Menjadi Bang Jun tentu tidak mudah. Ketika ingin bisa menyayangi dan merasakan kedamaian dari hubungan pernikahan, tetapi ketakutan akan kehilangan selalu membayang-bayangi. Setiap kali teringat ibunya meninggal karena berusaha melepas diri dari hubungan poligami yang tidak sehat antara Bapak dan istri barunya, Bang Jun menyalahkan diri sendiri. Kalau saja saat itu ia tidak bermanja-manja dengan ibunya, kalau saja saat itu ia tidak memberikan pertanyaan dan pernyataan bahwa keduanya akan lebih bahagia jika lepas dari ikatan keluarga yang poligami, sepertinya Bang Jun tidak akan kehilangan ibu kandungnya.
Menjadi aku, seorang Larasati Aliesha dan istri Bang Jun yang berawal dari pernyataan ingin menjadi ibunya Tamtam, juga tidak mudah. Aku tidak pernah menyangka bahwa tahun-tahun awal pernikahan akan diisi dengan kecemburuan karena kucing. Aku juga tidak pernah menyangka bahwa pernikahan menjadi gerbangku untuk menyadari bahwa aku memerlukan bantuan dari profesional untuk menyelesaikan banyak hal dalam diriku, khususnya soal ekspektasi tentang kasih sayang dari orang terdekat.
Hari pertama menjalani konsultasi dengan Mas Chandra seperti gerbang pembuka untuk gerbang lainnya, gerbang kelancaran hubungan pernikahan. Hari pertama menjalani konsultasi pasangan bersama Bang Jun benar-benar kunci utama yang berhasil membuka perjalanan luar biasa dalam hidup kami. Keterbukaan, kejujuran, dan tentu saja kemauan untuk berproses bersama sepertinya memang berawal dari konsultasi pasangan itu yang berlanjut hingga beberapa pertemuan berikutnya.
Aku membayangkan kalau saja dulu kami tidak melakukan berbagai konsultasi itu, apakah kami bisa menjadi pasangan yang lebih nyaman untuk satu sama lain? Apakah aku akan memahami kondisi Bang Jun dan melewati kesalahpahaman yang pernah ada dulu? Apakah aku dan Tamtam akhirnya benar-benar bisa menjadi partner yang saling menemani dan mewarnai hari-hari Bang Jun?
Ah, aku sangat bersyukur Bang Jun mau diajak untuk konsultasi pasangan. Walau setelahnya aku jadi memandang mertuaku dengan sedikit berbeda dan agak sinis, setidaknya tembok-tembok yang dibangun Bang Jun di antara kami bisa mulai runtuh sedikit demi sedikit.
"Mikirin apa? Serius banget."
Aku, yang menopang dagu dan menatap ke arah jendela di seberang meja konter barista, sedikit tersentak saat mendengar suara Bang Jun. "Mikirin kita," ujarku dengan sedikit lirih dan senyum tipis.
"Kita kenapa?" Bang Jun yang tampaknya sudah selesai dengan pesanan pelanggan lantas meluruskan tangannya di atas meja konter dan mendekatkan wajahnya ke arahku.
Aku refleks mundur. "Ini Bang Jun kenapa, deh, mepet-mepet?"
"Lho, nggak boleh emangnya mepet istri sendiri?"
Aku melongo. Sejak Bang Jun bisa mengungkapkan semua beban hatinya padaku, di bawah pendampingan Mas Chandra, dan menerima bahwa tidak ada yang akan meninggalkannya selain karena takdir Tuhan yang tak bisa diubah, Bang Jun jadi lebih ekspresif. Entah itu menggoda, ngegombal, dan menunjukkan kemesraan di depan pelanggan-pelanggan rumah kopi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahanku Tak Semanis Caramel Macchiato Buatan Abang ✔
RomansaKupikir, menikah dengan abang yang berhasil membuat jantungku berdebar-debar dan perut penuh kupu-kupu akan semanis caramel macchiato yang menyatukan kami. Namun, semua berubah setelah negara api menyerang. Bukan avatar, bukan juga barisan para man...