00 - Awal Mula

7.2K 523 9
                                    

“Gila, masih nggak nyangka besok udah wisuda. Perjuangan kita di dunia perkuliahan ini akhirnya berakhir sudah.” Siska—sahabat Nela—berkata dengan penuh kelegaan. Tangannya terulur mengambil jus mangga yang baru saja dihidangkan oleh pelayan kafe, lalu menyeruputnya.

“Bener banget astaga. Darah, keringat, dan air mata kita sudah membuahkan hasil.” Rani menimpali dengan senyuman lebar.

“Tapi setelah wisuda perjuangan hidup yang sebenarnya baru akan dimulai,” sahut Anela setelah menyedot jus alpukat miliknya.

“Iya juga, sih.” Siska dan Rani kompak mengatakan hal serupa. Wajah yang mulanya berseri mendadak murung setelah mendengar ucapan Nela.

“Tapi kita harus tetap melakukan selebrasi karena telah sampai di titik ini. Kita sudah berkerja keras. Jadi mari besok bersenang-senang!” Nela melebarkan senyum, berusaha untuk membuat kedua sahabatnya kembali bersemangat perihal hari wisudanya besok.

Ketiganya mengangkat gelas jus masing-masing lalu bersulang. Senyum ketiganya melebar, kebahagiaan benar-benar sedang mengisi rongga dada. Lalu ketiganya sibuk membahas persiapan wisuda hingga sore menjemput, membuat ketiganya memilih untuk segera pulang dan beristirahat yang cukup, agar saat acara wisuda besok mereka tidak mengantuk.

“Hati-hati ya kalian, sampai jumpa besok.” Nela satu-satunya yang mengendarai motor di antara mereka bertiga, memilih untuk jalan lebih dulu.

Okay see you tomorrow, Nel!”

Nela melajukan motor maticnya dari area kafe menuju jalan raya yang padat akan kendaraan. Langit sore sudah terpoles warna jingga kemerahan. Nela menyunggingkan sebuah senyuman. Sore ini langit terlihat sangat indah. Dan hal itu membuat perasaan Nela disesaki oleh perasaan damai.

Karena terlalu fokus menatap cakrawala yang layaknya sebuah lukisan, Nela tidak sadar bahwa lampu lalu lintas yang dia kira masih berwarna hijau, telah berubah menjadi merah. Dan tanpa bisa dihindarkan, sebuah truk muatan barang yang melaju dari arah kirinya menabrak motor Nela dengan keras.

Suara decitan rem yang disusul dengan suara hantaman keras truk yang menabrak motor Nela membuat orang-orang langsung bergidik ngeri. Pekikan orang-orang yang menyaksikan kecelakaan itu terdengar bersahut-sahutan, seolah ikut mengantarkan Nela ke alam kematiannya. Tubuh Nela yang terempas beberapa meter terasa remuk redam. Rasa sakit menyerangnya tanpa ampun. Untuk sekadar menggerakkan ujung jari pun sudah tidak mampu. Dan sebelum kepekatan mengambil alih penglihatannya, Anela masih bisa menatap senja yang menghiasi kanvas langit. Setidaknya, saat-saat terakhir sebelum kematian menjemputnya, yang dia lihat adalah sebuah keindahan, dan perasaan yang mengisi hatinya adalah sebuah kebahagiaan. Maka dari itu, dia tidak menyesal.

Perlahan tapi pasti, kesadaran Anela akhirnya terenggut sempurna. Tubuhnya bersimbah darah dengan mata tertutup rapat. Dia telah dijemput oleh kematian.

***

Suara tangis pilu masih terdengar di kediaman Sastrawidjadja. Seorang gadis cantik terlihat damai dengan mata terpejam dalam sebuah peti mati dengan gaun putih.

Keluarganya terlihat menanggung beban duka yang begitu mendalam. Dan beberapa kerabat terlihat saling memberi kekuatan.

Tanpa mereka sadari, perlahan kedua mata dari gadis di dalam peti mati tersebut mengerjap dan menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Beberapa detik setelahnya keningnya mengerut saat melihat sisi kiri kanannya. Tanpa pikir panjang lagi, gadis itu segera mengubah posisinya menjadi duduk. Kontan hal itu membuat orang-orang yang di sekitarnya memekik tak percaya.

“ALENA, kamu hidup lagi, Sayang?!” Seorang wanita paruh baya terlihat mendekat kepadanya dengan tatapan tidak percaya, ada jejak air mata di pipinya. Wanita itu memegang pundaknya dengan sangat pelan, takut kalau tindakannya akan membuatnya tersakiti.

“Aku di mana?”

Nela mengamati sekelilingnya, dia sama sekali tidak mengenal mereka semua. Dia memejamkan mata, keningnya mengerut, mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Lalu, dia akhirnya ingat bahwa dia telah mengalami kecelakaan tragis dan membuatnya berpikir bahwa dia sudah pasti mati.

Nela langsung meraba tubuhnya yang terbalut gaun putih, lalu dia menatap kedua tangan dan kakinya yang masih terlihat utuh, tidak ada luka sama sekali.

“Puji Tuhan, ini benar-benar sebuah keajaiban.” Seseorang berseru, yang dibalas oleh anggukan kepala dan tatapan tak percaya dari yang lainnya.

Anela masih mencerna apa yang telah terjadi. Seingatnya dia mengalami kecelakaan tragis, dan setelahnya dia seperti berada di alam mimpi panjang yang membuatnya kebingungan. Di dalam mimpi itu dia melihat seseorang yang berwajah sama dengannya tapi dengan penampilan berbeda. Semua mimpi panjangnya hanya berisi gadis itu, kehidupan yang dijalaninya, ketakutan-ketakutannya, kejadian menyakitkan yang dialami, hingga akhirnya gadis yang mirip dengannya di alam mimpi itu, memilih untuk bunuh diri dengan meminum banyak obat-obatan hingga melebihi dosis.

Nela kembali menatap dua orang yang saat ini menatapnya dengan pandangan sarat akan rasa haru, terima kasih, dan juga rindu. Lalu begitu saja ingatan Nela terlempar pada mimpinya yang memperlihatkan mereka berdua di dalamnya. Rupanya dua orang paruh baya berlawanan jenis di hadapannya ini adalah orang tua dari gadis yang ada di mimpinya.

“Lena ....” Wanita paruh baya itu memanggilnya dengan pelan. Nela berusaha mengabaikan dengungan suara-suara di sekitarnya, yang masih menyerukan kata-kata tak percaya dengan apa yang terjadi di hadapan mereka secara langsung. Mereka berkali-kali merapal ucapan terima kasih dan keagungan Tuhan.

“Mama?” ucap Nela lirih.

Wanita itu langsung kembali menangis dan mendekap Nela erat. Nela langsung membalas pelukan itu, air matanya juga mengalir deras membasahi pipi. Dia tidak ingin memikirkan kejadian luar biasa yang baru saja menimpanya, dia hanya ingin memeluk wanita ini. Karena dulu Nela adalah seorang anak yatim piatu dan tinggal di panti asuhan, dia tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua. Dia sudah terbiasa untuk hidup mandiri saat sudah memasuki SMA. Namun, sekarang tiba-tiba saja dia terbangun entah di mana, dan disambut dengan penuh kebahagiaan oleh orang-orang yang sebenarnya asing di mata Nela.

“Kamu hidup lagi, Sayang.” Mama melepas pelukannya dan menangkup wajah Anela. Mama masih menatapnya dengan deraian air mata. Kedua ibu jari sang mama mengusap air mata Nela dengan penuh kelembutan.

“Pa, anak kita hidup lagi.” Mama menoleh ke belakang, ke seorang pria paruh baya yang tengah menatap keduanya dengan tatapan penuh haru.

Pria itu berjalan mendekat dan memeluk Anela dengan erat. Bahunya berguncang. Berkali-kali dia terlihat mengucapkan syukur atas keajaiban yang telah Tuhan berikan kepada putrinya. Air mata Anela kembali menetes. Dia merasa disayangi. Dia akhirnya merasakan kasih sayang orang tua yang selama ini tak pernah dia dapatkan.

Ruangan yang mulanya diisi oleh tangisan duka, kini berganti menjadi tangisan haru. Seorang Alena Itzayana Sastrawidjadja yang dinyatakan telah meninggal dunia beberapa jam yang lalu, kini hidup kembali. Sungguh sebuah keajaiban yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

Tanpa mereka tahu, bahwa sekarang jiwa lainlah yang tengah mengisi raga gadis itu.

To Be Continued—

Yaakkk, setelah baca bab pertama yang mainstream ini, apakah kalian penasaran dengan kelanjutannya? Jika iya, tinggalkan vote dan komentar kalian. Semakin banyak vote dan komen, semakin cepat updatenya.

Jangan lupa bahagia ygy!

Jangan lupa follow :')
kenopsiainme

Alena is The Main Character [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang