BAB 8

4.3K 1K 71
                                    

BAB 8

Sesuai kesepakatan, setelah menikah Steel akan tinggal di rumah Rena bersama Yanti, karena Rena tidak tega meninggalkan ibunya sendirian. Steel mengiyakan. Baginya tinggal di mana pun tidak masalah. Subhan dan Rosaline, kedua orang tua Steel juga tidak melarang hal itu.

Yang sedikit menjadi masalah ialah ... sikap Rena yang sama sekali tak bisa ditebak. Terkadang ia begitu hangat, tapi di lain kesempatan menjadi begitu dingin. Membuat Steel bingung sendiri. Sebab dulu Rena tidak demikian.

Perubahan tersebut terasa sejak mereka membuat kesepakatan untuk menikah.

Tidak, mungkin bukan hanya Rena, tapi Steel juga. Dirinya pun merasa aneh dengan semua ini, padahal dirinya yang membuat penawaran gila. Penawaran gila yang diutarakan tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Anehnya, kenapa Rena juga langsung mengiyakan begitu saja?

Tahu apa yang ada di benak Steel saat Rena bilang iya malam itu? Seluruh sistem syaraf dalam tempurung kepalanya seolah berhenti bekerja dan membiarkan pikiran Steel kosong selama sepersekian detik. Kesulitan mengelola informasi yang sebelumnya sama sekali tak diperhitungkan.

Karena sungguh, tawaran semacam itu bukan hal mudah untuk diiyakan. Reaksi normal yang seharusnya Rena dapatkan ialah ditertawakan seperti orang tolol atau mendapat tendangan di tulang kering.

Bukan. Bukan malah tatapan aneh yang diikuti oleh anggukan.

Saat itu, sudah terlambat untuk menjilat ludah sendiri.

Oh, tolong jangan tanya alasan Steel menawarkan pernikahan dadakan. Barangkali karena dirinya sudah terlalu putus asa dan malas mencari.

Sebenarnya tidak. Ada alasan lain. Di mata Steel kala itu, Rena tampak bagai pilihan paling tepat. Benar dia adik Raki, lelaki yang sempat mengkhianati keluarga. Tetapi, Rena tidak terlihat seperti itu. Dia lebih sederhana dan memandang dunia apa adanya.

Entah sejak kapan Steel mulai memperhatikan wanita itu secara lebih intens. Yang pasti, para ponakan mendekatkan mereka. Untuk ukuran seorang bibi, Rena terlalu protektif pada Flora. Sedang sebagai seorang paman, Steel ingin Tita menjadi wanita tangguh yang bisa membela dirinya saat berada di situasi yang menyudutkan. Sedang Tita, Nana dan Flora sama sekali tak terpisahkan.

Dari pertemuan pertama mereka tiga tahun lalu, semesta menjauhkan mereka selama beberapa waktu. Sampai akhirnya Cinta melahirkan anak kedua dan direpotkan oleh masalah perceraian, jadilah Rena yang lebih sering mengurus Flora dan mengantar jemput bocah itu ke sekolah. Seperti Steel yang menjelma sebagai ajudan sang keponakan.

Dari sana mereka jadi sering bertemu.

Ugh, jangan tanya bagaimana situasi saat pertemuan kedua kali. Rena pura-pura tidak mengenalnya. Dia bahkan langsung melengos saat pandangan mereka bertemu! Oh, sok cantik sekali.

Steel yang juga sebenarnya tidak tertarik menyapa sama sekali, meladeni wanita itu dengan bersikap sama kooperatif. Rena berdiri di sisi gerbang dan memarkir motornya di bahu jalan. Sedang Steel tetap di dalam mobil di seberang dengan kaca jendela yang dibiarkan terbuka agar nanti Tita mudah menemukannya.

Begitu bunyi bel pulang berdenting, para siswa taman kanak-kanak langsung menghambur keluar. Oh, jangan tanya, Tita, Nana dan Flora ada di barisan paling depan. Ketiganya memang paling bersemangat urusan pulang duluan. Lalu langsung menghambur ke arah Rena dan berebut untuk mendapat perhatian.

Saat itu untuk pertama kali, Steel melihat Rena dengan cara berbeda. Ekspresi adik Raki langsung berubah begitu memandang anak-anak. Ia berjongkok dan memberi perhatian sama rata pada tiga tuyul nakal itu. Memperhatikan saat mereka bicara dan tersenyum penuh pengertian. Dia bahkan mengantarkan Tita ke seberang jalan dan menuntunnya dengan sikap protektif. Lalu mengelus kepala Tita saat bocah itu tepat sebelum Tita memasuki mobil sang Om. Tanpa melirik Steel sama sekali.

Win-win Solution, Why Not?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang