"ini ada apa sih? Kok rame-rame?"
Pagi ini semua siswa dan siswi tengah berkumpul di depan mading, melihat informasi yang ada di papan mading itu.
Gadis dengan hijab hitam dengan baju olahraga, yang menandakan bahwa hari ini adalah hari jum'at, dia Ayla. Ia bertanya pada seorang siswi dengan rambut di kuncir dua, yang jika ia prediksi siswi ini masih kelas sepuluh.
"Gak tau juga kak, aku juga belum liat," ucap nya, ia sedikit melompat-lompat agar bisa melihat apa yang terpajang di mading itu, namun tetap saja ia tak dapat melihat nya.
Ayla mengangguk menanggapi, ia membelah kerumunan itu, karena ingin melihat apa yang ada di mading, sampai-sampai membuat semua murid berada di sini.
"Permisi, permisi," ucap nya agar manusia-manusia di sana sedikit menggeser.
Ia bernafas lega setelah berhasil menembus kerumunan itu, ia dongakan pandangan nya untuk melihat apa yang membuat heboh pagi-pagi seperti ini.
Mata nya membelalak melihat apa yang di ada di depan nya, tangan nya bergerak mengambil lembaran foto tak senonoh sahabat nya dengan seorang lelaki tak di kenal nya yang ada di sana.
"PERGI LO SEMUA, BUBAR, JANGAN SAMPAI GUE PANGGIL GURU BK BUAT BUBARIN LO SEMUA."
Air mata Ayla meluruh deras, ia menoleh ke arah Zidan yang tadi berteriak membubarkan kerumunan yang tercipta.
"Zidan, Bulan... " Ucap nya pelan menahan isakan yang hampir keluar, kepala nya menunduk dalam, tak berani melihat Zidan yang sekarang sudah ada di hadapan nya.
Zidan tak tau ingin bagaimana, di satu sisi ia ingin memeluk Ayla untuk menenangkan nya, di satu sisi nya lagi ia yakin pasti Ayla tak mau jika di peluk oleh lelaki yang bukan mahram nya.
"Gue gak tau harus gimana Ay, gue bingung," ujar Zidan, ia menatap Ayla yang ada di depan nya.
"Ini boongan kan Dan? Ini gak bener kan? Gue tau Bulan bukan gadis kaya gitu," masih dengan derai air mata ia mengucap kan itu, kepala nya terus menggeleng menepis pikiran buruk yang hinggap di otak nya.
"Lebih baik, kita langsung tanya ke orang nya aja," ucap Zidan mengajak Ayla untuk menemui Bulan.
Tanpa kedua nya sadari, ada seseorang yang memperhatikan mereka berdua dari jauh, senyum miring tercipta di wajah nya, "selamat datang di permainan yang kedua Bulan," tak lama setelah mengucapkan itu ia pergi dengan senyum miring yang perlahan menghilang dan di gantikan dengan senyum sombong.
☆☆☆
Bulan yang baru saja melepas helm dan berbalik badan terkejut, apa lagi saat Ayla melempar beberapa lembar foto yang tak ia ketahui foto apa itu.
"Jelasin!" Kata Ayla terdengar murka, mata nya menyorot Bulan dengan tajam, dada nya kembang kempis karena emosi. "Itu gak bener kan Lan? Itu semua boongan kan? Lan! Bilang ke gue kalo semua itu boongan, bilang Lan bilang," kali ini tidak dengan nada emosi melainkan dengan suara bergetar menahan tangis, mata Ayla sudah berkaca, tapi ia terus menahan agar cairan bening itu tak turun dari kedua mata nya. Tangan nya menggoncang kan lengan Bulan, agar Bulan menjawab pertanyaan nya.
"Apa sih?" Ucap Bulan dengan sinis, ia membungkuk untuk mengambil foto yang di lempar Ayla tadi. Mata nya melotot, ingatan nya kembali pada malam itu, ia sudah bisa mengontrol diri nya tak seperti waktu dulu, karena Dika sempat membawa nya ke psikiater. Ia menunduk dalam dan berucap, "maaf."
"Jadi... Beneran?" Ayla menatap tak percaya, ia masih tak percaya akan kenyataan ini. "Dan? Bilang ke gue, kalo itu semua boongan."
"Bener, itu semua bener Ay," bukan Zidan yang menjawab, tapi Bulan. "Maaf karena udah ngecewain lo."
Plak
Bulan di tampar dengan keras oleh Ayla, sangking keras nya wajah Bulan sampai tertoleh ke samping, tanda merah bercap tangan terlihat di pipi sebelah kiri nya.
"Gue kira lo anak baik, gue kira lo gak akan berbuat hal yang di larang agama kaya gitu Lan, udah pernah gue bilang kan sama lo, jangan pernah deket dengan lelaki mana pun, lo boleh suka sama seseorang, tapi jangan jadi bodoh kaya gini, tolol, gue najis punya temen kotor kaya lo, gue jijik punya temen pelacur kaya lo, dasar jalang."
Zidan hanya diam mendengar semua ucapan yang di lontarkan oleh Ayla, melihat Bulan yang semakin menunduk, ia mengalihkan pandangan ke segala arah kecuali ke arah Bulan.
"Mulai hari ini gue gak akan mau temenan sama lo lagi," Ayla berucap dengan menunjuk-nunjuk Bulan dengan jari telunjuk nya.
Bulan yang mendengar itu mendongak, mata nya melotot, kepala nya menggeleng. Tidak, tidak, ia tidak ingin persahabatan yang mereka jalin selama ini hancur begitu saja. Ia meraih tangan Ayla, "gue mohon sama lo Ay, jangan putusin pertemanan kita," air mata nya bertambah deras, perlahan isakan mulai terdengar dari bibir mungil nya.
"Lo yang buat semua nya kaya gini Lan, lo seneng kan? Ini yang lo tunggu-tunggu semenjak sebulan lalu? Iya kan?"
Bulan menggeleng, ia berlutut di kaki Ayla, memohon agar Ayla tak memutuskan pertemanan mereka. "Nggak Ay, nggak," ia terus menggeleng menyangkal ucapan Ayla.
Ayla menendang Bulan hingga Bulan tersungkur ke depan, Ayla tak melihat ke Bulan ia menatap lurus pohon yang berada di depan parkiran motor. "Semua nya udah terlanjur, gue udah terlanjur jijik sama kehadiran lo."
Ayla pergi, berlari menjauhi parkiran tanpa mendengar kan apapun lagi, ia meninggal kan Zidan serta Bulan, berdua di sini.
Zidan menunduk melihat Bulan yang tersungkur di dekat kaki nya, ia menatap Bulan dengan pandangan remeh, "gue kira bocah kaya lo ini polos, ternyata bisa lebih bahaya, nyesel gue sempet suka sama lo dulu," sarkas Zidan menyusul Ayla yang sudah mendahului nya.
Bulan semakin terisak mendengar itu, benar, orang hanya bisa melihat, tanpa bisa mengerti, mulai hari ini ia tak akan pernah benar-benar mempercayai manusia lagi, ia hanya akan mempercayai Allah, sang pencipta seluruh bumi dan seisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZIDAN
Teen FictionRembulan Azhara atau biasa di sebut dengan panggilan Bulan, gadis yang paling pendek di kelas Xll MIPA2, otak nya yang kadang lemot seperti jaringan 2g kadang juga lancar selancar aliran sungai yang mengikuti arus nya. Zidan Pradana si ketua kelas X...