Singkatnya ini hanya sebuah kisah anak lelaki penyuka bintang yang harus merasakan hidup sendiri di dunia yang luas ini. Padahal ia masih memiliki keluarga yang siap menampung dirinya.
Dan kisah beberapa orang lainnya.
🖤🖤🖤
"Mah, Ey takut. Ey gak mau ada di sini, Ey mau ikut mama. Mama kenapa ninggalin Ey sendiri di sini," ujar remaja laki-laki penyuka bintang yang duduk di pojok ruangan. Ia melipat kakinya dan menenggelamkan wajahnya di sana.
"Ey gak siap hidup sendiri di sini. Mama yang bilang kalo dunia ini kejam tapi kenapa mama tega ninggalin Ey sendirian di dunia kejam ini," isaknya belum juga berhenti sejak kepergian mamanya satu hari yang lalu.
"Hari ini Ey ulang tahun, mah. Biasanya mama selalu membuat kue buat Ey."
"Tapi sekarang-" lelaki itu menjeda ucapannya. "Ey gak minta mama bikinin Ey kue, Ey juga janji gak minta hadiah yang aneh-aneh lagi. Tapi mama harus balik lagi, temenin Ey buat beranjak dewasa. Ey gak tahu kehidupan Ey kedepannya bakal gimana kalo gak ada mama."
Anak yang sekarang menginjak usia 15 tahun itu masih saja menangis di temani dengan suara hujan yang sangat deras sekali.
"Mah, apa Ey harus membenci bintang? Ey mau jadi penyuka bulan aja dan mama jadi mataharinya. Bulan yang selalu bersinar dengan bantuan matahari berbeda dengan bintang yang memancarkan sinarnya sendiri."
Kriuk kriuk
Suara yang berasal dari perutnya ia abaikan. Ia tak peduli lagi dengan kondisinya sekarang. Bahkan suara ketukan pintu tak juga ia hiraukan. Dirinya tak tahu siapa yang datang dengan kondisi yang sudah malam ditambah dengan hujan yang deras seperti ini. Yang pasti itu bukan mamanya, sebab mamanya sudah pergi jauh dari dunia ini.
Karena kelelahan lelaki yang sekarang mungkin membenci bintang itu terlelap tidur dengan posisi yang sama seperti tadi. Ia tidur dengan punggung yang bersandar pada dinding rumahnya.
Napasnya tak beraturan. Ia baru saja bermimpi buruk. Dengan kegelisahan yang melanda hatinya. Anak remaja itu segera berdiri dan mengambil kunci motornya. Tangannya yang gemetar hebat berusaha membuka kunci pintu rumahnya.
Kini matanya sudah berhasil melihat motornya yang belum sempat ia masukkan ke dalam rumah. Ia segera menaiki motornya dan membelah jalanan yang masih basah akibat hujan. Bahkan sampai saat ini air masih turun membasahi bumi walau tak sederas beberapa jam yang lalu.
Dengan kecepatan di atas rata-rata laki-laki itu akhirnya sampai di tempat peristirahatan terakhir wanita yang sangat ia sayangi di dunia ini.
Kakinya yang sekarang berada di gapura tempat pemakaman umum itu tak kuat untuk sekedar ia gerakkan. Air matanya masih saja terus menetes, yang membedakan hanya sekarang air matanya sudah tercampur dengan air hujan yang membasahi dirinya.
Dengan sekuat tenaga akhirnya laki-laki itu sampai di depan pemakaman ibunya. Ia menjatuhkan lututnya untuk menyentuh tanah. Tangisannya tambah kencang. Matanya yang memerah itu menatap batu nisan sang malaikat tak bersayapnya.
Tidak kuat lagi akhirnya laki-laki itu menjatuhkan tubuhnya tepat di samping makam ibunya. Ia tak sadarkan diri dengan posisi memeluk nisan yang terukir nama ibunya.
Tanpa dia sadari ada seorang perempuan yang memperhatikan dirinya dari tadi. Perempuan yang sama dengan orang yang mengetuk pintu rumahnya.
-
"Lulucon macam apa ini? Aku baru tahu di saat ibu kandung aku udah gak ada di dunia ini? Kalian-"
"Kalian jahat nyembunyiin ini semua dari aku! AKU BENCI KALIAN!"
"BENCI!" suara teriakan perempuan itu menggema di seluruh rumahnya.
🖤 》☆《 🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
BasundariDeska
Teen FictionSepenting itukah sebuah warna? - Greenla Foile Kaiacezar, seorang perempuan yang dilihat memiliki kehidupan sempurna oleh orang lain. Pandangan itu yang membuat Green menjadi sedih karena orang lain hanya melihat sisi bahagianya tanpa melihat sisi...