16 : Aku Ini Betulan Bodoh, Ya?

19 11 0
                                    

"Makin manusia termakan oleh penasaran, kian dekat pula ia dengan rasa sakit."

🕯️🕯️🕯️

"Aku salah satu dari Legiun."

Mungkin Legiun akan menjadi kata aneh pertama yang keluar dari Raka. Mau Amita berpikir sekeras apa pun, tidak pernah dirinya mendengar kata itu dari mulut orang lain. Dari buku sekolahnya yang selalu ia anggap mengerikan pun tidak pernah ada pembahasan tentang itu.

"Aku merasa tidak asing dengan kata Legiun, apa maksud dari kata itu?" Ren bersuara, mewakili beberapa temannya yang punya pertanyaan serupa.

"Legiun yang kutahu hanya The Roman Legion, tentara Romawi yang pernah menjadi kekuatan utama militer pada zaman–"

"Dewa, mulut pintarmu tidak dapat dimengerti oleh otakku, biarkan Raka yang menjelaskan," potong Amita karena merasa penasaran dengan apa yang Raka katakan tadi.

"Oh maaf, aku lupa kalau udang lebih pintar darimu."

Sindiran Dewa menciptakan raut masam pada wajah Amita, beberapa dari mereka terkekeh dan mencoba untuk tidak tertawa. Baru saja Raka ingin kembali bicara, ayah Lingling langsung berseru seolah ingat akan sesuatu.

"Oh! Legiun itu yang bertugas membunuh siapa pun tanpa gelang itu, 'kan? Yang selalu bertugas dengan pakaian serba hitam dan topeng hitam?"

Semua netra yang awalnya tertuju pada ayah Lingling langsung kembali fokus ke arah Raka, seolah menunggu kebenaran langsung dari remaja itu.

Raka mengangguk. "Benar, aku bekerja sebagai salah satu dari mereka."

Hari ini mungkin menjadi hari yang paling mengejutkan bagi Amita. Raka menjadi salah satu dari kelompok yang pernah bertanggung jawab atas kematian orang tuanya? Dengan apa dirinya harus bereaksi sekarang?

Tiap kali ia bertanya perihal tempat Raka bekerja, temannya itu akan selalu menjawab hal yang sama, menjadi kasir di salah satu pusat perbelanjaan, sama dengan dirinya. Lalu baru-baru ini bekerja pada salah satu pekerjaan kontruksi.

Ketika benar-benar sadar bahwa dirinya dibohongi, sekilas terlintas hari di mana Dewa mengatakan bahwa anak itu bekerja di bagian kontruksi. Wah, dirinya sebenarnya dianggap sebagai teman atau tidak, sih?

Ayah Lingling yang menangkap gelagat Amita langsung buka suara. "Sepertinya ada hal yang harus Amita dan Raka bicarakan, benar? Kita akan kembali membahas ini setelah makan malam nanti, Om pergi bekerja dulu."

🕯️🕯️🕯️

Keheningan terlama dalam hidup Amita mungkin pantas disematkan untuk keadaan sekarang. Lingling memberikan salah satu kamar tamu yang kosong agar dirinya dan Raka bisa bicara. Sekarang, terhitung hampir setengah jam keduanya tidak bertukar kalimat sama sekali.

"Amita ... kau marah?"

"Menurutmu aku harus marah atau tidak?"

Ketika akhirnya ada kalimat yang dikeluarkan, Amita merasa sedikit lega. Setidaknya bicara itu lebih baik ketimbang diam dan canggung.

"Aku melakukan pekerjaan ini karena hanya inilah yang paling menjanjikan ... maksudku kita hanya tinggal berdua, gajinya juga lumayan dan aku mendapat jaminan tidak akan menjadi korban Dua Kabisat meski tidak bergelang sekali pun."

Raka menyelam ke dalam netra Amita. Pandangan keduanya terkunci pada satu sama lain, yang satu berusaha agar dipercaya, dan yang satu mencoba mencari celah kebohongan.

"Lebih dari itu, aku bisa lebih membuatmu merasa aman jika kejadian itu berulang, Amita."

"Lantas ketika kita merencanakan untuk menghentikan Dua Kabisat, kau akan berhenti dari pekerjaan itu?"

Dua Kabisat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang