Chapter (09) Bingung

1.9K 235 6
                                    

"Sebenarnya kamu punya ambisi tidak untuk berada diposisi ini sekarang?"

"Kalau tidak memikirkan orang-orang, dari awal aku sudah meninggalkan Lee."

"Benarkah? Terus kamu jadi miskin dong"

Suara tawa menjawab atas pertanyaan yang barusan Jaemin lontarkan. Jaemin mendelik mendengarnya. "Aku tidak mau jadi miskin ya, Jen." Jaemin tidak pernah memikirkannya. Apa pulang saja ya? Rencana mulai tersusun dalam otaknya.

"Aku tidak akan jatuh miskin, Sayang."

"Percaya diri sekali." Jaemin mencibir, "oh .... Ini perusahaan induk kan, siapa yang megang perusahaan cabang?"

"Adik appa."

"Yang paling muda?"

"Hm ...."

"Aku akan memeriksa ke sana nanti. Sekretarisnya bilang dia mungkin tidak lama lagi akan sekarat. Apa yang dilakukan pamanmu itu sebenarnya?"

"Kalau aku melepaskan yang induk, mungkin mereka memang akan mati."

"Huh?" Jaemin mengedip bingung. Apa sih?

"Sudah, jangan banyak pikiran begitu."

Ceklek

"Pak"

Perhatian Jaemin beralih pada seorang yang membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu. Ada sekretaris dibelakangnya yang terlihat panik.

"Siapa ya?" Jaemin duluan membuka suara membuat Jeno terdiam.

"Saya dari divisi pemasaran." Jawabannya sopan.

"Ah .... Masuklah." Kemudian Jaemin melototi si sekretaris yang kini menciut. Apalagi melihat karyawan itu cuma memberikan berkas lalu pergi tanpa ada hal penting yang akan dibicarakan.

Ketika pintu kembali ditutup, Jaemin tidak tahan untuk tidak menyindir. "Lebah selalu mengikuti." Ucapnya sedikit keras.

"Karena madunya terlalu manis."

"Halah." Rasanya Jaemin ingin muntah.

Besok tepat seminggu Jaemin resmi bergabung dengan Lee. Sampai saat ini belum ada pergerakan mencurigakan dari orang-orang yang katanya selalu membuat masalah itu. Apa mereka sudah tobat? Jaemin jadi ragu.

"Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Jeno ketika melirik istrinya yang merenung. Terlihat seperti banyak sekali pikiran.

"Aku bingung dengan yang katanya sangat patuh dengan pedoman nyonya Lee itu. Mereka memang tidak menerima, tapi tidak ada perlawanan ketika aku melanggar. Aku kira akan ada drama mengamuk atau apalah itu. Jadi tidak menantang." Jaemin dengan rasa ketidakpuasannya.

"Mereka itu tengah berhati-hati. Mungkin juga pergerakan akan tidak terlihat. Eomma berada jauh dibawah mu saat itu, karenanya mereka berani."

"Tapi tetap saja mereka tidak seseram seperti yang aku tahu. Masa iya orang seperti mereka bisa mengancam nyawamu, hm ...."

"Kenapa kamu sangat menunggu?"

"Karena aku ingin menambah koleksi, mungkin."

Jeno melirik Jaemin lewat ujung matanya. Wajah excited itu tampak tidak benar. "Nana, aku cuma butuh cerewet mu." Jeno mengingatkan. Cuma itu, tidak lebih.

--^

Siang menjelang sore, setelah puas merecoki suaminya, Jaemin bergegas ke tujuan awalnya. Sekaya-kayanya sebuah keluarga, sebanyak apapun pekerja di rumah, tetap saja, peran seorang istri dalam urusan rumah itu tetap penting. Jaemin memutuskan untuk mengambil alih urusan pangan. Beberapa hari ini Jaemin merasa tidak puas. Mereka membeli yang tidak perlu. Jaemin merasa seakan di rumahnya orang bisa berbuat sesuka hati. Jaemin tidak menerima itu.

Peran Antagonis (nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang