11

46 8 0
                                    

Keluarga cemara ini tengah asyik sarapan bersama. Sang kepala keluarga asyik meminum kopi hitam sembari memakan camilan pagi. Sementara sang ibu negara memakan sarapan yang ia buat bersama putra pertamanya. Putra bungsunya tidak menyukai sarapan berat di pagi hari seperti sang ayah.

Sebenarnya Ranu tidak masalah mau sarapan atau tidak, mau makan pagi apa saja selama makanan yang masih bisa diterima oleh perutnya tidak masalah. Namun jika ada jadwal kuliah pagi sampai siang ia akan sarapan di rumah daripada perutnya kelaparan nanti ditengah matkul.

"Hari ini terakhir masuk dek?" tanya sang kepala keluarga.

"Iya, yah. Besok sudah terima rapot, hehe"

"Ayah sama bunda tunggu hasilnya besok, kalau sesuai kesepakatan nanti langsung bunda sama ayah kasih."

Jake bersorak kecil, ia sangat optimistis jika dirinya akan mendapatkan juara satu nanti. Harus, harus optimistis agar bisa mendapatkan ponsel baru. Tablet yang diberikan sang kakak memang sangat bermanfaat untuk kegiatan belajarnya, namun sesuai amanah dari sang kakak ia tidak menggunakan tablet tersebut untuk bermain-main. Ponsel lamanya di bagian layar ada yang retak, bahkan tombol hidupnya sudah tidak berbentuk. Jadi selama 1 semester ini selalu mem-push dirinya untuk mendapatkan peringkat pertama.

"Nanti kakak traktir deh kalau juara pertama di kelas," tambah Ranu.

Jake semakin semangat, "Tunggu aja, Jake bakal jadi juara pertama dikelas. Jake yakin itu!"

Ranu mengangkat bahu acuh, ia melanjutkan memakan nasi goreng favoritnya.

Selesai sarapan Ranu berangkat kuliah, sendiri tentu saja. Jake nanti akan diantar oleh sang ayah dan bundanya. Itulah mengapa Ranu jarang memakai mobil sang ayah jika tidak mendesak. Ya karena dipakai bapaknya untuk nganter ayang sama anak bontotnya. Kalau Ranu masuk agak siang Jake akan nebeng dirinya, tidak mau mengganggu keromantisan kedua pasangan yang tidak lagi muda, kata Jake.

"Ranu berangkat dulu, assalamu'alaikum"

Pemuda itu menyalami ayah dan bundanya, setelah itu Jake yang menyalami dirinya. Black dikeluarkan dari garasi, menyalakan mesin tersebut kemudian keluar dari pekarangan rumah dan melajukan black hingga sampai di tujuan pertamanya. Rumah sang pacar tentu saja.

Melirik jam tangannya sekilas kemudian meminta ijin kepada satpam rumah tersebut agar membukakan gerbang untuknya. Setelah memasuki rumah megah tersebut Ranu memencet bel rumah, seseorang membuka pintu.

Mama Karina, wanita modis itu menatap heran Ranu. "Nyari siapa, dek?"

"Mau nyari Karina, apa ada emm?" bingung dirinya mau nyebut tante tapi kalau yang ada di depannya itu kakak Karina bisa malu dia.

"Tante mamanya Karina, masuk dulu yuk. Karina masih siap-siap," wajahnya tersenyum kecil.

"Iya, tante, terimakasih"

Sampai di ruang tamu ia disuruh menunggu sebentar, wanita tadi ijin pamit kebelakang sekalian akan memanggil putri bungsunya.

Tidak lama kemudian Karina berlari menghampiri Ranu yang masih duduk di sofa sembari membaca persyaratan magang di kantor om Saka. Nampaknya ia akan menerima persyaratan tersebut, lumayan mengisi waktu luang sekaligus pengalaman.

"Ranu, ayokk berangkat!" suara Karina

"Siapa itu dek?"

Suara berat itu menginterupsi Karina yang hendak menggandeng tangan Ranu. Laki-laki itu menoleh ke belakang sang kekasih, jika ditebak pasti itu ayah kekasihnya.

Belum sempat Karina menjawab, Ranu sudah mendahuluinya. "Saya pacarnya Karina, om. Nama saya Ranu," ia membungkuk sedikit, takut takut jika ayah Karina tipe orang no tuch.

"Sudah berapa lama pacaran?"

"Baru kemarin lusa, om"

Ayah Karina mengangguk, lelaki setengah abad itu menghela nafas sekali. Ia melirik sang putri bungsu dengan lembut, kemudian menatap Ranu penuh peringatan. "Jagain putri bungsu saya, awas sampai dia kenapa-napa. Kamu orang pertama yang saya cari!"

Ranu tersenyum, mengangguk kecil kemudian menggenggam tangan Karina. "Tenang saja, om. Saya sekuat tenaga akan jagain Karina, om bisa pegang janji saya"

Karina menatap Ranu, ia berbinar. Entah akankah remaja di hadapannya ini akan melaksanakan janjinya kepada sang ayah atau tidak ia tidak tahu. Yang jelas kali ini Ranu terlihat amat sangat sangat keren di mata Karina.

"Saya pegang omongan kamu"

"Ya sudah, kalian boleh pergi. Jangan sampai putri saya kenapa-napa."

Ranu mengangguk, "Tentu, saya permisi om."

"Bye bye, papa! Karina duluan sama Ranu!!" Karina menarik tangan Ranu bergegas keluar rumah, ia tidak ingin kesiangan. Jalanan pasti macet karena hari ini hari terakhir sebelum weekend.

"Tunggu sebentar, aku mau ambil helm aku dulu" Karina meninggalkan totebag miliknya di tangan Ranu tepat sebelum lelaki itu menaiki black.

Ia tersenyum kecil melihat Karina yang menggemaskan dimatanya. Memang bucin, tapi mau bagaimana kalau sudah terlanjur.

Setelah si cantik memakai helmnya, dan duduk nyaman di belakang. Black mulai keluar dari perumahan mewah tersebut. Kedua sesekali berbincang dalam perjalanan, entah membahas tentang mata kuliah hari ini atau studi kasus mengenai tetangga sebelah. Jarak rumah Karina dengan kampus tidak jauh, hanya 20 menit. Lebih dekat dibandingkan dari rumah Ranu.

Sesampainya di kampus tentu saja Ranu berhenti dulu di depan fakultas hukum. Menurunkan Karina, dan memastikan masuk ke dalam gedung dengan selamat baru ia pergi ke fakultas teknik yang bisa dibilang tidak terlalu jauh dari fakultas hukum.

"Lo baru dateng?" tanya Genon yang kebetulan juga memiliki kelas pagi.

"Nggak, masih di rumah," sinis Ranu.

Genon berdecak sebal, "Basa-basi doang, elah. Biasanya lo berangkat lebih pagi daripada gua" ujar lelaki berkulit tan.

"Mampir dulu"

"Kemana? Nganterin Jake?"

Ranu memutar bola mata malas, "Jemput ayang." Ranu menjawab singkat kemudian meninggalkan Genon yang masih leha-leha di atas motornya, ia berjalan menuju pintu masuk gedung teknik.

"Hah?!"

"TUNGGUIN WOOOIIII!!"

Genon berlari mengejar sahabatnya, namun apadaya. Ia harus masuk awal sebelum terlambat, dosennya kali ini sangat killer. Bisa-bisa tidak lolos matkul ini. Alhasil ia harus menunda rasa penasarannya hingga kelas berakhir. Poor Genon.

Sementara itu Ranu sudah berada di kelasnya. Duduk di bangku dengan tenang, walaupun tidak tenang juga. Pasalnya Hades sejak tadi mengajaknya berbicara, playboy yang satu ini terus membicarakan anak psikologi yang menjadi incarannya. Sudah menjadi tradisi atau bahkan bisa dibilang kebiasaan? Jika anak psikologi itu pasti ada cantik-cantik, pasti 99.9% itu benar.

Apalagi di Universitas ini dikenal karena banyak mahasiswanya yang emang cakep-cakep semua. Selain itu kebanyakan mahasiswa disini adalah orang yang benar-benar pintar. Ya, walaupun tidak semuanya adalah mahasiswa pintar. Masih ada beberapa mahasiswa yang masuk ke Universitas ini hanya karena suntikan dana. Tidak naif. Universitas memerlukan biaya yang besar untuk menunjang kualitas dan kuantitas Universitas ini. Belum lagi teknologi yang digunakan di Universitas ini bisa dibilang sebagai teknologi terbaru, baik di impor dari Universitas luar negeri yang bekerjasama dengan mereka maupun buatan mahasiswa mereka sendiri. Tentu saja teknologi tersebut membutuhkan perawatan yang mahal pula. Mengingat masih jarang teknologi ini digunakan pada negara berkembang seperti negara ini.

.---.

Bentala (𝐑𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang