Masih di hari yang sama, namun dengan waktu yang berbeda.
Langit sudah berwarna jingga keunguan pertanda malam akan datang, adzan maghrib baru saja berkumandang menandakan waktu sholat telah tiba.
Bulan baru saja selesai mengambil air wudhu terlihat dari wajah nya yang masih basah, mengambil mukena lalu memakainya, menggelar sajadah mengikuti arah kiblat yang sudah di tentukan.
Takbir ia lakukan setelah ucapan niat shalat ia panjatkan, samar-samar terdengar lantunan ayat suci dari bibir nya, suara itu begitu merdu, begitu lembut hingga bisa menusuk relung pendengaran. Sudah di pastikan jika ada yang mendengar akan langsung jatuh cinta dengan suara Bulan.
Bulan mengangkat kedua tangan nya berdampingan, berdoa. Meminta segala ampunan kepada sang pencipta. Setetes air mata jatuh dari kedua mata nya, begitu serius jika berurusan dengan Rabb nya.
"Ya Allah, maafkan hamba, ampuni segala dosa hamba ya Allah, dosa keempat orang tua hamba, seluruh keluarga besar hamba, orang-orang yang sudah hamba dzolimi, dan seluruh anak cucu adam. Ampuni dosa mereka termasuk dosa hamba ya Allah, dan berilah surga kepada orang-orang yang beriman dan taat kepada mu ya Allah, Rabbana atina fiddun-ya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar. Aamiin aamiin ya rabbal alamiin."
Bulan mengusap kan tangan nya ke wajah, pertanda doa yang ia panjatkan telah selesai. Ia melipat sajadah dan mukena lalu meletakkan nya di tempat semula ia mengambil nya.
Ia mengambil ponsel nya di atas nakas, lalu memasukkan ponsel itu ke dalam tas selempang yang akan di bawa nya nanti, ia mengambil jilbab bergo hamidah berwarna coksu miliknya di dalam lemari dan langsung memakai nya.
Tadi sebelum adzan Ayla sempat menelepon nya, Ayla menyuruh ia untuk menemaninya di rumah, tak ada orang di rumah Ayla kecuali dirinya sendiri. Ayla menyuruhnya untuk menginap di sana beberapa hari, orang tua Ayla akan pergi keluar kota untuk beberapa hari kedepan, maka dari itu ia di suruh menemani Ayla beberapa hari.
Setelah selesai bersiap-siap, Bulan menuruni anak tangga untuk sampai di pintu utama yang berada di lantai satu.
Ia menutup pintu dan mengunci pintu, selepas itu ia beralih ke garasi untuk mengambil motor matic nya.
Melajukan motor dengan kecepatan 50km/jam di jalan yang tidak begitu ramai karena ini bukan malam minggu, jadi tak ada sepasang kekasih yang berkeliaran, walaupun ada, tapi tak terlalu banyak.
Dengan pandangan lurus ke depan, menepikan motor nya di pinggir jalan karena mata nya tak sengaja melihat gerobak bakso di pinggir jalan, tadi Ayla juga sempat memberi tau jika ia melihat tukang bakso tolong belikan.
"Mang, bakso nya dua, di bungkus ya, sambel nya di pisah," pesan Bulan kepada Mang Cecep.
"Siap neng, di tunggu ya," ucap Mang Cecep.
Bulan duduk di kursi yang telah di sediakan, memainkan ponsel nya seraya menunggu pesanan bakso nya, setelah beberapa menit menunggu, akhirnya pesanan nya telah selesai.
"Berapa Mang?" Tanya nya, memasukkan kembali ponsel ke dalam tas sekalian mengambil uang 50 ribuan. Pandangan nya mendongak menatap sang penjual saat berbicara.
"Tiga puluh ribu aja neng," Mang Cecep menjawab dengan senyum rama.
"Oh, ini uang nya Mang, kembali nya ambil aja."
"Kembali nya banyak banget ini neng, dua puluh ribu sendiri."
"Gak apa-apa Mang, itung-itung buat modal."
"Makasih ya neng, semoga rezeki nya lancar, aamiin."
"Aamiin, saya juga makasih, karena udah di doain."
☆☆☆
Bulan memarkirkan motor nya di garasi rumah Ayla, ia baru saja sampai setelah 15 menit menempuh perjalanan.
"Assalamualaikum," ucap Bulan pelan tak terdengar siapa pun. "AY, LO DIMANA?"
"NAIK AJA LAN, GUE DI KAMAR," teriak Ayla.
Tak menjawab, ia memilih diam, tak tau juga mau menjawab apa. Ia berjalan ke dapur untuk mengambil mangkuk serta sendok, untuk memakan bakso yang di beli nya tadi.
Menaiki anak tangga menuju kamar milik Ayla, membuka kenop pintu dan masuk ke dalam kamar Ayla.
Ia duduk di bawah samping kasur. "Nih bakso pesenan lo," ucap Bulan, ia mengambil sebungkus bakso dan membuka bungkusan itu lalu menuangkan isinya ke dalam mangkuk yang tadi di bawa nya.
"Wedeh, tengkyu pren, ntar gue ambil uang dulu," Ayla beranjak dari ranjang nya, ia berdiri untuk mengambil uang ganti untuk Bulan.
"Gak usah, lima belas rebu doang, santai aja."
"Wih, beneran nih?"
"Bener."
"Bener gak?"
"Kalo gak mau ya udah."
"Siapa sih yang mau nolak rejeki? Gak baik nolak rejeki," ujar Ayla sok menasehati.
"Cih."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZIDAN
Teen FictionRembulan Azhara atau biasa di sebut dengan panggilan Bulan, gadis yang paling pendek di kelas Xll MIPA2, otak nya yang kadang lemot seperti jaringan 2g kadang juga lancar selancar aliran sungai yang mengikuti arus nya. Zidan Pradana si ketua kelas X...