Alin memasuki kelasnya dengan tatapan bingung. Ia melihat satu persatu teman-temannya yang terlihat pucat dan ketakutan saat dirinya masuk.
"Mereka kenapa?" Batin Alin.
Mencoba berpikiran positif, Alin terus berjalan mencari tempat duduk. Ia meletakkan ranselnya diatas meja dan dibuat terkejut ketika seorang gadis yang duduk di meja sebelahnya langsung pergi dengan raut wajah yang benar-benar ketakutan.
"Lo kenapa?" Tanya Alin.
Bukannya menjawab, gadis itu malah mengabaikan Alin. Ia memilih duduk diantara teman-teman kelas mereka yang saat ini duduk dan berkumpul di meja pojok paling belakang.
"Apaan sih?! Gak jelas banget lo semua!" Kesal Alin.
"Kenapa, Lin?" Tanya Widya yang baru datang.
"Tau tuh! Pada aneh pas gue dateng!"
Widya memperhatikan teman sekelasnya. Ia meringis sendiri karena tahu betul apa yang membuat mereka menjadi seperti ini.
"Adit mana, Lin?" Tanya Widya.
"Mana gue tau! Gue bukan emaknya!" Ketus Alin.
"Hati-hati, Lin."
"Bodo!"
"Lembut dikit, Lin. Liat perjuangan dia selama ini."
"Perjuangan apa?! Lo kira dia lagi perang?!"
"Hahahaha! Gak lucu!"
Widya berpura-pura tertawa mendengar perkataan Alin. Ia mendengus sendiri karena temannya ini benar-benar sangat keras dan tidak mau melihat apapun yang sudah dilakukan Adit untuknya.
"Awas, nanti Adit bisa berpaling ke Frida." Peringat Widya.
"Lo pikir gue perduli? Tapi sayangnya, E.N.G.G.A.K!" Sarkas Alin.
"Biasanya emang gitu ya, Lin."
"Apa?!"
"Biasanya kalo masih ada, itu gak pernah dihargai. Tapi, yang biasanya ada dan udah pergi, baru terasa keberadaannya."
Alin terdiam mendengar perkataan Widya. Ia memalingkan wajahnya kesamping dan memilih duduk daripada harus menjawab perkataan temannya itu.
"Beneran, Sita dikeluarin dari kampus?"
"Iya, katanya gara-gara ngomongin Alin yang enggak-enggak."
"Duh! Gimana nih?! Gue juga sempet ngomongin dia!"
"Sstt! Diem! Nanti dia denger!"
"Gue takut!"
"Kita harus hati-hati sekarang!"
"Mending kita jauhin dia aja!"
"Jangan! Nanti kita dikeluarin juga!"
"Trus, kita harus gimana?!"
"Baik-baikin aja dia!"
Alin berdecih mendengar bisikan-bisikan itu. Ia tidak memperdulikan para gadis itu mau bicara apa tentang dirinya. Karena, pada dasarnya ia tidak mau memperdulikan itu semua.
"Wid."
Alin melirik Azka yang baru datang dan memanggil Widya. Ia tersenyum tipis karena laki-laki itu terlihat menyayangi temannya itu dengan tulus.
"Udah selesai?" Tanya Widya.
"Udah. Lagi ngapain?" Tanya Azka.
"Nih, ngasih pidato singkat buat Alin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong In Lop (The Story of Ale's Parents)
Fiksi RemajaKisah Seorang Adit Elezar yang gencar ingin mendapatkan hati Alin Leheria, teman satu kelasnya dikampus yang mencuri perhatiannya sejak diawal masuk kelas. Adit selalu berusaha mencari cara untuk bisa dekat dan menarik perhatian Alin agar selalu ter...