03 - Pembalasan Dendam yang Elegan?

4.1K 399 4
                                    

Sesuai dengan ucapan Alena kemarin di kantin, sekolah dihebohkan dengan dikeluarkannya seorang siswi kelas XII bernama Janeta Margareta. Alena diam-diam mengulas senyum. Memangnya mereka kemarin mengira jika dia hanya main-main dan bicara omong kosong? Oh, tentu saja tidak. Menyingkirkan seseorang yang berkelakuan seperti Janeta tentu tidak sulit baginya. Segala sesuatu bisa diatasi kalau seseorang berasal dari keluarga berduit. Itu artinya, uang masih memegang peranan tinggi. Tidak hanya di dunia Anela dulu, di dunia yang sekarang Alena tempati pun sama. Namun tenang saja, jika Alena tidak diusik, Alena tidak akan membuat masalah.

Pagi ini Alena kembali diantar oleh papanya. Dan seperti kejadian kemarin, banyak siswa yang terkagum-kagum dengan mobil papanya. Semenjak keluar mobil dan sekarang berjalan di koridor, Alena berjalan dengan percaya diri.

"Pagi, Len." Seorang siswi yang tidak Alena kenal menyapa.

"Pagi." Alena membalas seraya menyunggingkan senyum. Siswi itu tidak pernah berbuat masalah dengannya dulu. Jadi, Alena juga akan membalas sapaannya dengan sepenuh hati. Perlu dicatat, Alena tidak menyukai orang sombong. Jadi dia juga sebisa mungkin tidak ingin menjadi orang yang sombong. Rasa percaya diri jika masih dalam batas wajar itu berbeda dengan sombong.

Tidak ada alasan bagi Alena untuk menyombongkan sesuatu kepada seseorang yang tak pernah mencari masalah dengannya. Jika seseorang dengan sengaja menyombongkan diri di depan Alena, atau semena-mena kepadanya, maka sudah pasti Alena akan menyombongkan diri juga seperti apa yang telah dilakukannya kemarin di kantin. Kalau tidak, otomatis ya Alena hanya akan diam saja.

Siswi itu tampak terkejut saat sapaannya dibalas dengan baik. Alena kemudian mengulas senyum sebelum kembali melangkah.

Alena menapaki tangga menuju lantai dua. Semua siswa-siswi yang berada di sekitarnya langsung memilih untuk memberi jalan begitu tahu Alena akan lewat. Sejujurnya Alena tidak suka diperlakukan seperti ini. Dia ingin semuanya biasa saja, jangan memperlakukan Alena berlebihan.

Alena menghentikan langkahnya. Semua orang menatapnya dengan tatapan segan. Alena kontan mengembuskan napas panjang.

"Kalian jangan berlebihan. Santai aja. Gue nggak akan ngapa-ngapain kalau kalian nggak nyari perkara. Jadi, biasa aja, oke?"

Alena menatap para siswa-siswi di sekelilingnya. Mereka tampak mengangguk-angguk. Lalu, Alena kembali melanjutkan langkahnya menapaki anak tangga.

"Dia baik loh sebenarnya."

"Iya bener. Kalau nggak dijahatin ya nggak bakal ngapa-ngapain."

"Emang perundung pantasnya ya dikasih hukuman kayak kemarin."

"Setuju."

Alena samar-samar masih bisa mendengar ucapan mereka. Alena sedikit menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Dia tersenyum tipis. Akhirnya mereka mengerti apa yang dia maksud. Mereka tidak perlu takut kalau tidak berbuat salah pada Alena secara sengaja.

Saat tiba di lantai dua, Alena melihat seorang cowok berhoodie hitam tanpa sengaja menjatuhkan dompetnya dari saku. Cowok itu rupanya tidak sadar karena malah melanjutkan untuk menapaki tangga menuju lantai tiga; lantai kelas dua belas.

"Eh tunggu! Cowok hoodie hitam, dompet lo jatuh."

Cowok itu tidak mendengar suara Alena. Tanpa pikir panjang, Alena segera mengambil dompet itu dan mengejar pemiliknya.

Alena menepuk bahu cowok berhoodie hitam itu dua kali. Otomatis cowok itu langsung berhenti dan menoleh dengan sebelah alis terangkat. Lalu, cowok itu melepas salah satu earphone yang dia pakai.

"Pantesan budek. Pake earphone ternyata."

"Dompet lo jatuh." Alena menyodorkan dompet kulit berwarna hitam itu kepada pemiliknya.

Alena is The Main Character [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang