Di sini lah mereka berada sekarang, di lapangan luas yang biasa di pakai untuk pengibaran sang merah putih atau biasa di sebut upacara.
Dengan setia tangan kedua nya berada di ujung alis, hormat menghadap ke atas tiang bendera tempat bendera di kibarkan.
"Dan, lo beneran gak mau? Gue metik nya pake effort loh," Bulan memulai pembicaraan.
"Nggak," jawab Zidan sedikit tegas.
"Plis lah, gue ngasih lo bunga, lo pinjemin buku catatan lo ke gue, ya ya ya, ya Zidan ya? Plis," Bulan berucap, sedikit memohon kepada Zidan yang berada di sebelah nya.
"Nggak Lan, gue gak mau," Zidan tetap pada pendirian nya, ia tak ingin meminjamkan buku catatan nya ke pada Bulan.
"Yaudah lah kalo gitu, gue nanti minjem Toni aja," ujar Bulan dengan lesu, ia jadi tak semangat karena tak di pinjamkan buku itu.
"Ck, yaudah nanti gue kasih, tapi jangan minjem ke Toni, lo udah gue pinjemin."
Bulan yang mendengar itu tentu saja sangat amat senang, senyum manis tanpa sengaja terukir di bibir mungil itu, mata nya berbinar kala pandangan nya bertemu dengan Zidan.
"Aaaaa makasih Zidan, lo emang ketua kelas yang paling gue sayang," ucap Bulan dengan tubuh yang melompat-lompat kegirangan.
Zidan yang mendengar kata sayang di akhir kalimat Bulan lantas mengalihkan pandangan nya ke segala arah agar tak bertemu pandang dengan Bulan, wajah nya pun sudah memerah hingga ke telinga, bibir nya juga menahan kedutan yang hendak tercipta seulas senyum, jantung nya juga berdebar tak karuan. Aneh, satu kata yang melintas dalam pikiran nya, tapi Zidan tak peduli akan perasaannya yang tiba-tiba saja membuncah, ia memilih tak ambil pusing.
☆☆☆
"Gue kenapa sih anjir, gila gue lama-lama," seorang remaja lelaki itu menarik rambut nya sendiri sedikit kuat, untuk menghilang kan bayang-bayang seorang gadis tengil yang satu sekolah dengan nya.
Pikiran nya tiba-tiba saja beralih pada perkataan Papa nya tadi malam.
"Kamu akan Papa jodohkan dengan anak teman Papa, jangan membantah karena ini demi kebaikan perusahaan kita."
Apa kata nya? Demi perusahaan kita? Nyeh, bahkan demi perusahaan ia rela mengorbankan anak kandung nya sendiri.
"Hah."
Remaja itu menghelah nafas panjang, tak ada dalam list cita-cita nya ia akan menikah muda, sungguh itu sudah sangat melenceng dari apa yang ia bayangkan selama ini.
"Siapa cewe yang bakal di jodohin sama gue ya? Pokoknya gue gak akan mau di jodohin, gue akan ngelakuin segala cara agar perjodohan itu gagal."
Senyum miring tercetak jelas di bibir remaja lelaki itu, ia tak peduli akan kodrat nya yang seharusnya ia sebagai seorang lelaki melindungi seorang gadis, ia tak peduli akan itu, ia akan tetap melakukan segala cara agar bisa membatalkan rencana gila Papa nya ini, meski itu akan menyakiti hati si gadis, ia tak akan peduli, yang terpenting ia bisa terbebas dari paksaan berkedok perjodohan ini.
☆☆☆
"Ay?" panggil Bulan celingukan mencari Ayla yang ntah kemana pergi nya.
"Hah? Apa?" Jawab Ayla, sembari menduduk kan bokong nya di sebelah Bulan.
Mereka saat ini berada di serambi masjid, selesai melaksanakan shalat ashar, setelah pulang sekolah memang mereka terbiasa untuk ke masjid yang berada tepat di depan gerbang sekolah mereka.
"Ck, ngagetin aja, kemana aja lo?"
"Ke hatimu," Ayla menjawab dengan wajah yang di imut-imutin, membuat Bulan yang berada di sebelah nya bergidik ngeri.
"Hih," Bulan bergidik saat kembali mengingat raut wajah Ayla tadi.
Ayla hanya memutar bola matanya malas ketika melihat Bulan yang bergidik. "Kenapa sih? Kok nyariin?" Tanya Ayla dengan sepatu di tangan nya berniat memakainya.
"Main, ayo," ajak Bulan dengan senyum lebar yang mengembang di kedua sudut bibirnya.
"Main? Kemana?"
"Ke mall, mau?"
"Nggak ah, bosen," ia menggeleng, kembali melanjutkan memakai sepatunya.
"Terus? Mau kemana?"
"Ke cafe yang baru beberapa hari ini di buka aja, masih promo katanya, lumayan hemat-hemat uang jajan."
"Lo tau tempatnya?"
"Tau, depan kompleks cemara."
"Loh, itu bukan nya kompleks perumahan nya Zidan?"
Ayla hanya mengangguk membenarkan apa yang di ucapkan oleh Bulan. "Iya, mau ngga? Kakak gue kemaren baru dari sana maka nya gue tau kalo lagi promo."
"Ya mau lah, lumayan cok, tapi lo yang bawa motor ya."
"Santai."
☆☆☆
Ting
Suara lonceng yang berada di pintu masuk itu berbunyi, pertanda jika ada yang masuk ke dalam Cafe yang bertemakan vintage itu.
Cafe itu bernama flowerrs flow, dengan tema vintage membuat siapa saja yang datang akan di buat ternganga dengan segala ke indahan yang tercipta, desain nya mewah tapi sederhana, begitulah kira-kira pendapat orang-orang yang melihat isi dalam Cafe itu.
Bulan dan Ayla memilih duduk di pojok ruangan, mereka dapat melihat keadaan luar karena dinding yang ada pada cafe ini adalah kaca.
"Gimana? Suka gak sama cafe nya?" Tanya Ayla kepada Bulan yang berada tepat di hadapan nya.
"Suka banget, cafe nya cantik kaya gue," ucap Bulan dengan percaya diri yang tinggi, senyum lebar ia sematkan di bibir nya kala ia berbicara kepada Ayla.
Ayla seketika mendelik saat mendengar ucapan Bulan, ia bahkan refleks berkata. "Dih, pede."
"Suka-suka gue lah," ujar Bulan.
"Iya deh terserah bumil aja," kata Ayla.
"Bumil pala lo."
Saat mereka sedang asik bertengkar hanya karena perkara bumil saja, pelayan dengan pakaian khas karyawan cafe itu datang menghampiri meja mereka dengan membawa buku menu di tangan nya.
"Silahkan, mau pesan apa mbak?" ucap pemuda lelaki a.s pelayan yang menghampiri meja mereka tadi.
Bulan mengambil buku menu nya, dan melihat apa yang ingin ia pesan. "Bentar ya mas, saya liat-liat dulu."
"Iya, silahkan."
"Em.. saya mau pesen-" ucapan Bulan terjeda kala ia mendongak menatap sang pelayan, bola matanya melebar kala melihat siapa si pelayan tersebut.
"ZIDAN?!?"
"BULAN?!?"
☆☆☆
Siap dengan kejutan di part selanjutnya?
Pantengin terus yaaa.
See you next part.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZIDAN
Teen FictionRembulan Azhara atau biasa di sebut dengan panggilan Bulan, gadis yang paling pendek di kelas Xll MIPA2, otak nya yang kadang lemot seperti jaringan 2g kadang juga lancar selancar aliran sungai yang mengikuti arus nya. Zidan Pradana si ketua kelas X...