Chapter (40) USG II

2.1K 159 4
                                    

Selama kehamilannya yang kini sudah berjalan hampir bulan ke-5, selama itu pula Jaemin tidak pernah yang namanya merasakan ngidam sampai menyusahkan suaminya itu untuk pergi tengah malam memenuhi keinginannya. Jaemin seperti tidak seperti orang hamil kebanyakan. Namun apabila dikatakan dia tidaklah hamil, nyatanya kini perutnya tidak serta beberapa bulan belakangan, yang benar menandakan kalau ada kehidupan disana. Bagi Jaemin saat ini sudah dari cukup jika setiap hari dia bisa melihat Jeno, hanya sebatas itu. Kadang Jaemin merasa heran, calon anak mereka nanti akan senempel apa dengan Jeno nanti?

Lalu hari ini adalah hari dimana hari yang ditunggu-tunggu oleh calon kedua orang ini untuk melihat calon anak mereka. Jeno selalu menemani Jaemin untuk pergi ke rumah sakit, hari dimana jadwal USG dilakukan, pada hari itu Jeno akan pergi ke kantor pada siang hari, dan itu akan terus terjadi untuk beberapa bulan ke depan. Jeno tidak mau ketinggalan momen dan perkembangan calon anak mereka barang sedikitpun.

Lalu, apa yang membuat seorang Lee Jeno yang plin-plan bisa bersikap seperti ini? Bahkan kehilangan Lee Yena yang sempat dia bela dan lindungi sekarang tampak seperti tidak pernah terjadi apa-apa? Jika dikatakan sikap Jeno karena pengaruh masa kecilnya, rasanya tidak akan seperti ini. Atau Jeno dengan tipe orang yang perlu diancam dengan kelemahannya baru dia menyadari perasaannya? Entah, apabila setelah kelahiran anak mereka nanti Jeno kembali berulah, maka Jaemin pastikan dia sendiri yang akan membunuh Jeno.

Pada USG kali ini keduanya berharap agar bisa melihat jenis kelamin calon anak mereka, pasalnya bulan kemarin mereka tidak bisa melihat karena si bayi seperti ingin bermain petak umpet dan membuat kedua orangtuanya penasaran hingga sampai pada bulan berikutnya. Di bulan ini sepertinya calon kedua orang tua itu bukan hanya mengetahui calon anak mereka ternyata berjenis kelamin laki-laki, ada satu hal lagi yang membuat keduanya, bahkan sang dokter syok. Iya, ternyata ada sosok mungil lain yang terdeteksi. Benar, mereka akan memiliki bayi kembar, dan calon anak mereka satunya lagi berjenis kelamin perempuan.

Kabar mengejutkan itu membuat sang calon ayah tidak bisa membendung rasa bahagianya, sampai-sampai ia menangis sesenggukan yang mana membuat sang istri harus menenangkan calon ayah itu. Jaemin menepuk-nepuk kepala Jeno yang memeluk pinggangnya dengan wajah menelusup di perutnya yang cukup besar. "Lihat, Daddy kalian cengeng sekali." Ucap Jaemin seolah mengejek Jeno.

--^

Pagi ini, untuk pertama kalinya Jaemin rewel, padahal Jeno ada meeting, dan hal itu sukses membuat Jeno kelimpungan. "Kamu tiduran saja di kamar, jangan berjalan terus, nanti kaki kamu bengkak. Nanti kalau aku selesai meeting kita ngobrol lagi." Bujuk Jeno.

"Daddy tidak sayang sama kita. Buktinya dia lebih mementingkan pekerjaannya dari pada kita." Jaemin dengan niat liciknya mencoba menguji kesabaran Jeno

"Tidak baik bicara begitu." Tegur Jeno.

"Pokoknya kami mau ikut, titik. Tidak mau sendirian di sini."

Akhirnya setelah acara bujuk membujuk tadi, Jeno menyerah, dia membiarkan istrinya itu ikut. Jadilah kini Jaemin duduk di samping Jeno Dan untuk membuat Jaemin diam, Jeno membelikan cemilan untuk menemani istrinya itu menunggu sampai selesai meeting. Jeno pikir itu sudah aman, oh tentu saja tidak. Jaemin dengan tingkat kejulitannya yang meningkat semenjak hamil, dengan luwesnya menanyakan hal yang tentu saja menyinggung dan akan menjadi kontroversi.

"Kamu mau kerja atau mau dinas malam?" Tanya Jaemin kepada seorang wanita yang baru saja selesai mempresentasikan hasil pekerjaan divisi mereka. Dan pertanyaan itu sukses membuat seisi ruangan terdiam. "Ya sudah, besok akan ada aturan untuk pakaian kerja khususnya wanita. Sudah, lanjut." Setelah mengatakan itu Jaemin dengan tampang polosnya kembali memakan cemilannya. Tidak tahu saja kalau orang-orang sudah senam jantung karena ulahnya.

Meeting berjalan lancar walaupun ada beberapa kendala. Jeno kembali menuju ruangannya dengan berjalan dibelakang si ibu hamil. Keduanya berhenti di depan ruangan Jeno, lebih tepatnya di depan meja sekretaris Jeno, di sana seorang wanita menunggu keduanya sejak beberapa menit yang lalu.

"Kamu datang lebih awal dari jadwal kita, Ji-Hyun." Jeno menatap Ji-Hyun bingung.

"Aku ada jadwal ke luar negeri nanti siang, ini mendadak. Aku datang lebih awal karena kata Hendery jadwalmu agak senggang setelah meeting ini."

"Ya sudah, masuk saja kalau begitu." Ajak Jeno.

"Kehamilanmu sudah masuk bulan keberapa, Na?" Tanya Ji-Hyun penasaran.

"Jalan 7 bulan nih."

"Iyakah? Aku kira sudah mau 9 bulan."

"Memang terlihat lebih besar karena isinya ada dua." Pamer Jaemin.

Ji-Hyun membulatkan matanya terkejut. "Pantas saja."

"Ngomong-ngomong bagaimana hubunganmu dengan Young Hoon?"

Ji-Hyun rasanya lelah sekali jika sudah ke topik ini. Dia bersandar di sofa seperti kehilangan minat. Jeno dan Jaemin yang duduk di depannya cuma saling lirik, bingung mereka.

"Temanmu itu memang sudah gila tidak tertolong sepertinya, Na. Masa dia mengajak menikah dengan Kyu juga. Yakali, enak sekali pria gila itu."

"Bukanya dia memang sudah gila dari awal, ya?"

"Iya sih." Ji-Hyun tidak menyangkal itu.

"Tapi kamu tidak hamil, kan? Maksudku, ya Young Hoon orangnya sembarangan begitu."

"Oh, jangan salah, aku bahkan sekarang tengah hamil jalan sebelas Minggu." Jawab Ji-Hyun dengan entengnya.

Jawaban itu sukses membuat Jeno dan Jaemin terkejut.

"Sana kalian menikah kalau begitu." Suruh Jeno, geregetan juga dia lama-lama.

Jaemin ngangguk menyetujui pendapat suaminya. "Iya, sana kalian menikah cepat. Apa kata orang nanti kalau anak kalian lahir di luar pernikahan."

"Biarkan, itu menjadi urusan Young Hoon. Resiko dia masih kekeh mau memiliki istri dua. Kyu saja sampai menghindari Young Hoon terus. Semenjak Young Hoon mengambil alih Kim, dia sangat galak. Seperti anjing rabies saja." Dumal Ji-Hyun. Dan perkataan itu membuat Jaemin tertawa. Suka dia kalau temannya itu dikatai jelek-jelek.

"Kalian tengah reunian kah?" Suara lain menginterupsi ketiganya.

"Oh, Eric, sini-sini." Jaemin menyuruh Eric masuk. "Sana kalian urusi pekerjaan kalian. Aku ada urusan sama Eric." Suruh Jaemin. Dia pindah ke sofa samping agak jauh dari Jeno dan Ji-Hyun berada.

"Kalau aku menikah tahun ini bagaimana menurutmu?" Tanya Eric tiba-tiba membuat Jaemin kaget.

"Memang kamu punya calon?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja yang mana membuat wajah Eric menekuk.

"Jelas saja ada. Jangan remehkan aku ya, mentang-mentang tidak pernah memperkenalkan gandengan."

"Memangnya siapa?" Jaemin yang mulai penasaran. "Baru aku akan memberikan pendapat jika aku sudah tahu calonnya."

"Karina." Jawab Eric cepat.

"Hah?"

"Sepupu Guanlin. Jangan pura-pura lupa." Protes Eric.

"Woh, Eric. Kamu akan berurusan dengan orang-orang suka kekerasan. Nasibmu akan sama seperti Jeno"

--^

Note

Tolong jangan berharap ada adegan romantis dengan level cukup tinggi di ceritaku ya. Aku anti romantis sebenarnya 🥲

Bagaimana? Ikhlas tidak kalau ini happy ending?

Peran Antagonis (nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang