08. Jadi Ge'er

2.9K 248 23
                                    

"Siapa?" tanya Lily ketus setelah Joe memutuskan sambungan teleponnya.

"Klien," jawab Joe, singkat.

"Klien kok teleponnya pagi-pagi?" tanya Lily lagi.

"Masalahnya di mana?" Joe balik bertanya.

"Kamu kok gitu, sih? Emang gak bisa ya haragai perasaanku sedikit aja?" Lily kesal karena pria itu seolah mengabaikannya.

"Gitu gimana? Aku kan cuma kerja. Kamu jangan lupa kalau aku ini hanya asisten. Memang seperti ini pekerjaanku. Berhubungan dengan klien sudah hal biasa. Mau jam berapa pun itu," jelas Joe.

Lily langsung terdiam. Ia baru ingat bahwa suaminya itu adalah asisten pribadi. Namun ia masih belum bisa mengendalikan rasa cemburunya.

"Kalau kamu tidak siap akan hal itu, harusnya jangan punya suami asisten kayak aku!" skak Joe.

"Ck! Tau ah! Istrinya lagi cemburu bukannya dibaikin malah disudutin kayak gitu!" Lily kesal karena suaminya itu seolah tak memiliki perasaan.

"Oh, kamu cemburu? Emang kamu cinta sama aku?" skak Joe lagi.

Lily langsung gelagapan saat ditanya seperti itu. Bagaimana pun pernikahan mereka terjadi karena 'kecelakaan'. Sehingga Lily malu jika mengatakan cinta lebih dulu.

"Kenapa? Kok gak jawab? Kalau cinta mah bilang aja. Gak ada salahnya kok bilang cinta sama suami sendiri," ledek Joe.

Lily memalingkan wajahnya. Ia sangat malu karena terjebak oleh kata-katanya sendiri. 'Sial! Jadi malu kan aku,' batinnya.

Sebelah ujung bibir Joe tersungging. Ia puas bisa menjebak Lily hingga malu seperti itu.

Beberapa saat kemudian mereka sudah tiba di kantor. "Hari ini aku ada meeting penting. Kamu langsung ke ruangan saja!" ucap Joe, sebelum turun dari mobil.

"Gak ah! Aku mau ikut meeting. Kan lumayan bisa belajar," sahut Lily. Bukan Lily namanya jika tidak membantah.

"Yakin? Tapi kamu jangan sampai bikin onar, ya!" pinta Joe.

"Maksudnya apa?" tanya Lily, kesal.

"Gak ada maksud apa-apa. Tapi klien yang akan datang nanti wanita cantik. Semoga kamu bisa mengendalikan dirimu," ucap Joe. Kemudian ia turun dari mobil dan mengendalikan diri.

Tentu saja Lily kesal mendengarnya. "Wanita cantik dia bilang? Emang aku kurang cantik apa? Seumur-umur dia gak pernah muji aku. Tapi kenapa dia malah muji orang lain?" keluh Lily.

Ia sangat kecewa karena mendenga suaminya sendiri memuji wanita lain. Lily pun turun dan membuntuti Joe.

"Jadi sekarang kamu gak ke ruangan dulu?" tanya Lily.

Belum sempat Joe menjawab, wanita cantik itu sudah muncul di hadapannya. "Pagi Joe!" sapa wanita itu.

Joe menoleh ke arah suara. "Pagi! Mari!" ajaknya. Ia pun mengabaikan Lily untuk kesekian kalinya.

'Oh! Jadi itu cewek yang dia bilang cantik?' batin Lily, kesal. Ia langsung menekuk wajahnya dan membuntuti Joe lagi.

Sepanjang jalan Joe asik berbincang dengan wanita itu. Ia seolah tak menganggap Lily ada. Tentu saja hal itu membuat Lily sakit hati.

'Apa aku serendah itu di matanya sampai dia gak nganggap aku ada?' batin Lily.

Saat tiba di depan lift, Lily terdiam untuk sesaat. Ia yang sedang kesal pada Joe itu tidak ikut masuk ke lift. Ia memilih untuk naik lift sebelahnya.

Ting!

Joe terkejut saat melihat Lily tak ikut naik ke lift yang baru saja tertutup pintunya itu. Sedangkan Lily masuk ke lift sebelah sambil menggerutu.

"Iya aku tau emang dia gak pernah mengiginkan pernikahan ini. Tapi apa harus sejahat itu?" gumam Lily sambil menekan tombol untuk menutup pintu lift tersebut.

Namun, saat pintunya hampir tertutup, tiba-tiba ada tangan yang menahan pintu itu. Kemudian pintunya pun terbuka kembali.

Lily kaget saat melihat suaminya ikut pindah lift. Ia tak menyangka Joe akan menyusulnya.

Saat menyadari Lily tidak ikut naik, Joe langsung menekan tombol untuk membuka pintu lift tersebut. Kemudian ia meminta kliennya naik diantar oleh staf lain. Sedangkan dirinya menyusul Lily ke sebelah.

"Ngapain kamu pindah ke sini?" tanya Lily, ketus.

"Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu tidak membuat onar," sahut Joe.

Lily yang awalnya sempat senang pun jadi kesal lagi karena ucapan Joe barusan. Ia pikir Joe perhatian. Namun ternyata pria itu malah menuduhnya sebagai pembuat onar.

"Aku bukan anak kecil. Jadi kamu tidak perlu repot mengurusiku!" ucap Lily, ketus.

"Tapi aku suami kamu dan bertanggung jawab atas semua yang kamu lakukan," sahut Joe. Kemudian ia langsung menggandeng tangan wanita itu saat pintu lift terbuka.

Ting!

"Ayo!" ajaknya. Ia tak ingin Lily kabur lagi. Sebab ia tidak memiliki waktu untuk main kucing-kucingan.

'Ni orang maunya apa, sih? Mulutnya pedes, tapi kenapa sikapnya bikin aku ge'er?' batin Lily, sambil menatap punggung Joe.

Setibanya di ruang meeting, Joe meminta Lily untuk menunggunya di sana. "Kamu tunggu di ruangan itu dulu! Aku mau mangil kakak kamu," ucap Joe.

"Gak perlu, Joe. Aku sudah di sini," jawab Nick yang mendengar ucapan Joe barusan.

"Pagi, Bos!" sapa Joe.

"Pagi! Ini pengantin baru kok sudah masuk kerja?" tanya Nick.

Joe langsung melirik ke sekitar. Beruntung di sana sedang tidak ada staf lain. Saat ini dirinya belum siap untuk mengumumkan pernikahan itu. Ia khawatir dirinya dianggap sebagai benalu yang mengincar harta keluarga Lily.

"Emang harusnya gimana, Kak?" tanya Lily.

"Ya bulan madu, lah. Nanti aku kasih kalian cuti supaya bisa pergi bulan madu, ya. Mari masuk!" ajak Nick. Ia pun masuk ke ruangan meeting.

Lily langsung tersenyum saat mendengar akan diberi izin untuk bulan madu. Namun ia jadi teringat sesuatu. 'Eh, kalau bulan madu kan pasti begitu, ya? Terus kalau nanti ...?"

Lily mengkhawatirkan sesuatu. Sehingga saat ini ia ingin berusaha menghindari bulan madu.

Saat meeting berlangsung, gadis itu duduk di samping Joe. Ia tidak mendengar apa yang dibahas dalam meeting tersebut. Lily hanya fokus memperhatiakan wanita yang disebut cantik oleh Joe itu.

'Oohh, jadi dia suka yang rambutnya sebahu? Oke. Aku juga bisa, kok,' batin Lily. Padahal Joe hanya bicara asal agar Lily cemburu. Namun wanita itu menganggapnya serius.

Lily pun mengawasi wanita itu agar tidak main mata dengan Joe. Bahkan ia mengintip bagian kolong meja untuk memastikan bahwa kaki wanita itu berjauhan dengan kaki Joe.

Sepanjang meeting berlangsung, Lily sangat gelisah. Ia yang ekspresif itu tidak tahan jika harus duduk diam dalam waktu yang cukup lama.

Kaki Lily terus dihentak-hentak dan bergetar-getar, hingga menimbulkan suara.

Menyadari hal itu, Joe menyentuh lutut istrinya dan melirih ke arahnya. Ia memberi kode supaya Lily bisa diam.

Lily mencebik sambil memalingkan wajah. Ia yang sebal karena pergerakannya dibatasi itu tak sengaja menjatuhkan ballpoint.

Pluk!

"Ish!" Lily menunduk untuk mengambil benda itu.

Melihat istrinya menunduk, Joe refleks menghalangi ujung meja dengan tangannya supaya kepala Lily tidak terpentok. Namun pandangannya tetap fokus pada Nick yang sedang bicara.

"Eh!" Lily kaget saat melihat tangan Joe. Ia pun memperhatikan suaminya itu. 'Itu dia sengaja mau jagain kepala aku dari meja atau enggak, sih?' batinnya.

Joe and LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang