Setelah mendapat izin dari wali kelas, Isa memutuskan untuk pulang saja ke rumah. Ia diantar oleh Bu Tina selaku wali kelasnya. Tak berselang lama, ia sampai di depan rumah.
Bu Tina membantu Isa keluar dari mobilnya. Kemudian, ia menuntun Isa sampai di depan pintu. Bu Tina mengetuk pintu rumah Isa.
"Assalamu'alaikum"
Tak berselang lama, pintunya terbuka menampilkan sosok wanita yang usianya sudah memasuki kepala tiga.
"Wa'alaikumussalam, loh bu Tina? Silahkan masuk bu" Jawab bunda Ana.
"Tidak usah bu, ini saya mengantarkan Raisa anak ibu. Badannya panas dan tadi minta izin ke saya untuk pulang. Jadi saya antarkan." Ucap Bu Tina.
"Waduh maaf bu jadi merepotkan" ujar bunda Ana.
"tidak apa apa, sudah menjadi tanggung jawab saya" jawab Bu Tina.
"Terima kasih banyak ya bu" ucap bunda Ana.
"Sama sama bu, kalau begitu saya pamit ya bu" pamit Bu Tina.
"Raisa, semoga cepat sembuh ya" lanjutnya sebelum ia benar benar pergi dari rumah Isa.
Ana menuntun putrinya menuju ke dalam. "Tadi pagi kan bunda udah bilang. Sarapan dulu kalau mau berangkat sekolah" omel bunda Ana.
"Isa pusing bunda, jangan diomelin duluu" rengek Isa.
"Salah sendiri keras kepala" cibir bunda Ana.
Ana membawa Isa ke kamar. Setelahnya ia pergi menuju ke dapur untuk membuatkan Isa makanan. Gadis itu melepas sepatu dan kaos kaki serta tasnya yang ia letakkan ke sembarang arah.
Isa memutuskan untuk berbaring di ranjang. Kepalanya sangat pusing. Entah apa yang ia pikirkan, tetapi pikirannya mengacu pada satu nama yang akhir-akhir ini membuat dirinya kepikiran. Siapa lagi kalau bukan Alvian. Ia benar benar tidak tahu telah membuat kesalahan apa sampai sampai cowok itu tidak mau berkomunikasi lagi.
"Ck" decaknya.
Setelah beberapa saat, Bunda Ana mengetuk pintu kamar Isa. Hal tersebut membuat Isa membuka matanya berat.
"Bunda bawain makanan, sama obatnya ini jangan lupa diminum." Ucap Bunda Ana setelah memasuki kamar Isa.
"Saa" panggil Bunda Ana setelah tidak ada sahutan dari putrinya.
Isa hanya bergumam menanggapi bundanya. Rasanya tidak nyaman jika harus membuka mata terus terusan. Badannya pegal pegal karena akhir akhir ini banyak kegiatan yang harus ia kerjakan di sekolah.
"Makan dulu Sa" ujar bunda Ana sambil mendekati Isa.
"bunda.. pusiing.. sakit badan Isa.. kepala Isa juga, hikss.." Isa menangis sesenggukan. Bundanya tidak heran, karena jika anaknya sakit pasti akan merengek seperti ini.
"Mana yang sakit? Sini bunda pijit" ujar Bunda Ana.
Isa menuruti perkataan bunda. Ia menunjuk bahunya yang terasa pegal. Bunda Ana pun mulai memijit bahu Isa dengan pelan.
"Pramukaan aja terus, udah dibilang kalo kecapean kamu bakal kaya gini" ujar bunda mengomelinya.
"Isa udah nyoba nolak, tapi di paksa sama pak Dafi bun" jawab Isa lesu.
"Waduh, pak Dafi ada aja. Kalo dia bukan kepala sekolah sudah bunda roasting dari dulu" celoteh bunda.
"Jangan gitu bun.." ujar Isa yang masih menikmati pijitan bunda.
Setelah lumayan lama tangan bunda memijit bahu dan kepala Isa, sekarang bunda Ana menyuruh Isa untuk makan.
"Udah ya, tinggal dimakan buburnya"
"Nih bunda suapin"
Isa menerima suapan dari bunda Ana. Dengan telaten bundanya menyuapi Isa hingga tinggal satu suapan lagi Isa menolaknya.
"Udah bun," tolak Isa sambil menutup mulutnya.
"Hm, minum" ujar bunda Ana.
Isa minum air putih yang dibawakan bunda, kemudian ia meminum obat dan dilanjutkan dengan tidur. Bunda Ana bernafas lega. Ia berjalan menuju ke dapur untuk menaruh piring yang kotor. Setelah itu, ia memutuskan untuk menjemput Zia ke sekolahnya.
*************
Maaf baru up, ga ada mood buat nulis jadi hasilnya gini :v
Terima kasih sudah membaca
Jangan lupa vote dan komen ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Crush (Revisi)
Roman pour Adolescents[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Cerita yang baru pertama kali publish. Maklum kalo masih belepotan alurnya. Penasaran? Stalk boleh kok jangan lupa follow tapi yaa hehe. Vote tergantung kalian aja, soalnya saya juga masih berlatih. Jadi yang mau...