12 - Obsesi

3.5K 447 41
                                    

Part ini cukup panjang, sekitar 2400 kata lebih. Siapkan mental kalian :v


Budayakan vote dulu sebelum membaca sebagai bentuk apresiasi untuk penulis~

Selamat membaca~

***

Suasana hati Alena dari pagi cukup bagus. Dia semangat mengikuti pelajaran tanpa mengantuk. Meski materi pelajaran sudah dia ketahui, tapi dia mendengarkan guru yang menjelaskan di depan dengan saksama. Saat guru melempar tanya, tanpa pikir dua kali Alena mengangkat tangannya. Dan sekarang jam istirahat tiba, semangat Alena semakin bertambah dua kali lipat. Perutnya meronta ingin segera diisi.

“Ayo, Van. Pengen makan nasi goreng aku.” Alena dengan semangat berdiri dari bangkunya dan menarik tangan Vania.

“Bentar, Len.” Vania memasukkan bukunya ke dalam laci, dan mengambil ponselnya, lalu mengantonginya.

Kemudian mereka dibuat terdiam sesaat setelah melihat Arkais berjalan ke arah mereka. Mata Alena fokus menatap paper bag yang dibawa oleh Arkais.

“Ini dari mama gue, Na. Sebagai ucapan terima kasih, katanya.” Arkais menyerahkan paper bag itu kepada Alena. Beberapa penghuni kelas yang hendak keluar menoleh ke arah mereka penasaran.

“Eh, nggak perlu repot-repot sebenarnya, Ar.” Alena menerima paper bag dari Arkais dengan sungkan. Dia melihat isinya, ternyata setoples cookies.

“Nggak repot kok,” kata Arkais, “Itu cookies buatan mama gue. Semoga suka ya, Na,” sambung Arkais seraya tersenyum.

Alena balas tersenyum. “Pasti suka, Ar. Tolong sampaikan terima kasihku ke mama kamu ya.”

“Pasti. Gue keluar dulu ya kalau gitu.” Arkais pamit, dan Alena menganggukkan kepala sebagai jawaban.

Alena kembali mengamati cookies pemberian mama Arkais. Membukanya, lalu mencicipinya satu.

“Kenapa mamanya Arkais kasih kamu cookies, Len?” tanya Vania heran.

Setelah menelan satu cookies, mata Alena berbinar. “Kemarin pas aku jalan di taman kota, aku bantuin mamanya Arkais yang kecopetan,” jelas Alena.

“Ohh.” Vania membulatkan bibirnya seraya mengangguk mengerti.

“Sumpah, Van, ini cookies emang enak banget. Kamu harus cobain!” Alena menyodorkan cookies itu kepada Vania. Vania mengambil satu, lalu mengangguk setuju.

Usai mencoba cookies itu, Alena menyimpannya di tas. Mereka berdua segera keluar kelas untuk menuju ke kantin.

“Nggak nyangka kamu sekarang jadi pemberani banget, Len. Jangan-jangan dulu kamu cuma pura-pura lemah, padahal aslinya kamu sekuat ini?” tanya Vania dengan menghentikan langkah. Mau tak mau Alena juga turut menghentikan langkahnya.

“Bisa dibilang begitu, Van. Aku dulu pengennya hidup biasa-biasa saja dengan tidak ada yang tahu kalau aku anak pemilik SW Group. Yah, supaya tidak dikatakan mengandalkan power orang tua, privilege, atau apa pun itu,” ucap Alena menjelaskan.

“Padahal emang jiwa yang sekarang di tubuh Alena, bukan jiwa Alena yang asli.” Alena bergumam dalam hati.

“Hebat kamu, Len. Kamu bisa kuat banget dulu pas dibully. Aku aja emosi lihatnya.” Vania mengucapkannya dengan kesal. Dia masih teringat perlakuan anak-anak yang lain kepada Alena.

Alena tersenyum. “Terima kasih karena kamu selalu ada di samping aku, Van.”

“Sama-sama, Len.”

Alena is The Main Character [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang