I'm Sorry, Je.

5.4K 592 29
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.

"Ada waktu?"

Jeno terkejut saat mendapati Mark sudah berdiri di depannya ketika ia baru keluar dari toilet.

"Ada yang mau gue omongin sama lo," ucap Mark dengan ekspresi datar. "Penting."

Jeno memutuskan untuk menganggukkan kepala, kemudian menunduk.

"Rooftop," kata Mark seraya beranjak.

Jeno terdiam beberapa saat, sebelum kemudian mengikuti langkah Mark dari belakang. Perasaannya berubah tak tenang. Apa yang ingin Mark bicarakan?

Semoga bukan sesuatu yang membuat hatinya sakit.

.
.
.

"Lo pasti bertanya-tanya ke mana Haechan pergi sampai hari ini gak masuk, kan?" ujar Mark memulai percakapan ketika mereka sudah berada di atap sekolah.

Jeno hanya menoleh, kemudian menundukkan kepala tanpa menjawab perkataan itu.

"Gue tau dia ada di mana," kata Mark. "Tapi, kayanya lo juga gak mau tau itu dari gue," lanjutnya.

"Emang dia di mana?" tanya Jeno setelah keadaan hening untuk beberapa saat.

"Gue ngelihat dia tadi pagi di rumah," sahut Mark seraya memandangi langit biru yang membentang luas. "Kayanya Haechan udah balik jadi Tuan Muda," lanjut pemuda itu yang membuat Jeno memandanginya dengan raut bingung.

"Gue tau kalau Haechan pasti udah cerita tentang masalalunya ke lo," ucap Mark.

Jeno terdiam. Dia sekarang mengerti apa maksud perkataan Mark mengenai Haechan yang kembali menjadi Tuan Muda.

"Tapi, bukan masalah Haechan yang mau gue omongin sebenernya ke lo, Jeno."

Mark kembali bersuara, bahkan Jeno terkejut ketika pemuda itu menyebutkan namanya.

"Ada hal yang lebih penting dari itu," ujar Mark.

"Soal apa?" gumam Jeno sembari menunduk memandangi murid-murid yang berkeliaran di halaman sekolah dari tempatnya berada saat ini.

"Soal kita," balas Mark. "Keluarga kita berdua," lanjutnya.

Jeno menoleh, memandangi Mark dengan sorot mata yang mengisyaratkan menunggu pemuda itu melanjutkan perkataannya.

"Kita bukan saudara tiri," ucap Mark seraya menoleh untuk menatap Jeno yang tengah terkejut.

"Maksud_maksud lo apa?" tanya pemuda itu.

"Lo_" Mark menghentikan perkataannya, seolah dia berat untuk mengucapkan kalimat berikutnya. "Adik kandung gue."

Jeno terkejut. Apa maksud Mark yang berkata jika dia Adik kandung pemuda itu? Padahal yang ia tahu mereka merupakan saudara tiri.

Terdengar suara tawa dari Mark. Tawa yang tak mengandung arti penting. Hanya sebuah tawa parau, yang tidak berati.

"Maksud lo apa, sih?" tanya Jeno. "Kita beda Ayah dan juga Ibu. Gimana bisa lo bilang kalau kita merupakan saudara kandung?"

"Semalam Bunda cerita semuanya ke gue. Soal kita berdua, tanpa ada yang dia sembunyiin lagi," kata Mark seraya menghela napas.

"Apa_apa yang Bunda lo bilang, Mark?" tanya Jeno dengan jantung berdetak tak menentu.

"Bunda bilang kalau lo bukan anak Tante Seulgi, tapi anak Bunda dan Ayah. Sama halnya kaya gue," sahut Mark seraya menatap Jeno yang juga tengah menatapnya dengan pandangan campur aduk.

"Ketika lo baru berumur sekitar tiga bulan dan gue satu tahun lebih, Ayah ngaku kalau selama ini dia sudah menikah dengan Tante Seulgi. Bahkan Bunda yang merupakan istri kedua Ayah. Tapi, mereka nyembunyiin semua itu dari Bunda. Bunda pengen marah, tapi gak bisa karena posisinya hanya istri kedua_"

"Itu gak mungkin!" teriak Jeno cukup keras memotong perkataan Mark. "Mama bilang kalau dia yang merupakan istri kedua Papa, bukan Bunda lo!"

"Semua itu bohong!" balas Mark ikut berteriak. "Semua bohong, Je. Mereka nutupi semuanya dari kita berdua," kata pemuda itu dengan nada lebih pelan. "Bunda bilang, Tante Seulgi yang nyuruh bohong jika suatu saat nanti salah satu dari kita tau kalau Ayah punya dua istri. Tante Seulgi rela disebut sebagai istri kedua Ayah dan bikin gue benci sama dia setelah tau kenyataannya. Bahkan sama lo. Meskipun kenyataan itu palsu."

Jeno bergeming. Perasaannya berubah campur aduk setelah mendengar perkataan dari Mark. Dia tidak tahu apakah semua itu benar atau hanya bualan.

"Tante Seulgi gak bisa punya anak, dia ngambil salah satu anak Bunda. Yaitu; elo, buat jadi anaknya," kata Mark setelah beberapa saat hening. "Mereka misahin kita berdua dari kecil."

"Lo _ lo gak lagi bohong sama gue buat bikin gue sakit, kan?" tanya Jeno pelan.

Mark tertawa miring. "Gue juga gak percaya waktu dengar kenyataan itu dari Bunda, Je," sahutnya. "Tapi, Ayah bahkan Tante Seulgi juga mengatakan hal yang sama ke gue."

"Kapan Mama bilang semua itu ke lo?" tanya Jeno. "Dan kenapa dia gak bilang ke gue juga?"

"Semalam, lewat telpon," balas Mark seraya menghela napas. "Mungkin mereka pikir dalam masalah keluarga kita, gue yang paling bermasalah dan emosional. Sampe mereka milih lebih baik ngasih tau ke gue dulu daripada lo."

Jeno kembali terdiam. Pikirannya saat ini tertuju pada Seulgi. Seorang wanita yang telah merawatnya sedari kecil itu ternyata bukan Ibu kandungnya. Beliau hanya seorang malaikat yang membantu membesarkannya hingga dewasa.

"Maafin gue."

Jeno menoleh ketika mendengar Mark mengucapkan kalimat permintaan maaf untuknya. Mark ikut menoleh, mereka saling memandang.

"Gue udah benci sama lo selama ini. Gue udah jahat sama lo. Ngatain lo dengan kata yang gak pantas diucapkan," kata Mark. Ada kristal bening yang jatuh dari matanya. "Nyebut lo sebagai anak perebut suami orang lain. Ngerebut kasih sayang Ayah dari gue, perusak kebahagiaan gue. Maafin gue, Je. Maaf."

"Mark _"

"Lo Adik gue, Je. Adik kandung gue. Gak seharusnya gue ngomong hal jahat sama Adik kandung gue sendiri. Maaf," ucap Mark lagi.

Jeno menangis, lalu dia memeluk Mark yang langsung membelas pelukkan itu.

"Maafin gue. Maafin gue."

Mark terus mengucapkan kata maaf sembari menangis dalam pelukkan Jeno. Pemuda itu sendiri tidak tahu meski bereaksi seperti apa dengan kenyataan yang ia dengan hari ini.

.
.
.

Tbc~

Bentar lagi mau ending ya gaes~

Mr.Sucks(Hyuckno) END ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang