EKSTRA CHAPTER 1

343 21 18
                                    

Playlist: Runtuh [Feby Putri] 🎶


— R Y S H A K A —



Shaka terdiam dalam kamarnya. Suara lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an dapat ia dengar dengan jelas dari lantai bawah.

Laki-laki itu menatap kosong ke arah depan. Semalam ia tidak makan, tidak tidur, tidak melakukan apapun selain mengobrak-abrik kamarnya yang sekarang seperti kapal pecah.

Wajahnya sangat pucat, matanya memerah, sesekali kembali meneteskan air mata tanpa isak tangis sama sekali. Rambutnya acak-acakan dan bajunya masih sama dengan baju yang terakhir ia kenakan di pantai.

Leysa akan dimakamkan pagi hari ini karena semalam mereka masih menunggu para kerabat dari almarhumah datang. Jenazahnya diurus di rumah keluarga Eyando.

Sedangkan di luar kamar, Revan dan Clarysa menghela nafas panjang.

"Gimana, Kak?"

Revan menatap istrinya pasrah. "Kita makamkan Leysa tanpa Shaka."

Clarysa menggeleng. "Jangan. Shaka harus tetep temenin Leysa sampek ke rumah terakhirnya. Kalo gak gitu, Shaka makin sulit buat nerima kenyataannya, Kak."

Pria itu kembali menghela nafasnya. Dengan penuh tekad, ia memegang gagang pintu itu lalu membuka beda yang terbuat dari kayu jati tersebut.

Yang pertama mereka tangkap adalah keadaan kamar Shaka yang bener-bener sangat berantakan dengan Shaka yang duduk di lantai sambil bersandar di ranjang.

Laki-laki itu mendekap sebuah pigura foto berwarna putih berisikan fotonya dengan Leysa. Air matanya kembali mengalir dengan deras walaupun ia tidak terisak. Bahkan tidak berkedip.

Clarysa mendekap mulutnya. Hatinya teriris melihat keadaan putranya saat ini. Perlahan matanya memerah. Ia mengikuti langkah Revan yang sudah berlutut di depan putranya.

"Shaka, kita anterin Leysa pulang, yuk?" Ajak Revan lembut sambil mengusap kepala putranya.

"Buat apa, Pa? Leysa masih tidur di sini. Gak usah dianter pulang."

Air mata Clarysa akhirnya luruh juga. Wanita itu langsung mengusapnya dan menangkup wajah putranya.

"Hey, kamu gak boleh kayak gini, Ka. Leysa nunggu kamu di bawah. Dia mau, kamu juga anterin dia pulang."

Shaka bergeming. Laki-laki itu menatap ke lantai dengan pandangan kosong namun air matanya terus mengalir.

"Shaka, dengerin, Papa." Ucap Revan penuh ketegasan. Pria itu memegang kedua pundak putranya dan memaksa Shaka untuk menatapnya. "Pagi ini Leysa harus segera di makamkan. Gak baik di tunda-tunda, Nak."

Perlahan bibir Shaka bergetar. Tubuhnya bergejolak dengan sorot mata tajam menilik ayahnya.

"PAPA APAAN SIH, PA?! LEYSA MASIH HIDUP!! DIA DI SINI!! DIA DI SAMPING AKU!! LEYSA GAK MATI!! DIA MASIH DI SINI!! LEYSAAA!!"

Clarysa langsung menarik putranya itu ke dalam dekapannya. Ia memeluk kepala putranya itu erat di dadanya dan dirinya ikut menangis detik itu juga.

"Leysa gak pergii... Dia gak meninggal..."

"Shaka, hey. Sayang,"

Clarysa menangkup wajah putranya membuat laki-laki itu mendongak disertai isak tangisnya. "Dengerin Mama baik-baik, sayang. Leysa butuh kamu sekarang. Dia mau, kamu anterin dia sampek rumahnya untuk yang terakhir kali. Mau ya, sayang?"

R Y S H A K A [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang