Chapter (32) Dibalik Sikap Aneh

1.5K 153 3
                                    

Jeno terduduk diam dengan menggenggam tangan Jaemin. Pria yang berstatus istrinya itu tengah tertidur karena efek obat, sekaligus mengistirahatkan tubuh serta pikirannya yang tidak stabil akhir-akhir ini. Jeno masih fokus menatap Jaemin, pikirannya menerawang jauh dari awal dia bertemu dengan Jaemin hingga mereka merubah status dari teman menjadi pasangan suami istri. Jeno tidak terlalu paham dengan perasaanya, ketika berdekatan dengan Jaemin terkadang membuatnya gelisah, terkadang juga membuat jantungnya berdebar kencang, sehingga Jeno merasa menghindari Jaemin lebih baik.

Jeno menoleh ke arah pintu ketika pintu itu terbuka. Hendery masuk dengan tentengan di tangannya, itu pakaian yang Jeno minta bawakan, walaupun dia menggunakan pakain rumah sakit saat ini. Seharusnya Jeno memang di rawat karena luka tembak yang dialaminya, akan tetapi Jeno menolak, dia lebih memilih menjaga Jaemin. Dia tetap saja khawatir mesti Jaemin maupun calon bayi mereka sudah dalam kondisi baik-baik saja setelah di rawat hingga pagi menjelang siang ini, mereka berdua sudah dalam keadaan bisa dikatakan aman.

"Jen, ada kakak iparmu di luar. Mereka memintamu untuk keluar."

"Kau jaga Jaemin dulu." Jeno beranjak dari duduknya walau setengah hati meninggalkan Jaemin. Jeno keluar dari ruang rawat Jaemin disambut oleh tatapan dingin dari dua orang berstatus suami istri, yang merupakan kakak serta kakak ipar Jaemin.

Renjun berdiri mendekati Jeno. Belum sempat Jeno mengeluarkan suara menyapa, rahangnya sudah menjadi sasaran tinjuan dari kakak iparnya, membuat Jeno yang tidak siap langsung tersungkur ke lantai.

"Sudah kuduga ada yang tidak beres." Desis Renjun marah. Siapa juga yang tidak terkejut mendapat kabar kalau sang adik mengalami pendarahan serta terkuaknya adanya perselingkuhan? Renjun langsung bertolak ke Korea meninggalkan pekerjaanya, begitupun Guanlin ikut mengekori istrinya.

Guanlin mendekati keduanya dengan tokat bisbol di tangannya. Menyeret tongkat itu mengasilkan bunyi khas di lorong rumah sakit yang sunyi. "Di keluarga kami tidak ada kasus perselingkuhan, Lee Jeno. Kau membuat keluarga kami tercemar. Sudah untung diberi restu, kau malah main-main. Kau mau mati atau mau cacat seumur hidup?"
Jeno tidak bergemi walau kemungkinan besar dia tidak akan lolos dari dua orang yang siap menghakiminya. Dia sadar telah menghianati kepercayaan keluarga Jaemin padanya.

"Mati terlalu mudah untuknya." Renjun tidak terima ide itu.

Bug!

Hendery yang mendengar kericuhan di luar ruangan buru-buru mengintip. Takut saja itu musuh yang tahu kalau keadaan Lee sedang tidak baik-baik saja sehingga memanfaatkan keadaan ini untuk menyerang. Namunya nyatanya Hendery menyesal, dia tidak bisa mengekpresikan apa yang dia lihat.

"Ini rumah sakit! Anda memukuli pasien saya. Tolong berhenti! Dia tanggung jawab saya."Dokter pribadi Lee tampak panik berusaha menghentikan tindakan gila dihadapnnya.

"Dia adik ipar yang sangat disayangkan tidak mau saya akui lagi. Saya lebih berhak memberikannya pelajaran. Tugas Anda hanya mengobatinya, jika dia tidak selamat biarkan saja." Renjun yang tidak senang diganggu.

"Lalu apa Anda tidak memikirkan adik Anda jika terjadi sesuatu pada suaminya?"

"Untuk apa memikirkan bajingan tidak tahu diri ini?" Tanya Renjun balik.

"Itu pendapat Anda, belum tentu sama dengan pendapat adik Anda. Jika memang nyonya Lee ingin tuan Lee tiada, nyonya sudah menembak kepala tuan di rumah tadi malam."

Renjun memutar bola matanya malas. "Anda setia sekali dengan dia, ya."

"Kalau Jaemin sudah sadar kabari saya." Guanlin berbicara kepada Hendery.

"Tentu." Hendery ngangguk kaku. Tidak lucu kalau dia menolak mendapatkan pukulan tidak terduga.

"Ayo, Sayang. Nanti kita ke sini lagi." Guanlin merangkul Renjun. Mereka berdua pergi dari sana meninggalkan tiga orang dengan dua orang syok, dan satunya tergeletak tidak sadarkan diri, mungkin. Renjun melambiaskan kemarahannya dengan sangat amat puas.

"Dokter, tolong selamatkan, Jeno." Ucap Hendery dengan matanya yang tampak ada tanda-tanda akan ada yang mengalir dari sana. Jeno itu, walaupun jalan pikirannya suka tidak ngotak, dia sejatinya adalah orang yang baik. Dia hanya sedang tidak mengerti saja.

--^

Selang beberapa jam dari kejadian aksi brutal pemukulan Jeno, mama Jeno yang baru mendarat langsung ke rumah sakit mendapatkan kabar kalau Jeno masuk ICU, dan dalam keadaan koma. Ibu mana yang tidak terkejut, dia mendapatkan kabar sebelumnya kalau putranya itu membuat ulah sehingga bertengkar dengan istrinya, berakhir terjadi pendarahan. Ketika dia sudah mendarat, malah putranya masuk ICU. Wajah cantiknya sudah tampak sangat panik.

"Ini kenapa, Hen?" Mama Jeno menanyai Hendery yang menunggu di depan ruang ICU.

"Jeno tadi dihajar oleh kakak serta suami kakaknya Jaemin, Tan." Ucap Hendery takut-takut. Siapa tahu saja setelah ini kedua keluarga, Lee dan Nakamoto, bahkan ditambah Lai akan cekcok.

Helaan napas terdengar dari wanita paru baya itu. Dia tidak bisa berkomentar lebih, putranya memang salah. Untung tidak langsung meninggal dunia. Selama hampir setahun ini dia menyelidiki baground keluarga menantunya itu, hasilnya memang sangat mengejutkan. Wajar saja jika keluarga Lee dengan muda dia singkirkan. Lalu Jeno yang labil itu membuat salah satu anggota keluarga mereka menderita, dan inilah yang terjadi.

"Siapa yang menjaga Jaemin?"

"Jaemin dijaga temannya, Tan."

"Tante mau melihat Jeno dulu, nanti Tante ke sana. Jaemin sudah sadar, kan?"

"Sudah, Tan."

--^

"Aku tidak melihat sih, cuma memang separah itu kata Hendery." Kyu bergidik membayangkannya.

"Biarkan saja. Dia memang harus menderita dalam waktu yang lama. Berani sekali sudah kuberi kesempatan untuk mengerti, malah terang-terangan bilang mencintai Yena. Rasakan! Aku memang menunggu kakakku datang." Jaemin acuh tak acuh dengan keadaan Jeno.

"Aku akui Jeno juga memang kelewatan, sih ...." Kyu juga ragu untuk membela.

"Oh ya, di mana Xiaojun?" tanya Jaemin.

"Dia menghandel Vanessia tahu. Paman Jeno kan di penjara, Eric menggantikan Jeno sementara nanti dibantu sama Hendery. Kalau University, Young Hoon yang bantu. Intinya semua serba mendadak karena Jeno koma." Kyu bercerita dengan semangat. "Nanti aku bantu Xiaojun juga sampai semuanya kembali."

"Mama Jeno sudah sampai. Nanti dia ke sini katanya, Jaem." Hendery masuk ruang rawat Jaemin, lalu duduk di sofa dalam sana, dia masih bekerja ngomong-ngomong.

"Pasti mama cerita nanti. Kalian pergi saja kalau mama datang, kalian ini sedang sibuk, aku tidak perlu ditemani terus."

"Kalau mau bertemu kakakmu kabari aku, Jaem. Pesan kakakmu tadi sebelum pergi."

"Hm." Jaemin ngedengung.
"Ngomong-ngomong, Yena?"Dia belum mendapatkan kabarnya.

"Sangat disayangkan, dia selamat." Jawab Kyu.

"Ah ...."Jaemin ngangguk ngerti.

"Kamu menyerang Jeno dengan calon bayi kalian itu kenapa, Jaem? Jeno seperti anak TK yang ketakutan begitu." Hendery sudah kepalang penasaran mendengar cerita Eric dan Young Hoon perihal kelakuan Jeno semalam.

"Kau tahu seperti apa kehidupan Jeno dari kecil, kan, Hen? Kata mama, dia berkomitmen untuk menjadi ayah yang terbaik. Dia secara tidak sadar membangun ketakutannya sendiri apabila dia lalai sebagi seorang ayah. Mama baru mengatakan sampai sana ketika mama mengingatkan ku untuk berhati-hati jika kami memang ingin cepat memiliki anak. Pengalaman mama yang sulit untuk mempertahankan calon anak mereka setelah mengalami keguguran kedua kali, barulah Jeno yang berhasil selamat." Jelas Jaemin. "Aku mencobanya semalam, dan tidak tahu kalau hasilnya seperti itu. Dia tidak memikirkan apa pun lagi selain menghalangi niatku. Seperti bayi yang menangis tersedu-sedu kalau kata Young Hoon." Lanjut Jaemin.

--^

Peran Antagonis (nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang