12. TOOK THAT ONE LIFE FORCED

7 2 0
                                    

Jangan lupa vote and komen!!
Ramaikan ya, rekomendasiin cerita ini ke temen-temen kalian🤗
Happy reading and enjoy guys ‼️

-

-

-

Siang ini Chelie kembali berkunjung menemui Xera dan Kate, gadis dengan rambut blonde itu datang tanpa menggunakan seragam polisi. Wajar saja, hari ini ia sedang menikmatinya cuti.

"So what did you find yesterday afternoon? What terror again?" Chelie menatap Kate dan Xera secara bergantian.

Sepulang dari City Beach, Xera menelepon Chelie dan menceritakan soal surat yang menerornya. Teror yang diterima Xera dan Kate sudah dua kali. Belum ada yang memperkirakan kapan akan berakhir.

"Yes, yesterday I called you Chel. We were given this letter, again with no sender's name," jawab Xera memberikan surat yang sudah mereka buka kemarin sore di pantai dan menyimpannya di atas meja.

Chelie langsung meraihnya, matanya bergerak membaca setiap kata yang tertulis oleh pena. Kemudian ia menghela nafas, kembali menatap kedua teman barunya.

"This letter is part of the threat, but you don't need to worry. We the authorities will expedite the investigation. I hope you guys understand, this case is very complicated. The evidence we have is scanty," jelas Chelie.

Xera dan Kate saling menatap, tersirat dari tatapan keduanya tengah beradu argumen dalam batin. Apa hanya ini respon polisi padahal nyawanya sedang menjadi taruhan?

Sejujurnya Xera sangat kecewa, ia pikir dengan membuat Chelie menjadi temannya gadis itu akan mengerti, namun rupanya sama saja. Apa surat teror yang mengancam nyawanya itu adalah hal sepele?

"BRENGSEK!" teriak Kate kesal, ia melempar dua bantal sofa ke sembarang arah.

Setelah melihat Chelie menaiki mobilnya dari jendela dengan membawa surat teror. Kate berteriak menumpahkan kekesalan yang sudah berada diujung tenggorokan.

"Masa responnya gitu doang sih! Dia pikir nyawa gue setara sama nyawa kucing?" Tangan Kate bergerak melempar kaleng soda bekas ke luar jendela, tak peduli siapa yang akan terkena imbasnya.

Xera yang melihat itu hanya bisa pasrah, ia bukan type orang yang akan melampiaskan kekesalannya dengan melempar benda. Dengan tubuh yang rasanya sudah tak berenergi, Xera menghempaskan tubuhnya ke atas kasur.

Mengingat kembali isi surat yang kemarin ia baca, hanya tiga nyawa, dan dirinya harus bisa bertahan hidup. Apa artinya tiga kali juga nyawanya akan hampir lenyap?

Prang!

Xera terlonjak, ia melirik Kate yang baru saja memecahkan gelas. "Kate, lo jangan terlalu emosi dong. Gue tau lo kecewa, tapi kontrol emosi lo," ucap Xera menghampiri Kate.

"Lo pengen gue tenang? Lo nggak kecewa setelah denger apa yang diucapin temen polisi lo itu?" tanya Kate dengan tatapan sinis.

"Gue kecewa, jujur gue kecewa banget. Tapi seharusnya lo jaga emosi, nggak sampe harus pecahin gelas segala, Kate."

"Lo pikir gue peduli? Nggak. Yang sekarang gue peduliin itu nyawa gue, lo inget aja surat itu, cuman tiga nyawa, Xer. Lo ibaratkan aja kita itu karakter disebuah permainan yang cuman dikasih tiga nyawa, kalo nyawanya habis, lo tau kan bakal gimana?" jelas Kate dengan nafas memburu. Dari sorot matanya ia terlihat sangat kecewa dan marah.

"Gue tau, tapi coba pikirin solusinya pake kepala dingin. Nggak usah pake emosi, gue tau lo itu orangnya kayak gimana. Tapi tolong sekali ini aja kita omongin baik-baik, kita cari jalan keluar tanpa harus melibatkan polisi." Xera berusaha menenangkan Kate. Walau sebenarnya tidak mungkin sahabatnya itu akan langsung mengerti.

Surprise To Perth [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang