BAB 5
Steel dan ayahnya datang tepat tiga puluh menit setelah adzan isya keesokan harinya, disambut Raki yang masih berwajah datar dan Yanti yang tersenyum ramah. Ibunya tidak tahu menahu tentang perselisihan Raki dan Rena kemarin, pun tak perlu tahu. Biarlah beliau bahagia dengan kabar ini tanpa harus mencemaskan apa pun termasuk masa depan Rena yang terombang-ambing lantaran kecerobohannya sendiri.
Dan kini, di sinilah mereka berada, berbasa-basi sebelum kemudian Pak Subhan mengutarakan maksud kedatangan yang sudah diketahui dengan cukup pasti. Saat calon ayah mertuanya itu mulai berdeham untuk memulai, Rena merasakan tangannya mendingin dan berkeringat hingga harus mengelapkannya pada bagian tepi pakaian yang kala itu ia kenakan.
Musim sedang tidak menentu saat ini, tapi bukan itu alasan tubuh Rena mendadak meriang. Ia menarik napas panjang untuk mempersiapkan diri demi apa pun yang akan terjadi malam ini mengingat sifat kakaknya yang sama sekali tak mudah ditebak.
“Jadi, maksud kedatangan kami ke mari,” Pak Subhan memulai, Steel yang duduk di sampingnya menunduk sambil sesekali melirik Rena yang sejak tadi setia dalam bungkam, hanya berbicara saat sedang ditanya itu pun cukup dengan anggukan dan gelengan singkat. “--adalah untuk melamar Nak Rena untuk putra bungsu saya, Steel,” lanjut beliau penuh wibawa. “Sebelumnya, kita beberapa kali sempat bertemu, tapi saya tidak tahu kalau ternyata mereka memiliki hubungan. Dunia kadang memang selucu itu,” tambah Subhan, sedikit berkelakar yang sayang gagal memancing respons humor.
Raki justru menanggapi terlalu serius. “Saya juga tidak tahu kalau sebelumnya mereka memiliki hubungan. Atau memang tidak ada hubungan apa pun.”
Rintik gerimis mulai berjatuhan dari langit, menyapa genteng rumah dan membuat bunyi tik tik tik yang justru menambah tegang suasana sesaat sebelum Pak Subhan menanggapi dengan tawa yang agak hambar. Sepertinya beliau mulai paham bahwa kedatangannya ke rumah ini tidak terlalu diharapkan oleh tuan rumah. Sopan santun yang Raki perlihatkan jelas sekali dipaksakan.
Benar Subhan merupakan mertua Lumi. Pun benar Raki suami dari Cinta. Mereka tidak bisa disebut keluarga, tapi ah ... bagaimana menjelaskannya? Suasana saat ini terlalu aneh. Dan Subhan mengetahui itu, pun merasa wajar karena sebelum ini Steel tidak pernah membahas apa pun tentang seorang wanita bernama Rena.
Rena, adik ipar Cinta yang sebelumnya berniat Steel jadikan istri. Jadi wajar kalau Raki tidak menyambut hangat lamaran ini.
Saat Steel pertama kali mengatakan ingin Subhan melamarkan seseorang untuknya saja, lelaki paruh baya tersebut sempat dibuat kaget. Ia yang kala itu sedang menikmati pagi dengan membaca portal berita sambil meminum kopi di teras rumah, langsung kehilangan fokus baca dan langsung menoleh pada sang lawan bicara yang duduk di sampingnya dan hanya terpisah oleh meja bulat.
“Kamu apa?” tanya Subhan, mengira dirinya salah dengar. Kacamata yang melorot dari hidung, beliau betulkan ke posisi semula.
“Aku mau nikah, Pa.”
“Sama siapa? Bukannya kamu udah kalah saing sama mantannya si Cinta.” Subhan mencibir sembari mengambil gelas kopi di sampingnya yang masih cukup hangat dan menyeruput perlahan.
“Rena. Itu loh, adik iparnya Mbak Cinta.”
Subhan tersedak. Kopi yang belum sempat menyentuh lambungnya spontan terdorong kembali keluar lantaran kerongkongan lelaki paruh baya itu mendadak menyempit begitu mendengar kalimat yang dengan lugas lolos dari katup bibir sang lawan bicara.
Steel yang khawatir, kontan langsung bangkit berdiri demi menepuk-nepuk pelan punggung sang ayah. “Makanya, pelan dong, Pa.”
Subhan terbatuk beberapa kali sebelum kemudian meletakkan kembali gelas kopinya ke atas tatakan di meja seraya mengelap bibir yang belepotan. “Kamu gila!”
![](https://img.wattpad.com/cover/325529510-288-k100186.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Win-win Solution, Why Not?
RomansaMenginjak usia kepala tiga, pertanyaan kapan nikah makin santer Rena dapat. Membuatnya kian pusing setiap hari, serasa mendapat teror tiada henti. Padahal, apa salahnya hidup sendiri? Toh, dia tak pernah merepotkan siapa pun. Hanya saja, seringkali...