Chapter (21) Kecurigaan

1.2K 131 7
                                    

"Ji-Hyun belum pulang?"

"Sepertinya dia terjebak di dalam." Jawab Hendery. "Aku langsung pulang."

Jaemin ngangguk, "bagus dong." Dia merasa puas. Mari kita lihat tingkah kau saat berhadapan dengan kakak dan kakak iparku yang ganas itu, Ji-Hyun. Sungguh dia merasa tidak sabar.

"Nyonya Lee pulang." Suara kepala pelayan menarik perhatian semua orang.

"Kalian tidak bilang dulu mau ke sini." Jaemin cemberut dan itu mendapatkan kekehan dari kakaknya.

"Namanya juga kejutan." Ucap Renjun santai tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.

"Tidak ada oleh-oleh untukku?" Tagihnya.

"Tidak ada, kalau mau oleh-oleh sana pulang ke Jepang." Timbal Karina.

"Sebenarnya aku mau-mau saja, tapi aku agak sibuk sekarang." Alasan Jaemin. Lalu dia duduk di samping sang suami yang tanpa sadar memaksa Ji-Hyun menggeser posisi duduknya.

"Tidak aku sangka selera kamu tinggi juga."

"Oh jelas." Jaemin terkekeh pelan. Ia memeluk lengan suaminya tanpa segan, ya, semua di ruangan ini kan keluarganya.

"Hati-hati, godaanya pasti banyak." Peringat Karina, pun ada nada sindiran didalamnya, "nanti direbut pelakor lagi." Lanjutnya.

"Ambil saja kalau mau, itupun kalau suamiku siap menghadapi baba. Kamu tahu sendirikan seperti apa kalau baba marah. Kakak ipar saja sampai masuk rumah sakit waktu terjadi kesalahpahaman."

"Jangan lagi hal itu terjadi. Aku tidak mau wajah suamiku menjadi jelek." Renjun tidak terima. Guanlin yang menjadi topik pembicaran diam-diam juga berharap hal itu cukup terjadi sekali seumur hidupnya.

"Itulah kenapa aku mengingatkan tadi." Kata Guanlin mengarah kepada Jeno dan Ji-Hyun.

"Untung saja perempuan itu masih selamat." Tidak lagi-lagi Renjun mengingatnya. "Kalian kalau ada apa-apa bahkan belum pasti, jangan sampai baba tahu, bilang sama kami saja sudah cukup." Peringat Renjun kepada pasangan suami istri di depannya.

"Bukannya kalian sama saja, ya?" Jaemin memicingkan matanya.

Renjun menggidikkan bahunya acuh, "Mungkin."

Disela-sela waktu mengobrol mereka, seseorang masuk mengalihkan antensi seluruh orang. Yena pulang dengan keadaan yang cukup telihat kusut. Ia berhenti melihat ada tamu penting tentu saja.

"Selamat sore." Sapa Yena ramah. Tentu saja dia tidak seceroboh seperti orang-orang tidak berpendidikan tentu saja. Ya walaupun dia suka mencari masalah dengan beberapa orang, bahkan anggota keluarga Lee sendiri. Tamunya ini patut diwaspadai.

"Selamat sore juga, Nona Yena." Sapa Renjun balik. "Ini sepupu suamiku, namanya Karina. Kalian belum pernah bertemu, dan ini suamiku, namanya Lai Guanlin."

"Halo, aku Lee Yena."

"Halo, aku Karina." Sapa Karina balik, dan Guanlin hanya tersenyum tipis sebagai jawaban.

"Maaf sebelumnya, aku tidak bisa bergabung dengan kalian, aku cuma pulang sebentar untuk mengambil barang." Ucap Yena tak enak hati.

"Tidak apa-apa, kami mengerti kok. Memang susah kalau kerjaan sedang menumpuk." Jawab Renjun.

"Kalau begitu aku permisi semuanya."

"Eh, tunggu, aku ikut." Tiba-tiba Ji-Hyun berdiri dari duduknya.

Yena terdiam sejenak, lalu ia menyadari situasinya. "Ayo, kebetulan aku ada perlu sama kamu, mumpung sudah bertemu, sekalian saja."

Kemudian Ji-Hyun izin pergi kepada semua orang. Renjun yang melihat itu mencuri-curi pandangan ke arah depannya. Kenapa seperti ada yang mengganjal, pikirnya.

"Kamu tidak disulitkan oleh keluargamu lagi, kan?" Renjun bertanya kepada Jeno. Diawal pertemuan kan keluarga Lee tampak berbahaya sekali.

"Sepertinya mereka kesulitan mencari cela untuk berulah sekarang, terlebih sekarang posisiku sebagai kepala keluarga." Jawab Jeno.

"Kalau kalian butuh pengawalan dan mata-mata lebih, bilang saja. Suamiku ini diam-diam sangat berbahaya. Maksudnya, dia terlibat dengan bisnis hitam." Ucap Renjun mengecilkan suaranya diakhir kalimat.

Hal itu membuat Jeno secara tidak sadar meneguk ludahnya kasar. Keluarga Lee berbisnis secara bersih tanpa campur tangan hal-hal mengerikan seperti itu. Tentu saja dia tidak akan terbiasa. Walaupun dunia bisnis memang terkenal cukup ekstrim dalam bersaing, tapi dia tidak mau menjalin hubungan dengan hal ilegal, salah sedikit itu akan sangat merugikan. Kalau begini, sama saja seperti bunuh diri kalau bercerita suatu masalah dengan mereka.

Makan malam berlalu begitu saja. Karena mereka akan pulang malam ini ke Jepang, Renjun meminta waktu untuk bercengkrama dengan adiknya. Jaemin yang tidak berpikir aneh-aneh, tentu saja dia merasa senang. Lagipula sudah cukup lama mereka jarang berbicara dengan santai.

"Jujur saja, kamu bahagia tidak di sini?" Kalimat itu langsung membuat Jaemin terdiam.

"Tentu saja aku bahagia. Aku agak kaget karena mereka tidak seseram kedengarannya. Jadi tidak seru." Jaemin mencebik sedih.

"Halah, kamu saja yang suka dengan masalah." Cibir Renjun, "Maksudku, masalah dengan rumah tangga kalian. Wanita itu bukan ancaman, kan?" Tanya Renjun to the point.

"Tidak kok, biasa saja." Jawab Jaemin.

"Kamu yakin? Aku merasa tidak suka dengan kedekatan mereka. Ya, semoga saja memang cuma berteman."

"Aku akan mengurusnya sendiri jika terjadi sesuatu. Kakak tenang saja."

"Kalau kamu merasa terlalu berat, bilang saja, mengerti?" Jaemin mengangguk. Belum saatnya keluarganya tahu, selagi Jeno masih bisa menjaga batasannya.

--^

Peran Antagonis (nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang