25 : Musuh Dalam Selimut

22 11 0
                                    

"Apa yang paling ampuh menyakiti manusia?"

🕯️🕯️🕯️

"Aku tidak tahu berapa kali aku mengatakan ini, tetapi aku masih belum terbiasa melihat kau tersenyum."

Senyum Lingling masih terlihat ketika Dewa menatap aneh ke arahnya. Entah berapa kali kalimat itu ia dengar dari Dewa. Pikirnya, mungkin dirinya yang di masa lalu tidak jauh beda dengan Dewa sekarang.

"Memang aku tidak pernah tersenyum sebelum kita bertemu lagi?"

Dewa menggeleng. "Aku dan kau tidak pernah diajarkan untuk tersenyum, seingatku hanya Subjek 1 yang bisa tersenyum di antara semua Bayi yang Terlampau Beruntung."

Mendengar ucapan Dewa, pikiran Lingling terlintas perihal Subjek 2. Baik dirinya maupun Dewa tidak pernah sekali pun melihat Subjek 2. Rasanya, hanya Subjek 2 yang tidak pernah mereka lihat batang hidungnya.

"Menurutmu, apa Subjek 2 masih ada?"

Dewa yang tengah menyimpan hasil reaksi kimianya mengedikkan bahu. "Aku tidak pernah mendengar tentang Subjek 2. Hal yang pasti kalau dia masih hidup, maka jelas keputusan pemerintah tidak akan berpengaruh sama sekali."

Lingling mengerutkan dahinya. "Mengapa kau berpikir demikian?"

Tok tok tok

Belum sempat Dewa menjawab, ketukan pada pintu kamar Dewa langsung mengalihkan perhatian mereka. Ketika Dewa memberikan izin masuk kepada yang mengetuk tadi, tampaklah wajah Raskal di balik pintu itu.

"Amita mencari kalian, minta ditemani belajar katanya, ada Theo juga."

Raskal berkata sembari memperlihatkan sebuah kertas kepada Dewa dan Lingling. Keduanya hanya mengangguk setelahnya.

"Biarkan saja, Kak, biarkan mereka belajar berdua. Kau bergabung dengan kami saja," ajak Lingling tanpa melirik ke arah Dewa sekali pun. Yang menjadi pemilik ruangan itu hanya menghela napas, toh dia tidak punya kuasa untuk melarang juga.

Raskal melangkah masuk dengan sedikit ragu, netranya meneliti tiap kamar Dewa. Terasa sedang berada di laboratorium mini menurutnya. Banyak sekali peralatan kimia, beberapa tumpukan buku, dan cairan-cairan. Kasur di ruangan itu bahkan penuh dengan bagian tubuh tumbuhan yang sepertinya sengaja diletakkan di sana.

"Kalian sedang membuat apa?" tanya Raskal mencoba berbasa-basi, bisa dilihat lelaki itu cukup canggung meski sekadar mengambil tempat duduk di samping Lingling.

"Dia hanya sedang membuat racun, Kak." Lingling menjawab sembari menunjuk Dewa.

Raskal hanya mengangguk. Lalu, hening kemudian. Keduanya sibuk memperhatikan Dewa yang kembali membongkar tabung kimia, hendak mencoba membuat sesuatu yang lain.

"Omong-omong, keberatan kalau aku bertanya perihal Klub Kosong?" tanya Dewa.

Lingling menoleh ke arah Raskal yang menjadi sasaran pertanyaan Dewa. Lelaki atau bisa disebut pria itu mengangguk. "Silakan."

"Apa tujuan klub itu didirikan?"

"Mungkin kalian sudah bisa menebak dari namanya, untuk mengosongkan anggotanya. Usai kepala sekolah mengirimkan pesan misterius kepada mereka, aku akan beradu fisik sampai salah satu dari kami mati."

"Lalu, organnya kalian curi?"

Pertanyaan Dewa mengingatkan Lingling pada hari di mana mereka menyelundup masuk ke dalam laboratorium sekolah. Ia ingat bagaimana Dewa dengan hati-hati meneliti mayat lelaki di laboratorium waktu itu.

Dua Kabisat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang