31. Cerita Arden Kepada Leysa

244 18 21
                                    

Budayakan beramal dengan sebuah vote🥺


— R Y S H A K A —



Hari ini adalah hari terakhir mereka masuk sekolah sebelum datangnya libur panjang. Banyak wali ataupun orang tua murid datang ke sekolah mereka untuk mengambil raport dengan penentu naik atau tidaknya mereka.

Hari ini juga, seorang laki-laki tengah berjalan dengan gagahnya dengan dasi yang terpasang rapi pada kerah bajunya. Bajunya yang dibuat ketat menjiplak badan kekarnya dengan bahu lebar.

Semua yang melihatnya akan terpana. Ia mengabaikan tatapan-tatapan tersebut dan lebih memilih fokus ke tujuan yang akan ia tempuh.


"KAK AR!!"

Panggilan nyaring itu membuat Arden menolehkan kepalanya seketika. Dari arah barat lapangan, terdapat seorang gadis berdiri di samping pria yang ia yakini adalah ayahnya tengah melambai tinggi kepada dirinya.

Senyum Arden mengembang tipis. Ia menghampiri Gladis dan menyalami terlebih dahulu tangan pria di dekatnya.

"Kak Ar, gimana? Kakak naik kelas?" Tanyanya dengan mata antusias.

Arden tersenyum tipis. Ia menggeleng kecil sebagai jawaban membuat ayah dan anak itu saling pandang lalu menatap Arden bingung.

"Kakak gak naik? Masak sih, Kak?"

Arden meringis mendengarnya. "Maksudnya, gue gak tau. Gak ada yang ngambil raport gue."

Kerutan kening Gladis semakin banyak hingga alisnya menungkik. "Orang tua, Kak Ar gak dateng? Gak ada wali murid yang ngewakilin Kakak emangnya?"

Arden menunduk sambil menggeleng kecil. "Mereka gak bisa." Ucapnya lirih.

Ayah dari Gladis menepuk pundak laki-laki itu membuat Arden menatapnya. "Mau Om ambilin?"

"E-enggak usah, Om. Ngerepotin malah."

"Aish! Udah. Ayo!"

Arden membeo dengan Gladis yang menarik tangan laki-laki itu dengan cepat dan menunjukkan kepada ayahnya letak kelas Arden.

Laki-laki itu menghela nafasnya. Bukan karena apa-apa, tapi dirinya belum membayar uang SPP selama dua bulan. Malu. Sangat malu jika ayah dari Gladis yang membayarnya.

Tanpa sengaja ekor matanya menangkap keberadaan sosok yang selama ini memiliki ruang tersendiri di hatinya. Ia menghentikan langkahnya, membiarkan Gladis dan sang ayah berjalan duluan meninggalkan ia di pertigaan lorong.

Ia menatap Leysa yang terlihat tengah memegangi kepalanya dengan satu tangan bertumpu pada tembok. Gadis itu berjalan dengan tubuh bergetar menuju belakang sekolah menimbulkan rasa simpati di hati Arden.

Shutt!

"Sa!"

Dengan sigap Arden memeluk Leysa yang sudah sangat lemas. Wajah gadis itu pucat pasi dengan banyak darah keluar dari hidungnya.

Melotot sudah kedua mata Arden. Laki-laki itu menepuk berulangkali pipi Leysa, namun gadis itu telah kehilangan kesadarannya.

Yang membuatnya lebih terkejut lagi adalah, Leysa menjadi lebih kurus dari sebelum ia meninggalkan gadis tersebut. Hari itu ia ingat betul jika Leysa tidak sekurus ini.

Dan ketika hari itu ia memeluk Leysa, tubuh gadis itu terasa sangat pas di pelukannya. Sekarang sangat berbeda. Bahkan ketika Arden membopongnya, laki-laki itu merasakan seakan mengangkat tubuh seorang balita. Benar-benar sangat ringan!

R Y S H A K A [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang