16 - Jeviar vs Arkais

2.3K 361 26
                                    

Budayakan vote sebelum membaca ya :)

***

Alena dengan telaten mengolesi semua lebam yang ada di punggung Jeviar. Lebam itu sangat kentara karena kulit Jeviar yang putih. Alena jadi membayangkan seberapa parah pukulan yang diterima Jeviar. Alena yakin Jeviar jago berantem, tapi kalau dikeroyok tentunya Jeviar akan kalah.

“Temen lo pada ke mana sih pas lo dikeroyok gini?” Alena bertanya dengan nada heran. Bukannya Jeviar dan segengnya sering bersama-sama?

“Pas lagi nggak bareng.”

Alena mendengkus begitu mendengar jawaban Jeviar. Ya memang jawaban Jeviar tidak salah, sih, tapi entah mengapa Alena jadi kesal mendengarnya.

“Udah,” kata Alena begitu selesai mengobati punggung Jeviar.

Jeviar langsung mengubah posisinya menjadi menghadap Alena. Dan posisi itu membuat Alena berusaha keras untuk menetralkan detak jantungnya, juga kedua pipinya yang mungkin terlihat memerah.

“Udah sering lihat di iklan-iklan, tapi kalau secara real gini kok deg-degan, astaga.”

Alena segera menutup salepnya dan hendak turun dari brankar untuk mengembalikan salepnya ke tempat semula. Tapi tangan Jeviar mencegahnya, dengan cara memegang lengannya.

“Ada lagi?” tanya Alena berusaha biasa saja.

“Ada. Perut gue kena tendangan.”

Alena menelan saliva dengan gerakan samar. Kalau yang satu itu, Alena sepertinya tidak akan kuat. Menatap perut sixpack Jeviar saja sudah membuatnya merinding, apalagi menyentuhnya secara langsung. Lebih baik tidak.

“Kan di perut. Lo bisa obatin sendiri.” Alena meraih telapak tangan kanan Jeviar, lalu meletakkan salepnya di sana.

Jeviar tersenyum miring. Dia sangat menyukai raut muka Alena yang sedang blushing seperti ini. Sangat menggemaskan. Tampang Alena yang selama ini terlihat garang padanya dan tak pernah merasa takut meski saat berhadapan dengannya, kini malah terlihat malu-malu kucing.

“Gue maunya diobatin lo.”

“Tapi gue nggak mau.”

“Kenapa?”

“Ya kan lo bisa obatin sendiri.”

“Gue maunya diobatin lo.” Jeviar mengulangi kalimatnya tadi.

Alena terdiam selama beberapa saat, lalu menatap Jeviar. “Jev?”

Jeviar menaikkan sebelah alisnya. “Hm?”

“Lo lebih baik jangan aneh-aneh deh. Di sini ada CCTV.” Akhirnya Alena memiliki alasan untuk menolak. Karena sumpah demi apa pun, Alena membayangkan menyentuh otot perut Jeviar saja sudah membuatnya meremang. Dia adalah salah satu cewek yang suka melihat body cowok yang seperti milik Jeviar ini.

“CCTV-nya mati.”

“Hah masa?” Alena menyipitkan mata, menatap pada CCTV yang ada di ruang UKS.

“Gimana lo bisa tahu?” tanya Alena masih tak percaya dengan ucapan Jeviar.

“Infrared-nya mati.” Jeviar menjawab santai.

Alena menatap sekali lagi ke arah cctv. Entah Alena harus merasa lega atau merasa gugup sekarang saat mendapati fakta itu. Karena sesuai apa kata Jeviar, infrared cctv itu memang mati.

“Oh.”

Jeviar menyeringai, baru kali ini dia melihat Alena salah tingkah hanya karena melihat dirinya bertelanjang dada. Jeviar mengaku, dia tidak pernah sesuka ini memandangi wajah seseorang dan meneliti setiap ekspresi yang tercipta di wajah itu. Alena adalah obat untuknya. Keberadaan Alena adalah sesuatu yang sangat dia butuhkan. Buktinya mood Jeviar yang mulanya sangat buruk, kini jadi membaik karena adanya Alena bersamanya.

Alena is The Main Character [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang