—S A C R I F I C E S2—"Nee?!" Kaget Emellie menatap wanita tua yang berdiri di hadapannya.
Emellie menutup mulutnya.
"Aku pun sangat kaget, Em. Maka dari itu pihak kepolisian tengah mencari keberadaannya."
Emellie mengangguk-angguk.
"Ahjumma, apa kau punya foto nya? Mungkin aku bisa membantu mencari keberadaannya, lewat media sosial."
Ahjumma itu mengangguk, lalu mengirimkan sebuah foto lewat pesan ke Emellie.
Emellie menatap pintu kamar nomor 270 yang masih di segel oleh garis polisi.
"Aku sungguh merasa buruk dan sedih atas kejadian ini. Katanya Jang Eonnie bunuh diri, ternyata di bunuh." Ucap Emellie.
Tiba-tiba ponsel Emellie berbunyi menampakkan kontak Seokjin di sana.
"Halo, Oppa?"
"Aku di lobby, sayang."
"Eum, aku akan ke sana. Tunggu sebentar."
Emellie berpamitan kepada sang tetangga itu, ia berlari masuk ke lift untuk segera menemui Seokjin yang sudah menunggunya di lobby apartement.
Dari kejauhan, dia bisa melihat Seokjin yang tengah duduk sembari memainkan ponselnya. Ia berlari dan memanggil nama lelaki itu dengan senyuman yang sangat tulus.
"Oppa!"
Seokjin mendongak, menyimpan ponselnya ke saku dan berdiri. Lelaki itu merentangkan tangannya.
Emellie masuk ke dalam pelukan hangat Seokjin, gadis itu tersenyum.
"Ada apa?" Tanya Seokjin saat mendengar helaan nafas Emellie yang sangat panjang.
"Aku sedang merasa sedih, Oppa. Tentang kematian tetangga ku."
Seokjin melepas pelukannya, ia mengusap pipi Emellie.
"Kita bicarakan di mobil ya?"
Emellie mengangguk.
—S A C R I F I C E—
Kini Seokjin tengah menatap layar ponsel yang di ulurkan oleh Emellie. Ia menatap foto seorang lelaki, dimana itu adalah kekasih mendiang Nona Jang.
"Kirimkan itu padaku."
Emellie mengangguk dan mengirim foto nya ke Seokjin.
"Sayang, pindahlah ke apartementku."
Emellie menoleh ke arah Seokjin.
"Oppa, aku membeli apartement itu dengan uang."
"Aku mengerti. Tapi aku tidak merasa kau aman di sana. Selama kita belum menikah, tinggalah bersama ku, setelah menikah, kita akan pindah ke rumah baru dan jadikan apartement itu bahan investasi."