08 : Jepit Rambut dan Kenangan

28 14 0
                                    

"Bintang hadir di malam hari, tetapi cantiknya tidak bisa mengalahkan bulan. Di siang hari pun si kecil kerlip itu masih ada, tetapi sinarnya dikalahkan oleh matahari."

🕯️🕯️🕯️

"Anak itu sudah jarang mengunjungiku, terakhir kali ia ke sini sekitar sebulan yang lalu."

Asap rokok hampir mendominasi ruangan itu. Tempat yang bisa dibilang mirip seperti kantor pribadi dengan puluhan berkas di beberapa lemari. Kepala sekolah menatap pria yang tadi bicara, dari keriput wajah keduanya bisa dilihat kalau mereka hampir seumuran.

"Sepertinya dia benar-benar serius perihal ucapannya itu, bahkan hampir sebulan kemarin ia berani melawan Subjek 1 hanya untuk melindungi gadis itu. Bukankah kau sudah memberi tahu dua identitas dari Four Clovers?" Kepala sekolah berkata sembari sesekali menghembuskan asap rokok.

Si pemilik ruangan hanya tersenyum. "Kau benar. Biarkan saja, selama dia menuruti perintahku, aku tidak peduli dengan yang lain. Omong-omong, bagaimana kabar Subjek 1?"

"Dia baik, bocah itu sepertinya tidak akan sama seperti dua lainnya, aku bisa jamin."

Belum ada perbincangan lain. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Ketika hening itu sudah hampir mencapai lima menit, kepala sekolah kembali membuka mulut.

"Tentang gadis itu, apa sebaiknya kita singkirkan saja? Anak-anakmu terlihat dekat dengannya." Kepala sekolah berkata usai putung rokok miliknya sudah ia matikan. Pria seperti mereka tampaknya masih puas dengan cara lama perihal menikmati tembakau.

"Aku baru tahu kalau anakku yang lain juga dekat dengan gadis itu." Sang pemilik rumah melihat ke atap putih di atas kepalanya sebelum akhirnya kembali menjatuhkan pandangan ke arah kepala sekolah.

"Apa gadis itu terlihat punya potensi yang bagus?"

Kepala sekolah menggeleng. "Aku hanya tahu ia pandai memasak dan pintar di mata pelajaran tataboga."

Usai mendengar jawaban kepala sekolah, pria itu tersenyum. "Coba kau pancing lagi, aku ingin tahu kedekatan seperti apa yang kau maksud."

Kepala sekolah hanya mengangguk, niat pria itu hendak segera pamit sebelum akhirnya terbersit sesuatu di kepalanya.

"Dua orang yang kita cari sudah ada di sekolahku, aku tahu bahwa program Bayi yang Terlampau Beruntung sudah tidak dijalankan lagi, tetapi bukankah lebih baik kalau kita kumpulkan ketiganya lagi? Maksudku, membuat mereka lebih kuat lagi?"

Kepala sekolah terlihat santai melontarkan sarannya, seolah kalimat tadi setidaknya pernah terbersit sekali di pikiran pemilik rumah yang tengah ia kunjungi itu. Senyumnya timbul tatkala melihat anggukan sebagai respon dari ucapannya.

"Ide yang bagus, kita bisa pakai para ilmuwan yang masih mau bekerja sama."

"Baiklah. Ah, iya, tentang Subjek 2, apakah sudah waktunya kita bangunkan dia?"

Sang pemilik rumah menggeleng. "Belum saatnya, akan ada waktunya dia kita gunakan."

🕯️🕯️🕯️

"Kepalaku rasanya mau meledak! Siapa yang dengan bodohnya menciptakan ujian, sih?!"

Kemarahan pada suara Amita dapat terasa meskipun volume suaranya tidak terlalu besar. Gadis itu tadi sudah mendapatkan teguran dari penjaga perpustakaan ketika mereka baru duduk lima menit di perpustakaan.

"Kalau tidak ada ujian, manusia dengan otak sepertimu pasti sudah menjamur di bumi."

Dewa dengan lidah pedasnya berhasil membuat Amita bungkam. Raka yang tidak ingin ada keributan langsung memberi kode kepada Lingling agar bertukar posisi dengannya. Gadis berkacamata yang sedari tadi hanya menonton keributan akhirnya mengangguk.

Dua Kabisat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang