Chapter (19) Mematik Api

1.2K 141 8
                                    

Hendery berpapasan dengan Jaemin yang sepertinya siap untuk pergi. Matanya mengerling mengisyaratkan bahwa ada sesuatu di bawah sana.

"Apa yang kamu bawa?"

"Beberapa berkas penting yang harus diperiksa Jeno hari ini. Jadi aku membawanya ke sini."

"Biar aku saja kalau begitu." Jaemin merebut berkas dari tangan sekretaris suaminya. "Kalian tidak ada yang ingin di diskusikan, kan?" Tanyanya memastikan.

"Tidak ada kok."

"Bagus. Sana kamu pergi saja." Usir Jaemin mengibaskan tangannya.

"Bukannya mau pergi, ya?"

"Iya sih sebenarnya. Tapi tidak jadi, aku mau mematik api."

"Aku mau mengintip saja lah kalau begitu, hehehe ...." Hendery memamerkan cengiran konyolnya.

"Mau mu. Dah ...." Ia melenggang pergi bertolak ke ruang kerja suaminya. Sungguh tidak sabar.

"Suami~"

Jaemin masuk dengan senyuman lebarnya, tanpa menutup pintu ia bergelayut manja dengan Jeno yang duduk di kursi.

"Katanya mau pergi?" Jeno memeluk pinggang istrinya, takut saja jatuh, kan tidak lucu. Bisa lecet asetnya nanti.

"Tadinya iya. Tapi setelah dipikir-pikir sayang kalau keluar hari ini. Jarang-jarang kamu kerja dari rumah."

"Jadi mau menemani aku kerja?"

"Hum." Jaemin ngangguk mengiyakan. "Mengapa pakai pakaian formal kalau di rumah saja?" Tanyanya. Tatapannya tidak lepas memandangi tubuh kekar dibalut oleh kemeja putih. Rasanya ingin Jaemin hap saja.

"Jam 11 ada rapat sebentar. Sekalian saja, aku malas berganti lagi."

"Hoo ...." Jaemin ngangguk mengerti. "Oh ya, berkas dari Hendery ya ini." Tunjuk Jaemin pada berkas yang ia letakkan di atas meja.

"Aku periksa dulu kalau begitu. Ini kamu duduknya yang benar, nanti jatuh."

Jaemin membenarkan duduknya dengan duduk nyaman di pangkuan Jeno. Kepalanya tergeletak di pundak suaminya, juga kedua tangannya memeluk tubuh suaminya itu. Hingga senyuman tipis terbit di bibir indahnya. Dengan posisi kursi menyamping dari arah pintu, jelas ia bisa melihat dengan jelas. Sudah ia rencanakan sejak awal.

Entah mereka tidak kompak atau memang dia datang tanpa pemberitahuan.

Hah .... Bodohnya~

Jaemin melancarkan aksinya, ia mulai mengendusi leher Jeno. Siapa yang tahan dengan perlakuan seperti ini? Kecup-kecupan kecil turut ia bubuhkan di atas kulit putih sang suami.

"Aku lagi kerja lho, Sayang." Jeno melayangkan protes dengan suara berat seolah ia tengah menahan sesuatu.

"Kamu fokus saja kalau begitu." Jaemin acuh. Bahkan sebelah tangannya dengan santai membuka kancing kemeja Jeno perlahan. "Bagaimana kalau kita bermain sebentar?" Bisiknya dengan nada sensual.

Siapalah Jeno yang tahan dipersilahkan masuk tanpa ia minta. Tangannya ikut bermain menyusuri lekuk tubuh indah orang yang berada diatasnya.

Lenguhan terdengar merdu membuat Jeno semakin semangat bermain. Dengan tergesa ia mencoba melucuti pakaian yang menggangu permainannya. Tapi tautan bibir enggan ia lepaskan.

Jaemin yang juga tidak sabar mempermudah usaha Jeno. Mereka enggan pindah dari kursi kerja yang membatasi pergerakan mereka.

Sesi panas itu disaksikan secara langsung oleh seseorang yang berdiri diambang pintu ruang kerja Jeno dengan tatapan membunuh terpancar jelas, seolah tatapan itu bisa membunuh orang yang ada dihadapannya.

Disela pergumulan panas itu Jaemin menyempatkan dirinya untuk mengejek dengan mengacungkan jari tengahnya lengkap dengan tatapan meremehkan.

"Apa yang sudah menjadi milikku tidak akan kubiarkan menjadi milik orang lain. Dengar, Lee Jeno?"

"Aku hanya milikmu."

"Bagus."

-------

Ji-Hyun dengan wajah masam melewati Yena. Ia tidak perduli dengan teman masa kecilnya itu.

"Ada apa denganmu?" Yena menahan Ji-Hyun untuk pergi sedangkan mereka sudah memiliki janji sebelumnya.

Ji-Hyun berbalik menatap Yena marah. "Kalau sampai terbukti, maka jangan harap kalau kita tetap menjadi teman. Aku tidak ingin berteman dengan penghianat." Geramnya.

"Apa maksudmu?" Tanya Yena bingung.

"Jangan rebut Jeno dariku, Lee Yena. Mengerti?"

"Permasalahannya macam apa lagi ini?" Hendery yang mengamati dari lantai atas hanya menggelengkan kepalanya. "Itu juga, berbuat begitu dengan pintu yang terbuka lebar, selebaran harapan saja." Sungguh, Hendery sebenarnya lelah.

Yang punya masalah siapa? Yang lelah siapa?

"Apa aku menghubungi Dejun saja, ya?"

-------

Peran Antagonis (nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang