14 - Langkah Arkais

2.3K 359 33
                                    

Budayakan vote sebelum membaca~

***

Alena menyeringai di balik maskernya. Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, Alena memilih untuk memakai masker. Karena jujur saja dia takut bibirnya refleks tersenyum saat ada seseorang menyapanya. Jadi, dengan dia mengenakan masker begini, dia bebas tersenyum di balik masker tanpa khawatir Jeviar akan berulah.

Dengan percaya diri Alena berjalan menyusuri koridor, beberapa siswa menoleh ke arahnya dengan tatapan heran. Mungkin bertanya-tanya mengapa seorang Alena mendadak mengenakan masker ke sekolah, padahal Alena diantar dengan mobil. Alena membalas sapaan yang dilayangkan padanya. Senyumnya tersemat di balik masker ditandai dengan matanya yang menyipit saat sudut bibirnya terangkat.

“Kalau gini kan aman pas berangkat sama pulangnya.”

Jeviar jelas tidak akan keberatan dengan tindakannya ini, Alena yakin itu. Meski sebenarnya Alena dibuat pusing memikirkan bagaimana caranya agar Jeviar tak lagi terobsesi padanya. Karena biar bagaimanapun dia tidak akan bisa leluasa di sekolah selagi Jeviar masih terobsesi padanya.

Setelah membalas sapaan dari seseorang, lengan kiri Alena ditarik, membuat Alena langsung menoleh ke belakang.

Di hadapannya, Jeviar yang tadinya menatap dengan sorot mata tajam, langsung menyeringai begitu melihat Alena mengenakan masker.

“Pinter.”

Alena tersenyum miring di balik maskernya. Di belakang Jeviar ada teman-teman Jeviar yang kemarin duduk bersama saat di kantin.

“Habis dici—” Tirta langsung dibekap mulutnya oleh Dandi saat hendak mengatakan sesuatu.

“Lo cipoknya kemarin brutal ya, Jev? Sampai Alena harus pakai masker segala?” Tirta ditutup mulutnya, giliran Damar yang buka suara dengan entengnya.

Pipi Alena memerah. Untung saja tertutup oleh masker. Beberapa siswa yang lewat di dekat mereka tentu saja bisa mendengar pertanyaan barusan. Mereka menampilkan raut muka terkejut, tapi berusaha untuk ditutupi. Alena menatap Jeviar dengan tatapan tajam. Mengapa hal seperti kemarin harus diceritakan ke temannya? Sialan Jeviar.

“Mulut lo!” Kevin menepuk mulut Damar. Membuat Damar nyengir lebar.

“Lepas!”

Jeviar melepaskan lengan Alena. Alena menatap teman-teman Jeviar dengan raut kesal. Yang barusan melontarkan tanya malah menatapnya seraya nyengir. Sedangkan tatapan salah satu teman Jeviar lurus mengarah ke arah Alena. Raut muka datar, kulit putih pucat, rambut kecoklatan, dan mengenakan hoodie berwana biru dongker. Alena tidak tahu siapa namanya. Alena segera saja memutus kontak mata mereka.

“Gue duluan.” Tanpa memedulikan mereka, Alena segera menaiki tangga meninggalkan Jeviar dan teman-temannya.

Baru sampai di sekitar lima anak tangga, dia dibuat berhenti dan menoleh saat mendengar suara yang familier memanggil namanya.

“Alena ....”

Kening Alena mengernyit saat mendapati Arkais memanggilnya dan tersenyum manis ke arahnya. Dengan sedikit was-was, Alena melirik ke arah Jeviar.

“Ya, Ar?”

Arkais kembali menyerahkan sebuah paper bag kepada Alena.

“Titipan mama gue, buat lo.”

“Astaga, nggak perlu repot-repot, Ar. Kemarin aja udah lebih dari cukup. Gue nolongin mama lo tulus.” Alena tak lekas menerima pemberian Arkais. Masalahnya untuk ucapan terima kasih, cookies satu toples kemarin sudah lebih dari cukup. Dan lagi, dia tidak ingin menciptakan adegan yang tak mengenakkan di pagi hari begini.

Alena is The Main Character [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang