17

29 0 0
                                    

"Kamu akhir-akhir ini baru sibuk, ya?"

Ranu menghela nafas kecil, ia melirik sang kekasih melas. Walaupun semuanya mungkin sudah jelas bagi remaja itu, namun masalahnya belum selesai. Kedua orang tuanya bahkan belum tahu jika ia menemui Kakek dari sang Ayah. Ia menunggu waktu yang tepat yang dirinya sendiri tidak tahu kapan itu.

"Maaf, maaf aku sibuk akhir-akhir ini." Sesalnya.

Karina tersenyum simpul, menggenggam erat tangan sang pujaan hati. Mencoba menyalurkan perasaannya agar Ranu tetap kuat menjalani cobaan kali ini.

"Mau peluk?"

Remaja itu mengangguk semangat namun mendadak lesu, "Mau, tapi kata Bunda enggak boleh, belum sah. Nanti saja kalau sudah sah," murung Ranu sembari menatap meja pembatas mereka.

Tidak tahan dengan wajah menggemaskan Ranu, Karina-pun tertawa tangannya masih memegang tangan Ranu. "Lucu banget pacar aku, jadi nggak tega."

"Selesai kuliah, ayo nikah! Semester besok sudah skripsi kan?"

Karina kembali tersenyum, ia mengangguk menanggapi perkataan Ranu.

"Kalau habis wisuda kita nikah, kalau aku mau ngejar karirku gimana? Enggak masalah? Kamu sudah siap buat bina rumah tangga sama aku? Sudah beneran yakin?" Bukan bermaksud menyepelekan ajakan sang kekasih, Karina mencoba untuk berfikir rasional daripada di tengah jalan mereka memilih untuk berpisah.

Ranu mendongak menatap Karina penuh keyakinan, "Pasti dong. Walaupun nanti rumah yang aku beli enggak sebesar rumah ayahmu, tapi aku bisa jamin bisa membahagiakanmu dan anak-anak kita nanti."

Rasanya Karina ingin menangis saat itu juga. Tatapan Ranu yang penuh ketegasan membuangnya terharu, tidak ada keraguan sama sekali dalam perkataan dan sorot mata laki-laki itu.

"WOIII!"

Genon datang dengan ekspresi kesal, dibelakangnya ada Giselle dan Saka yang tengah bermesraan. Untung saja suasana kafe sedang sepi, jadi tidak ada yang memaki Genon walaupun dia berteriak sembari jungkir balik. Mungkin karyawan mereka yang akan membicarakan Genon dibelakang nanti.

Tidak suka pembicaraan dirinya dengan Karina terganggu akhirnya Ranu menatap Genon tajam. Jika ini adalah dunia anime maka sorot mata Ranu dapat membelah temannya yang jomblo itu menjadi dua bagian. Namun sayangnya itu tidak mungkin terjadi karena ini bukan dunia yang seperti itu. Dan mereka hanya manusia biasa.

"Apa?! Kalian berdua bucin mulu, ampas. Enggak setia kawan kalian!" Keluh remaja berkulit tan tersebut.

Giselle, Karina dan Saka terkekeh kecil, sungguh malang nasib Genon yang masih sendiri ini. "Kasian!" Ledek Giselle yang tidak memperdulikan tatapan dari saudara kembarnya.

"Lo teriak sekali lagi, gua tendang dari sini."

Ancam Ranu membuat Genon kicep seketika, mana berani dia sama Ranu yang kalau sudah marah seremnya minta ampun.

Genon terkekeh kecil, "Hehe, ampun brader, ampun."

Akhirnya mereka memilih untuk mengobrol santai bersama mumpung sedang tidak ada pelanggan. Tidak jarang mereka membahas Reyhan yang tengah menemui sang pujaan hati. Hanya tinggal Genon saja yang mencari pujaan hati yang tak kunjung datang. Biarlah dia menikmati waktu sendiri terlebih dahulu.

----

Ranu memasuki rumah besar itu setelah menunggu pagar terbuka. Motornya masuk menyusuri halaman depan yang luasnya tidak terkira.

Eyang Cokro meminta Ranu datang. Keduanya akan membicarakan mengenai pertemuan kembali dengan Narendra. Meskipun Cokro telah lama mengarungi hidup, untuk kali ini dia merasa butuh bimbingan. Takut, cemas, bahagia, bingung, dan tidak sabar tercampur aduk menjadi satu di hati Cokro. Dia ingin segera memeluk cucu sulungnya.

Bentala (𝐑𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang