15

7.7K 814 32
                                    

us, each other : nomin
chapter lima belas

"Ibu telah mengepak beberapa pakaian lama Jeno ke dalam kardus. Ibu pikir itu sudah sejak pernikahan kalian. Hanya ada beberapa barang yang masih tertinggal, seperti baju seragam juga beberapa bukunya saat masih sekolah dulu."

"Apa boleh aku masuk?"

"Astaga, tentu saja sayang. Masuk saja, kamarnya tidak ibu kunci."

Seperti yang dikatakan ibu, sehabis menemaninya memasak makan siang tadi, Jaemin membawa langkahnya menuju ruang kamar; tempat di mana Jeno pernah tinggal sebelumnya.

Ini benar-benar kali pertama kakinya menginjak masuk. Mendapati dirinya di ruangan kosong yang tertata rapi.

Ibu benar. Tentang ia yang seolah-olah bisa merasakan kembali bagaimana Jeno di masa remaja dulu. Sticky note yang berserakan di satu dinding, perpustakaan kecil dimana buku-buku tersusun rapi di satu rak. Itu seperti Jaemin pernah berada di sana menyaksikan kehidupan remaja lelaki yang telah jadi suaminya itu.

Dia lalu membawa langkahnya menuju arah tempat tidur. Mendudukkan dirinya di atas permukaan kasur yang terasa dingin. Binar matanya lalu berpencar menatap sekeliling.

Cukup lama Jaemin berdiam diri. Janji berkunjung ke kantor untuk mengantarkan makan siang membuatnya lantas beranjak. Dia lalu melangkah menuju beberapa kardus pakaian yang dikatakan ibu tadi.

Merasa tidak terlalu berat, Jaemin lalu membuat dua tumpukan untuk dibawa keluar. Begitu dia berdiri, sebuah kotak berukuran sedang tiba-tiba saja jatuh.

Kotak bersampul kain beludru putih itu menarik perhatiannya. Jaemin lantas kembali berjongkok, meletakkan dua kardus di tangannya untuk kemudian meraih kotak kecil itu.

Kiranya itu sudah pasti perhiasan, dan ketika Jaemin membukanya—sebuah bracelet terlihat utuh di sana. Rasa penasaran membuatnya sedikit mengulik kotak tersebut dan ya—Jaemin menemukan sebuah kertas yang dilipat kecil.

"Selamat ulang tahun, cantikku."

Bibir Jaemin terkatup rapat. Ini—adalah hadiah ulang tahun yang mungkin akan Jeno berikan kepada kekasihnya. Tanggal yang tertera di sana menjelaskan bahwa hadiah ini dibeli tiga hari sebelum kematian gadis itu.

Jaemin membisu di tempatnya.

ꊥꊥ — us, each other.

Baru beberapa saat sejak Jeno memasuki ruangannya, dia kembali keluar membawa serta kerutan yang tercipta di dahinya. Membuat sang sekretaris yang baru saja akan duduk mau tidak mau lantas berdiri kembali.

"Bukankah Jaemin kemari tadi?"

"Ya? Oh benar—tuan Jaemin sempat kemari tadi, tapi sejak sepuluh menit yang lalu dia telah meninggalkan ruangan. Saya pikir—"

"Dia tidak mengatakan apapun?"

Wanita berambut sebahu itu menggeleng.

"Ada apa?" tanya Hyunjin yang baru saja datang.

Jeno tidak menjawab.

"Maaf Pak, s-saya pikir, tuan Jaemin sedang tidak dalam suasana hati yang bagus saat keluar tadi."

Jeno melihat ke arah sekretarisnya itu begitu pula Hyunjin. Dia menghela berat setelahnya.

"Kalian oke?" Hyunjin melempar pandang ke arah sahabatnya itu. Dahinya ikut mengkerut dalam.

Jeno mengangguk singkat. Tapi di mata Hyunjin itu berarti sebaliknya.

Us, Each OtherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang