32. Penang Dingin

3.5K 182 8
                                    

Lily mendekat ke arah meja makan. Ia membuka isi kantong yang ada atas di meja itu. Lily semakin bingung melihat makanan yang ia cari tadi sudah ada di sana.

"Apa ini perbuatan, Joe?" gumam Lily sambil menoleh ke arah kamar Joe yang pintunya masih tertutup rapat.

Namun, ia ragu. Mungkinkah Joe melakukan itu. Sedangkan sejak tadi suaminya mengurung diri di kamar. Lagi pula tahu dari mana dia bahwa Lily sedang ingin bakso malang.

"Apa dia bisa tahu kalau aku pingin bakso malang?" gumam Lily bingung.

Aroma jeruk dari kuah bakso malang itu berhasil membuat perut Lily keroncongan.

"Enggak. Aku gak boleh tergoda sama bakso misterius itu. Jangan-jangan, Joe telah memasukkan sesuatu pada kuah bakso itu," tuduh Lily. Ia jadi khawatir karena Joe sempat meragukan siapa ayah dari anak itu. Ia takut Joe dendam dan ingin meracuninya.

Kemudian Lily berbalik badan hendak meninggalkan meja itu. Namun saat baru beberapa langkah perutnya kembali keroncongan.

"Kamu lapar ya, Nak?" gumam Lily sambil mengusap perutnya.

Kemudian ia berbalik ke meja itu lagi. Akhirnya, Lily pun menikmati bakso misterius itu. Ia khawatir janin di perutnya kelaparan. Sebab, sejak pagi tadi, perut Lily belum diisi apa-apa.

Lily tak peduli kalau suaminya itu ternyata benar menambahkan sesuatu pada kuah baksonya. Baginya yang terpenting, perutnya tidak keroncongan lagi.

"Bodo ah, aku mati pun gak akan ada yang kehilangan," gumam wanita itu. Ia seolah lupa bahwa masih ada keluarga yang sangat menyayanginya.

Lily menikmati bakso itu dengan lahap. Kuahnya yang panas dan pedas itu membuat Lily mandi keringat.

"Eumm ... Enak sekali, " gumamnya, sambil menikmati bakso itu hingga kuahnya habis tak bersisa. Sesekali Lily mengusap keringatnya yang bercucuran menggunakan tisu.

Saat Lily sedang menikmati bakso itu, Joe mengintip dari celah pintu kamarnya. Ia tersenyum sekaligus tak tega membayangkan istrinya sampai harus seperti itu.

Rasanya Joe ingin sekali memeluk wanita itu. Namun, Joe masih enggan bicara pada istrinya sebelum ia mengetahui kebenarannya.

"Alhamdulillah, kenyang juga," ucap Lily sambil membawa mangkuk kotor itu ke dapur. Kemudian ia kembali ke kamarnya.

"Sayang, kamu harus berterima kasih sama papah kamu! Karena diam-diam papah kamu udah cariin makanan buat kita," ucap Lily sambil mengusap perutnya. Ia sengaja mengencangkan suaranya supaya Joe dapat mendengarnya.

Mendengar hal itu, Joe pun langsung salah tingkah. Ia malu karena ketahuan masih memberi perhatian pada istrinya.

Keesokan harinya, Joe kembali beraktivitas seperti biasa. Ia akan pergi ke kantor hari itu. Seperti biasa, Lily telah menyiapkan semua kebutuhan dan perlengkapan suaminya.

Saat Joe mandi, Lily diam-diam masuk ke kamar untuk menyiapkan pakaian suaminya. Kemudian Lily lanjut masak agar suaminya bisa sarapan pagi itu.

Beberapa menit kemudian Joe keluar dari kamarnya mengenakan pakaian yang Lily siapkan tadi. Melihat Joe berada di luar kamar, Lily pun beranjak pergi ke kamarnya. Ia tahu Joe pasti tidak nyaman jika Lily berada di luar kamar.

Seperti biasa, Joe menikmati makanan istrinya.

"Maaf ya, Ly. Aku belum bisa menerima semua penjelasan kamu yang tidak jelas itu," gumam Joe dalam hati, sambil menoleh ke arah pintu kamar Lily.

Tentu saja Joe sangat merindukan Lily. Biasanya selalu ada saja tingkah istrinya yang membuat suasana di apartemen itu tidak sunyi. Kini, mereka saling diam tak bertegur sapa.

Selesai sarapan, Joe beranjak pergi ke kantornya. Ia memilih pergi tanpa pamit pada istrinya itu. Supaya Lily bisa merenungi kesalahannya.

Ceklek!

Saat mendengar Joe membuka pintu apartemen itu, Lily pun membuka pintu kamarnya perlahan. Ia memperhatikan suaminya yang pergi begitu saja tanpa pamit.

"Sampai kapan kita harus berjarak seperti ini, Joe? Aku sungguh merindukan kamu," lirih Lily sambil meneteskan air matanya. Ia sudah tidak tahan dengan kondisinya yang seperti itu. Namun, Lily hanya bisa pasrah. Ia tak bisa berbuat apa-apa lagi.

Setibanya di kantor, Joe disambut oleh beberapa staf yang ada di sana.

"Pagi, Joe!" ucap staf itu.

"Pagi," sahut Joe. Kemudian ia berjalan menuju ruangannya.

Sejak menikah dengan Lily, Joe telah memiliki jabatan di perusahaan itu. Joe tidak lagi menjabat sebagai asisten Nick. Sehingga ia memiliki ruang kerja sendiri.

"Baru kali ini aku merindukan suasana ruangan yang ramai," ucap Joe, sambil merapikan beberapa berkas di atas mejanya.

Joe yang menyukai kesunyian itu tiba-tiba teringat sosok Lily saat pertama kali Joe ditunjuk sebagai asisten Lily oleh Nick. Ia membayangkan betapa seringnya gadis itu membuat seorang asisten mantan mafia salah tingkah. Joe tidak habis pikir ia bisa jatuh cinta dengan wanita tersebut.

Selesai merapikan berkasnya, Joe beranjak pergi ke ruangan Nick. Ia hendak mengantar beberapa berkas yang diminta bosnya itu.

Tok! Tok! Tok!

"Permisi!" Joe membuka pintu ruangan Nick.

Sontak saja ia terperanjat saat melihat Lily duduk di sana. Joe pun menelan saliva.

Meski kaget istrinya ada di sana, Joe berusaha bersikap seolah tidak ada masalah diantara mereka. Namun, hal itu membuat Joe khawatir. Ia takut Lily mengadu pada kakaknya tentang masalah mereka.

"Ini berkas yang perlu ditandatangani, Bos," ucap Joe sambil menyerahkan beberapa berkas pada Nick.

Lily tak menghiraukan keberadaan Joe di sana. Ia sibuk dengan ponselnya.

"Kak, aku ke toilet dulu, ya," ucap Lily, kemudian ia pergi dari ruangan kakaknya itu. Ia sengaja menghindari Joe yang sedang berada di sana.

Sebelumnya, Lily yang merasa bosan di apartemen itu meminta agar diizinkan bekerja lagi di perusahaan itu. Akhirnya, pagi itu Lily datang ke kantor menghampiri Nick meminta pekerjaan.

Selesai memberikan berkas pada Nick, Joe pun menyusul Lily ke toilet.

Sesampainya di toilet Joe melihat ke sekelilingnya. Ia khawatir ada yang melihatnya masuk ke toilet perempuan.

Saat hendak masuk ke toilet itu, Tiba-tiba Lily keluar dari sana. Joe pun menarik tangan Lily yang hendak berlalu tanpa menghiraukannya.

"Ly! Apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Joe.

"Bukan urusan kamu," sahut Lily kemudian ia ingin melanjutkan langkahnya. Namun, Joe menahannya.

"Kamu gak cerita ke kak Nick soal masalah kita, kan?" Tanya Joe lagi. Ia khawatir Lily menceritakan kondisi yang sedang terjadi di rumah tangga mereka.

"Aku gak mungkin menceritakan masalah karena kesalahanku sendiri, Joe. Aku gak sebodoh itu," ucap Lily, tegas. Ia masih kecewa dengan sikap Joe yang mengacuhkannya beberapa hari terakhir.

"Huh! Syukurlah," Joe menghela napas kasar. Ia sedikit lega istrinya masih bisa tutup mulut.

"Oh, jadi kamu nyusul aku cuma karena takut ketahuan?" tebak Lily. Ia semakin kecewa karena ternyata Joe bukan perhatian padanya.

Joe baru membuka mulutnya. Namun Lily sudah meninggalkannya dengan penuh rasa kesal.

Sementara, Nick di ruangannya sedang memikirkan kedua adiknya yang terlihat aneh itu. Meski Lily dan Joe tak menceritakan apa pun, tetapi Nick bisa merasakan ada yang aneh di antara mereka.

"Kenapa sikap mereka sangat aneh. Apa ada masalah?" gumam Nick, heran.

Joe and LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang