"Sejarah ditulis oleh pemenang. Kurasa ini sama dengan penjahat akan terus menjadi penjahat jika sang pahlawan yang menuliskan ceritanya."
🕯️🕯️🕯️
"Aku dan Lingling sudah pernah bertemu, bahkan ketika aku masih bayi."
Bagi Theo dan Ren mungkin hal itu sedikit mengejutkan karena keduanya belum terlalu dekat dengan Dewa. Namun, lain halnya dengan Amita dan Raka, wajah dua remaja itu jelas lebih dari sekadar terkejut. Kalau narasinya dilebih-lebihkan, mungkin yang tepat jantung keduanya seakan berhenti berdetak.
"Wah, aku baru tahu hal itu. Apakah si Dewa-boy ini tetap jarang bicara ketika kecil dulu, Lingling-girl?" Ren bertanya, sedikit aneh melihat wajah Raka dan Amita yang terlihat seperti berlebihan dalam memberi respon.
Ayah Lingling menyesap kopi yang sempat dibuat oleh putrinya, lalu kemudian berkata, "Dewa yang dulu, sama persis dengan yang sekarang."
"Oh, Om Arul kenal dekat dengan keluarga bocah ini?" tanya Ren lagi.
"Tunggu! Setidaknya berikan kami kejelasan! Dewa dan Lingling teman sejak Dewa bayi? Aku bahkan tidak bisa membayangkan mereka bersama ketika keduanya masih bayi!" Amita buka suara, menyampaikan kebingungannya sembari turut mewakili isi kepala Raka saat ini.
"Wajar bagimu untuk sulit membayangkan keduanya bersama ketika masih bayi, alasannya karena ketika Dewa masih bayi, Lingling sudah masuk usia empat tahun."
"APA?!"
Bertambah lagi rasa terkejut Amita malam ini. Kalau ketika Dewa masih dibilang bayi, lalu Lingling berusia empat tahun saat itu, berarti Lingling lebih tua empat tahun darinya? Bahkan Lingling pun lebih tua dari Ren.
"Kau lebih tua empat tahun? Wajahmu bahkan terlihat lima tahun lebih muda daripada anak enam belas tahun biasanya, kecuali jika kau ...."
Ucapan Raka menggantung, mengundang penasaran dari Amita, Theo, dan Raka. Lelaki itu menatap Dewa dan Lingling bergantian, sekejap kemudian pupil matanya membesar.
"Kau sama dengan Dewa?" Netra Raka terarah kepada Lingling, gadis yang dimaksud awalnya mengernyit dengan wajah kebingungan sebelum akhirnya mengangguk pelan sembari tersenyum seolah paham sekali ke arah mana tanda tanya yang Raka lontarkan.
"Aku tidak tahu maksud yang kau bilang sama dengan Dewa, tetapi sepertinya kau sudah tahu kalau Dewa bagian dari mereka? Apa karena kau bekerja menjadi salah satu dari Legiun?" Lingling balik bertanya, Raka tidak memberikan respon sama sekali, wajah lelaki itu terlihat masih belum lepas dari keterkejutannya.
"Apa yang kalian bahas sebenarnya, sih?" Ren berdecih di akhir kalimatnya, sedikit kesal karena dirinya tidak mengerti perbincangan Raka dan Lingling. Sama halnya dengan Theo dan Amita.
"Aku dan Lingling merupakan yang dua terbaik dari Bayi yang Terlampau Beruntung, kami bagian dari Four Clovers."
Teriakan Amita memenuhi meja makan malam ini. Teriakannya tadi paling memekak karena ia terlihat seolah akan mati akibat banyaknya fakta yang menyerang otaknya. Di sisi lain, ayah Lingling hanya tersenyum sembari menikmati kopi.
"2000, 2004, 2008, 2012. Subjek 1, subjek 2, subjek 3, subjek 4. Jadi, kalian subjek 3 dan 4?" Amita bertanya untuk memastikan, hatinya masih dipenuhi rasa terkejut ketika melihat Dewa dan Lingling sama-sama mengangguk.
"Waktu aku delapan tahun, aku pernah mengunjungi salah satu gedung kantor ayahku, kalau tidak salah yang menjadi tempat kalian diculik malam itu." Theo ikut bicara, netranya berkali-kali melirik ke atas seolah tengah berusaha mengingat sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Kabisat
Science FictionDunia berbalut naif selalu dengan tegas berkata, "Yang tenggelam akan bisa jaya di daratan jika mereka bekerja keras." Padahal, sisi munafik mereka berbisik, "Yang tenggelam harus berusaha keras, tetapi yang sudah di daratan akan selalu lebih maju."...