11. Nafkah

3.9K 267 23
                                    

Lily mengerutkan keningnya. Ia merasa tak ada yang aneh dengan pakaiannya itu. "Emangnya kenapa?" tanyanya.

Joe tidak habis pikir mendengar pertanyaan istrinya itu. Ia saja melihatnya sudah behasrat, bagaimana dengan pria lain di luaran sana. Joe tidak rela jika sampai istrinya itu menjadi bahan tontonan pria lain.

"Kamu mau obral pahamu?" tuduh Joe.

"Hah? Obral apaan, sih? Ini kan cuma celana biasa. Gak ada hubungannya dengan mengobral tubuh. Lagian di luar sana juga banyak yang make celana kayak gini," sahut Lily.

Cara penyampaian Joe yang seperti itu membuat Lily salah paham.

"Kamu gak tau kan apa yang dipikirkan lelaki?"

"Oh, berarti kamu juga mikir begitu dong kalau lihat cewek seksi?" tuduh Lily.

Joe kesal karena Lily selalu membantah. "Lebih baik ganti baju sekarang! Mulai hari ini kamu harus pakai baju yang sopan jika mau keluar rumah!" pinta Joe, tegas.

Lily yang ingat pesan orang tuanya itu pun menuruti permintaan suaminya. "Iya!" ucapnya, ketus. Ia menekuk wajahnya sambil pergi ke kamar.

"Cowok lain atau dia sih yang nafsu lihat aku pake hot pant?" Lily menggerutu sambil memilih pakaian untuk ia kenakan.

Beberapa saat kemudian Lily sudah keluar dari kamarnya. "Puas?" tanyanya, saat muncul menggunakan pakaian yang sopan.

"Hem," sahut Joe. Kemudian ia keluar dari apartemen itu.

Lily ternganga. "Hah? Apa itu, hem doang? Aku udah repot ganti baju, masa jawabannya 'hem' doang," keluh Lily, kesal.

Namun ia tetap membuntuti suaminya itu.

"Kamu sudah mencatat apa yang mau dibeli?" tanya Joe.

"Enggak. Aku gak biasa pakai catatan. Aku ingat kok apa yang mau dibeli," jawab Lily, yakin.

"Oke!" Joe tidak protes. Ia malas berdebat untuk masalah sepele seperti itu.

Setibanya di supermarket, Joe langsung mengambil troli. "Kamu pilih barangnya, biar aku yang bawa troli-nya," ucap Joe.

"Sip!" sahut Lily.

Ia memang mudah kesal. Namun Lily pun cukup mudah untuk happy kembali. Saat ini ia senang melihat sikap Joe yang sudah seperti suami sendiri. Padahal pria itu memang suaminya.

"Kamu suka ini, gak?" tanya Lily sambil menunjukkan salah satu buah yang ada di sana.

"Suka!" jawab Joe.

"Ya udah, tolong dipilihin, ya! Aku mau ambil buah yang lain," ucap Lily, bersemangat.

"Hem," jawab Joe. Ia mengambil plastik yang diserahkan oleh Lily, kemudian memilih buah segar untuk mereka beli.

Senyuman Lily terus mengembang karena kali ini Joe tidak menyebalkan.

"Joe! Coba ini, deh!" ucapnya, sambil menyodorkan sepotong jeruk ke mulut suaminya itu.

Tanpa basa-basi, Joe langsung melahapnya. "Manis," ucapnya, sambil mengunyah jeruk itu.

"Aku beli yang itu, ya?" tanya Lily.

Joe mengangguk tanpa menoleh.

Lily yang riang itu jalan sambil melompat-lompat kecil. Ia seperti anak-anak yang sedang kegirangan. Sampai tidak sadar bahwa ada troli yang sedang didorong oleh seorang pria. Mereka pun bertabrakan.

Bug!

"Sorry!" ucap pria itu. Ia mendekat ke arah Lily.

Mendengar hal itu, Joe menoleh ke arah mereka. Ia melihat istrinya sedang berbincang dengan pria muda dan tampan.

"Iya, aku yang salah, kok," jawab Lily.

"Kamu gak apa-apa, kan?" tanya pria itu. Ia khawatir Lily terluka.

"Kenapa?" tanya Joe sambil melingkarkan tangannya di pinggang Lily.

Melihat Joe datang, pria itu langsung mundur. "Maaf, tadi saya tidak sengaja menabraknya," ucap pria itu, salah tingkah. Ia pikir Lily sendirian, sehingga ingin mengajaknya berkenalan. 'Ternyata ada pawangnya,' batin pria itu.

"Are you okay?" tanya Joe sambil menatap Lily.

Lily mengangguk secara perlahan. Sejak tadi ia tercenung karena kaget Joe tiba-tiba melingkarkan tangan di pinggangnya. Hatinya berdebar-debar padahal hanya sebatas itu.

"Istri saya baik-baik saja. Lain kali tolong lebih hati-hati!" ucap Joe.

Pria tadi tercekat saat mengetahui bahwa mereka pasangan suami istri. "O-oh iya. Sekali lagi saya minta maaf. Kalau begitu saya permisi," ucap pria itu. Ia pun langsung berlalu.

Hidung Lily kembang kempis saat Joe mengakui bahwa ia adalah istrinya.

"Kenapa?" tanya Joe, heran.

"Tadi kamu bilang aku istrimu," ucap Lily sambil tersenyum. Ia terlihat belingsatan.

"Memang iya, kan? Atau kamu mau ganti status?" skak Joe.

Lily yang sedang tersenyum pun langsung terlihat kaku. "Rese!" ucapnya, kesal. Kemudian ia berlalu.

Joe pun balik badan, kemudian ia tersenyum. Ia gemas melihat sikap Lily yang kesal padanya itu.

Joe menoleh ke arah pria tadi. "Jangan harap bisa macam-macam denganku!" gumamnya. Kemudian ia melanjutkan tugasnya yang tadi.

Sebagai pria, Joe sudah hafal modus seperti itu. Sehingga ia langsung bersikap untuk melindungi istrinya.

Setelah semua barang yang dibutuhkan sudah berada di troli mereka, dua insan itu pun pergi ke kasir untuk membayarnya.

Lily telah menyiapkan karti ATM miliknya. Meski Joe sudah menjadi suaminya, ia tak ingin meminta uang pada pria itu.

"Totalnya 2.940.000 rupiah," ucap kasir setelah memindai semua harga barang tersebut.

Secara bersamaan Lily dan Joe memberikan kartunya pada kasir. Kasir itu pun bingung harus menerima yang mana.

"Simpan kartu kamu! Biar aku yang bayar! Ini kewajibanku untuk menafkahimu," bisik Joe, sambil menarik tangan Lily agar tidak memerikan kartunya pada kasir tersebut.

Lily kembali dibuat tersipu malu oleh pria itu. "Oke," lirihnya. Ia pun memasukkan kartunya kembali ke dompetnya.

Setelah membayar belanjaan mereka, Joe langsung meninggalkan kasir dan mendorong trolinya. Lily pun kebingungan karena Joe tidak mengambil kartunya lagi.

"Ini kartunya!" ucap kasir, sambil memberikan kartu itu pada Lily. Ia pikir tidak ada salahnya jike memberikan kartu tersebut pada istrinya.

"Oke, terima kasih," ucap Lily. Setelah itu ia mengejar Joe.

"Joe! Kamu gimana, sih? Masa ini ditinggal begitu aja?" tanya Lily, sambil menyerahkan kartu itu pada Joe.

"Pegang aja! Itu nafkah buat kamu. Kalau kurang, nanti aku kirim lagi," ucap Joe, santai.

Lily ternganga. Sebenarnya ia tidak kekurangan uang. Namun diberi nafkah oleh suami sendiri tentu membuat hatinya berbunga-bunga.

"Beneran buat aku?" tanya Lily sambil tersenyum.

Joe menoleh ke arah Lily. "Kamu gak mau aku kasih nafkah?" tanyanya. Ia pura-pura hendak mengambil kembali kartu itu.

Set!

Lily langsung menjauhkan tangannya. "Enak aja! Masa mau diambil lagi. Ya udah ini buat aku. Tapi uangnya boleh dipake buat apa aja?" tanya Lily lagi.

"Terserah kamu. Apa pun kebutuhan kamu, beli pakai itu. Tapi kebutuhan yang normal, ya!" ujar Joe.

"Emang ada kebutuhan yang gak normal?" tanya Lily.

"Entahlah. Sipa tahu kamu mau beli harga tas miliyaran. Maaf, aku gak sanggup," skak Joe.

"Yee! Aku bukan tipe cewek kayak gitu. Lagian kalau mau beli juga bisa pake uang sendiri," sahut Lily, santai.

Joe menghentikan langkahnya. Kemudian ia menoleh ke arah Lily.

"Iya aku tahu uang kamu jauh lebih banyak dari aku. Seharusnya kamu itu cari suami pengusaha kaya, bukan pria miskin seperti aku. Jadi suamimu bisa membelikan apa pun yang kamu mau," ucap Joe.

Joe and LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang