.
Akhirnya, laki-laki itu menurunkan tangannya dari pundakku. "Ah, panjang ceritanya, Sha. Tapi, bukan berarti karena aku nggak sayang lagi sama kamu. Sampai sekarang, perasaanku masih sama, Sha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahanku Tak Semanis Caramel Macchiato Buatan Abang ✔
Lãng mạnKupikir, menikah dengan abang yang berhasil membuat jantungku berdebar-debar dan perut penuh kupu-kupu akan semanis caramel macchiato yang menyatukan kami. Namun, semua berubah setelah negara api menyerang. Bukan avatar, bukan juga barisan para man...