03

6.7K 829 31
                                    

us, each other ; nomin
chapter tiga

Jaemin mendorong teh hangat buatan nya kehadapan Haechan—laki-laki itu seperti biasa kembali datang membawa serta lara hati nya untuk di bagikan kepada nya.

Jaemin memperpendek jarak, mengambil duduk dekat untuk selanjutnya mendaratkan usapan lembut pada punggung sempit sang teman.

Kedua alis nya menekuk khawatir, menatap penampilan Haechan yang tampak begitu kusut saat ini. Laki-laki itu menghubungi nya di pagi buta, menanyai nya apakah ia bisa datang untuk berbagi keluh.

"Bisa kau bayangkan, aku merawat nya semalaman, menunggui nya dengan perasaan cemas, takut jika saja panas tubuh nya semakin parah. Bahkan kubiarkan tangan ku kebas sebab ia genggam semalaman, lalu bagaimana bisa nama gadis itu yang ia sebut dalam tidur nya?" Haechan menutupi wajah nya, tampak begitu frustasi memikirkan nasib percintaan nya saat ini."Jadi, apakah satu malam tadi Mark mengira jika aku ini adalah gadis itu? Begitu? Bajingan!"

Jaemin terkejut sebab Haechan yang tiba-tiba saja menggebrak meja. Nafas lelaki kelahiran juni itu terlihat turun naik tak beraturan. Emosi kuasai perasaan nya yang campur aduk di waktu bersamaan.

"Jaemin, jam tangan ku—"

Baik Jaemin maupun Haechan otomatis menoleh, menemukan daksa Jeno yang tiba-tiba saja memasuki dapur. Laki-laki itu terlihat sedang mengancingkan kemeja nya dengan tergesa.

Jaemin yang untung nya cepat tanggap, lantas segera beranjak saat mengerti apa yang Jeno maksudkan.

"Haechan, tunggu sebentar."

Haechan mengangguk, mata nya mengikuti kedua punggung pasangan itu yang bergerak menjauh.

"Ini." Jaemin segera mengambilkan barang yang Jeno maksud begitu mereka berdua memasuki kamar."Kau meninggalkan nya di kamar mandi." katanya sembari memberikan benda itu kepada Jeno.

"Terimakasih."

Jaemin mengangguk kecil, memperhatikan pergerakan Jeno yang seperti nya memang sedang terburu-buru saat ini. Usai mengenakan jas nya, laki-laki itu segera menggapai tas kerja nya yang berada di atas kasur, melupakan keberadaan dasinya yang ternyata masih belum dikenakan.

"Dasinya.." Jaemin secara alami meraih kain panjang itu, segera berlari kecil menyusul Jeno yang sudah lebih dulu meninggalkan kamar.

"Jeno dasinya!" Jaemin sejenak menepi ke arah pembatas pagar lantai atas, memperhatikan langkah kaki Jeno yang tergesa menuruni tangga. Beruntung, Jeno mendengar—laki-laki otomatis menghentikan langkah nya tepat di bawah anak tangga terakhir.

Tidak Jaemin kira, dibanding mengambil dasi itu untuk dikenakan di mobil nanti, Jeno tanpa di duga malah merendahkan kepala nya. Jujur saja, ia tertegun untuk beberapa saat, memandangi wajah Jeno yang berada dekat dengan wajahnya.

Agak ragu pun terkesan kaku jemari Jaemin lantas bergerak membuka kerah kemeja Jeno. Ia lalu memfokuskan perhatian nya untuk memasangkan dasi laki-laki itu dengan rapi.

Aroma stroberi yang Jeno yakini berasal dari surai legam Jaemin memecah fokus nya. Manik kelam nya yang memang sengaja dipalingkan ke arah lain kini terarah pada wajah serius laki-laki itu yang saat ini berada dekat dengan wajahnya.

Jeno benar-benar tidak bermaksud menatapi wajah Jaemin, apalagi tertarik memperhatikan belah bibir laki-laki itu yang entah sadar atau tidak digigit kecil.

Tiba ketika mata Jaemin naik membalas pandang nya, Jeno mengerjap—seketika menarik kepala nya untuk mundur.

"Ah itu—terimakasih." Jeno segera mengambil langkah pergi, entah memang untuk alasan tergesa nya atau karena merasa rikuh sebab sudah tertangkap basah memandangi.

Us, Each OtherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang