5. Luka Di Punggung

404 31 5
                                    

— R Y S H A K A —

Perlahan kedua mata gadis itu mengerjap pelan. Yang pertama ia lihat kaos putih bermotif pohon kering membuatnya sedikit terkejut. Ia mendongak menatap seseorang yang memeluknya dengan erat. 

"Shaka?"

Gadis itu langsung menjauh dari Shaka dengan gerakan cepat membuat ranjang menjadi terguncang lumayan hebat.

Merasakan goncangan tersebut, Shaka terbangun. Ia mengucek matanya dan menatap wajah terkejut bercampur ketakutan gadis yang ia temukan semalam.

"Lo udah bangun?" Tanya Shaka sambil mengumpulkan kesadarannya dengan duduk menyandar di kepala ranjang.

"Kenapa aku bisa disini? Apa yang kamu lakuin? Kamu—"

Duagk! 

"Auwhh!!" Penik gadis itu kesakitan ketika tangannya yang terbalut kasa tanpa sengaja menghantam kepala ranjang dengan kuat membuat lukanya terasa sangat sakit.

Shaka mendekat dan langsung menarik tangan sang gadis. "Makanya jangan banyak gerak. Sakit kan?"

Gadis itu hanya terdiam menahan rasa sakitnya. Shaka mengelus perban tersebut dengan lembut membuat sang gadis sedikit terlena.

"Sakit?"

Ia mengangguk kecil membuat Shaka meniupinya dengan perlahan. Walaupun tidak berefek apapun pada lukanya, tetapi jantung keduanya berdebar kencang ketika mereka berada sedekat ini.

"Kalo boleh tau, ini kenapa?"

Gadis itu terdiam. Ia lalu menggeleng kecil membuat Shaka mengerutkan keningnya. "Gakpapa kok."

Gadis itu menarik tangannya dari Shaka dan menatap laki-laki itu takut-takut. Hal itu membuat Shaka dapat tertawa melihatnya.

Laki-laki itu mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu disana. Ia lalu turun dari ranjang dan menatap gadis itu dalam.

"Mandi, gih."

"Nanti aku pake baju apa?" Tanya gadis itu sambil menatap Shaka.

Shaka nampak berpikir sebentar. "Nanti pake baju Mama gue. Gampang pokoknya."

Gadis itu hanya mengangguk paham. Ia ikut turun dari ranjang. Sebelum memasuki kamar mandi, Shaka terlebih dahulu mencegahnya.

"Kita belom kenalan. Siapa nama lo?" Tanya Shaka sambil menjulurkan tangannya.

Gadis itu tersenyum. Ia menjabat tangan Shaka dengan tangan dinginnya. "Leysa. Kamu Shaka, 'kan?"

Kedua mata Shaka melebar. "Kok lo tau? Lo bisa ngeramal?" Tanyanya heboh.

Leysa tertawa kecil hingga tanpa sadar membuat Shaka menyukai tawa tersebut. "Kamu kan di sekolah famous banget, Shaka."

"Kamu bukan ketua basket tapi mampu jadi shooting terbanyak. Kamu bukan ketos, tapi mampu ambil peringkat pararel 1 setiap semester. Kamu bukan ketua paskibra namun tinggi kamu melebihi ketua paskibra. Dan kamu adalah satu-satunya cowok yang lebih memilih jadi bendahara kelas daripada jadi ketua kelas di sekolah."

Shaka menatap gadis yang hanya setinggi pundaknya ini intens. "Lo fans gue?"

Leysa kembali tertawa. "Bukan. Tapi cewek-cewek di kelasku suka ngomongin kamu."

Shaka terdiam mengusap telinganya. "Pantesan aja kuping gue panas tiap hari."

Gadis itu tertawa kecil membuat Shaka ikut tertawa. "Yaudah, sana mandi." Lanjut Shaka yang di angguki Leysa.

R Y S H A K A [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang