"Bersantai, satu bab buruk tidak berarti itu adalah akhir dari cerita ini."
•
•
•
~ HAPPY READING ~Jam menunjukkan pukul 18.45, Petir masih di rumah untuk bersiap dan akan berangkat ke sekolah untuk melakukan pertandingan.
"Bu, Petir berangkat ya."
"Hati-hati ya, semangat! Semoga menang."
Petir mengangguk lalu mencium tangan ibunya.
"Abang, Semoga menang main bolanya ya!" Ujar Galen yang kini tengah makan di ruang makan bersama anak-anak panti lainnya.
"Iya Abang, semangat!" Ujar mereka semua kompak.
Petir terkekeh, "Siap! Makasih ya, Abang berangkat dulu, kalian jangan nakal!" Mereka semua hanya menjawab dengan anggukan dan acungan jempol.
Saat keluar rumah, pas sekali sebuah mobil terhenti di depan rumah panti, itu adalah mobil Naresh. Di dalam sudah ada teman-teman yang lainnya juga.
Setelah beberapa menit, mobil Naresh pun kini memasuki parkiran sekolah. Tentu saja sekolah sangat ramai, karena banyak sekolah lain yang tentu-nya menonton pertandingan untuk menyemangati sekolahnya sendiri.
Mereka berjalan memasuki lapangan indoor, tempat yang akan di tempati untuk pertandingan tersebut.
"Jangan malu-maluin lo! Harus menang pokoknya!" Ujar Cemal kepada Petir dan juga Kaivan.
Kaiva menendang pelan Cemal. "Emang lo pernah liat, tim kita kalah?"
"Sombong! Tapi iya sih."
"Kaptennya aja gledek, Semua kena samber." Lanjut Cemal membuat Petir menjitak kepalanya pelan.
Mereka tertawa, "Di tambah lagi hujan nanti dateng." Ujar Cemal lagi.
"Eh iya, gue nggak liat, dia dateng kan, Tir?" Tanya Kaivan.
Petir mengangguk, "Baru aja dia semangatin gue lewat chat."
Mereka tersenyum menggoda. "Iya deh, pasti lawannya bakal kuwalahan ini. Nggak di semangatin aja udah kalah telak, gimana ini di semangatin." Ujar Cemal.
"Udah tuh sana kumpul." Ujar Naresh membuat obrolan mereka terhenti.
Petir dan Kaivan mengangguk, lalu pergi menemui anggota tim lainnya untuk bersiap.
Disisi lain, Rain kini berada di dalam kamarnya. Ia menggenggam jari-jari tangannya dengan rasa takut. Malam ini, Lika benar-benar akan membawa Rain ke rumah sakit jiwa.
BRAK.
Rain menoleh ke arah pintu, ia semakin takut ketika mamahnya mendekat. "Ayo!"
"Nggak mah! Rain nggak gila."
"Orang gila nggak akan ngakuin bahwa dirinya gila."
"Tapi Rain nggak gila mah!"
Lika menarik paksa tangan gadis itu, mencengkeram kuat hingga Rain kesakitan.
"Sakit mah ampun, aku nggak gila!"
Lika dengan teganya menyeret Rain hingga sampai di tangga. "Cepat! Jangan menyusahkan saya! Atau saya panggil saja mereka kesini untuk membawamu?"
Rain menggeleng, ia memohon kepada ibunya bahwa ia tak ingin pergi ke rumah sakit jiwa.
"Mah please,"
Plak
"Cepat! Jangan buang-buang waktu saya!"
Rain menangis, ia benar-benar tidak bisa membayangkan jika ibunya benar-benar melakukan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUJAN DAN PETIR ( SELESAI ✓)
RandomKisah ini menceritakan tentang Rain dengan segala keputusasaannya, dan juga Petir dengan segala kekuatannya. Mereka berdua bertemu untuk saling menguatkan dan menjaga satu sama lain. "Ngga ada yang menjamin hidup akan mudah, tapi ketika bersamamu, h...