Part 3

19.4K 709 5
                                    

Alex's POV

Aku sudah selesai mandi, dan menuju dapur untuk sarapan. Kulihat Rachel sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk kami. Aku teringat akan permintaannya tadi, untuk memanggilnya Hael. Jujur saja aku lebih suka memanggilnya Rachel, saat dia masih kecil aku selalu memanggilnya Rachel dan dia sama sekali tidak protes.

Aku pun masih tidak habis pikir, bagaimana bisa Rachel melupakan masa kecilnya denganku, sedangkan dia ingat dengan masa kecilnya. Yang tidak dia ingat hanya kenangan masa kecilnya bersamaku.

"Kamu mau sampai kapan berdiri disana Al?" suara Hael mengagetkanku. "Cepat duduk dan sarapan." tambahnya sambil menaruh roti panggang dan jus strawberry dimeja makan.
Aku tidak menjawab, aku melangkah maju dan duduk manis sambil memperhatikan Hael mengambil beberapa selai. Dia duduk tepat didepanku.

"Pilih saja yang kamu suka dan olesi sendiri." ucapnya datar sambil sibuk mengolesi roti yang sedang ia pegang dengan mentega. Lagi-lagi aku terkejut ternyata ia tidak berubah, ia tetap Rachel kecil yang sangat menyukai coklat. Aku tersenyum tipis melihatnya mengolesi selai coklat keroti yang tadi sudah ia olesi dengan mentega, dan menaburkan mesis coklat keatas rotinya.

"Kamu suka sekali dengan coklat?"

"Hah? Kamu bertanya apa tadi? Aku tidak dengar." lagi-lagi kelakuannya membuatku tersenyum, dia sangat sibuk dengan rotinya sampai tidak mendengar ucapanku. Aku hanya diam memperhatikannya sampai ia selesai dengan rotinya.

"Tidak, apa kamu sudah mengurus surat pindah sekolah?" aku menjawab pertanyaannya tadi.

"Belum." jawabnya enteng sambil melahap rotinya.

"Lho? Bukannya sebelum menikah, kamu meminta waktu seminggu untuk membereskan semua?" mendengar jawaban enteng darinya, aku menatapnya serius.

"Iya, memang." dia masih sibuk dengan rotinya dan tidak menyadari aku menatap serius kearahnya.

"Lalu apa yang kamu lakukan selama seminggu itu?" aku mulai kesal.

"Menikmati masa lajang."
Aku sudah tidak tahan mendengar jawabannya, kemarahanku benar-benar terpancing.

Aku menggebrak meja cukup kuat dan membuatnya terkejut sampai tersedak. Aku menyodorkan jus strawberry milikku.
"Tidak usah, aku juga punya." jawabnya ketus sambil meneguk jus miliknya.

"Hentikan sikap kekanak-kanakanmu Rachel Queentania Sydney! Aku daritadi sedang berbicara denganmu!" aku meluapkan kemarahanku.

Hael menatapku sinis "kamu tidak perlu sampai menyebut nama lengkapku Alexander Fransiscus, aku tidak menyukai itu. Aku tau kamu memang sedang berbicara denganku dan aku menjawabnya bukan? Lalu apa yang salah?" jawabnya dengan nada bicara menantangku.

Aku benar-benar dibuat hilang kesabaran, sepertinya aku memang harus menggunakan cara keras untuk membuatnya patuh dan tidak melawanku lagi.

"Salahnya kamu tidak menatapku! Saat orang berbicara denganmu, kamu harus menatap orang itu! Dimana etika sopan santunmu Rachel?! Aku ini suamimu, bukan temanmu!" aku hampir menjerit padanya. Untung saja hanya ada kami berdua disini. Kulihat wajah Rachel yang sebelumnya merah menahan amarah sekarang berubah menjadi sendu.

"Maaf, bukan maksudku untuk berprilaku tidak sopan padamu. Aku hanya bingung bagaimana aku harus bersikap padamu." ucapnya lirih diikuti dengan air mata yang mengalir dan membasahi pipinya.

Air matanya lagi-lagi membuatku merasa keterlaluan telah membentaknya tadi. Kemarahanku hilang entah kemana saat aku melihat wajahnya ketakutan menatapku.
Aku bangkit dari tempat dudukku dan menghampirinya, kuhapus air mata dipipinya. Ia menepis kasar tanganku, aku tau aku memang salah dan ia pantas untuk marah padaku.

He is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang