13

35 4 0
                                    

Pantai adalah tempat paling nyaman untuk menikmati keindahan alam. Ya walaupun tidak selalu harus di pantai juga, tapi kali ini adalah tempat paling nyaman untuk date kedua remaja ini. Jauh dari kebisingan kota, hanya ada deburan ombak yang terdengar. Sungguh sangat menenangkan. Aroma pantai yang khas membuat siapa saja tidak akan pernah melupakan tempat ini.

"Mau nunggu sunset sekalian?"

Karina mengangguk antusias, "Boleh, mumpung sama kamu."

"Boleh pulang malam sama papa?"

Karina menghela nafas kecil, sebenarnya dia juga tidak tahu apakah sang ayah mengijinkan pulang malam atau tidak. Ayahnya hanya berkata, "Hati-hati di jalan, jangan aneh-aneh."

"Papa enggak bilang, tapi kayaknya boleh. Maksimal keluar sampai jam 10, cukup lah nanti kalau sampai rumah." Ujarnya sembari tersenyum menatap Ranu.

Ranu mengangguk sekilas, sepertinya ia harus meminta izin terlebih dahulu kepada ayah Karina untuk pulang agak malam. Untung saja ia memiliki nomor ayah Karina, jadi lebih mudah untuk meminta izin.
Ia mengeluarkan ponsel disaat Karina memandang hamparan pasir putih, birunya air laut, serta semburat jingga mulai muncul. Dengan cepat Ranu memberitahu ayah Karina jika akan pulang malam, tidak lupa menyertakan foto sang kekasih agar orang tua Karina tidak khawatir.

Cantik. Satu kata yang bisa Ranu ungkapan sekarang, pemandangan disampingnya.

"Kenapa? Make-up ku luntur, ya?"

Ranu menggeleng. Ia semakin menyipitkan matanya melihat sang kekasih. Tatapannya begitu lembut dan dalam. Nampaknya remaja kaku ini mulai jadi cowok paling bucin saat ini.

"Terus, kenapa lihatin aku gitu? Aku cantik, ya?" Karina tersenyum sembari menangkup kedua pipi mulusnya.

Reflek remaja itu mengangguk dan terkekeh kecil, tangannya digunakan untuk mengusap surai hitam sang kekasih. "Iya, kamu cantik banget."

Merona, malu, dan tidak bisa di deskripsikan lagi ekspresi Karina saat ini. Ia ingin terbang ke angkasa, ingin teriak, namun ini sudah mulai gelap. Tidak sehat untuk jantungnya. Ia yakin sangat, jika sekarang pipinya sudah memerah bahkan detak jantungnya berdetak tidak karuan sejak tadi. Menundukkan kepala selama beberapa detik, kemudian melirik sang kekasih memastikan jika sudah tidak menatapnya dengan pandangan memuja. Namun nihil. Ranu masih menatapnya, remaja itu bahkan kembali mengusap kepalanya.

"Kenapa? Salting, ya?"

"A-apaan, sih?!"

"Padahal kenyataannya gitu, aku cuma bilang fakta yang ada."

Karina mengibaskan tangannya, "Iya, iyaaa, aku emang cantik masya Allah. Karena mas pacarku ganteng, aku harus cantik dong. Supaya enggak ada cewek yang berani ambil pacarku!" ia moneleh, menghindari tatapan Ranu.

Ranu tertawa, "Iyaa, princess. Nggak ada juga yang mau sama pacarmu, pawangnya aja galak. Lirik dikit sudah kena tatapan maut, haha."

"Oh, jadi aku galak?"

"Iya, kalau marah mirip emot marah di chat. Galak banget jadinya, mirip kitten." Ranu menyembunyikan wajah Karina di dadanya, alhasil sekarang Karina dalam pelukan Ranu. Gadis itu tidak memberontak, lagi pula pelukan Ranu sangat nyaman, hampir saja Karina tertidur jika tidak ingat ia harus melakukan ibadah.

"Bangun dulu, kitten. Kita magriban dulu, sekalian pulang keburu malam nanti dimarahin sama papa-mu."

"Iya, ini mau bangun kok," ujar Karina dengan mata setengah tertutup.

"Bangun dulu, yuk. Habis itu tidur di mobil saja."

Karina mengangguk. Kedua remaja itu mengemas barang yang mereka bawa. Setelah tidak ada barang yang tertinggal Ranu menuntun Karina untuk ke atas, melaksanakan kewajiban terlebih dahulu sebelum pergi pulang.

+++


Ranu melepaskan hoodie miliknya agar dipakai oleh Karina. Tidak ada selimut di mobil, oleh karena itu ia memberikan hoodie miliknya. Perjalanan pulang mereka sudah malam, dan sudah pasti akan terasa dingin. Untung saja Ranu tipe orang yang betah di udara dingin, jadi tidak akan masalah baginya jika hanya menggunakan kaos tanpa hoodie. Yang terpenting Karina tidak boleh masuk angin, itu kata Ranu.

"Dah, tidur aja sekarang. Nanti kalau sudah sampai rumah aku bangunin," Karina hanya bisa mengangguk.

Entah mengapa setelah memakai hoodie milik Ranu rasa kantuknya semakin menyerang. Padahal tadi sudah tidak terasa, tapi aroma parfum Ranu sangat nyaman untuk hidung Karina.

Alhasil selama perjalanan Ranu terjaga sendiri ditemani oleh musik yang diputar Karina. Tentu saja dengan volume kecil, tidak mungkin Karina tidur sementara Ranu mengencangkan volume musik. Kekasihnya pasti akan terjaga lagi. Tidak, lebih baik dia istirahat saja daripada kecapekan.

Perjalanan pulang mereka terasa sangat cepat, karena di daerah ini adalah pedesaan jadi tidak banyak kendaraan yang berlalu lalang di malam hari. Ranu semakin leluasa untuk menambah kecepatannya, bahkan mereka sudah keluar dari pedesaan dan sampai di alun-alun kota dengan waktu tempuh 1 jam lebih 2 menit. Sementara jarak tempuh di siang hari adalah 2 jam lebih 16 menit. Untung saja jalanan disini tidak berlubang, sangat aman untuk orang yang tertidur. Berfikir jika mereka belum makan lagi sejak sore tadi, Ranu memilih untuk berhenti di alun-alun kota tersebut sebentar sekedar mencari makan. Karina yang baru saja terbangun hanya mengangguk walaupun nyawanya belum terkumpul. Ranu memilih untuk memarkirkan mobilnya lebih dulu sembari menunggu Karina terbangun sepenuhnya.

"Mau nyari makan apa?" Karina menatap Ranu dengan mata sayu khas orang bangun tidur.

"Aku mau nyari soto, kalau enggak makan di angkringan aja. Kamu mau apa? Mau makan di mobil aja?"

Karina menggeleng sembari membenahi rambutnya agar lebih rapi. "Mau ikut keluar. Pengen lihat-lihat jugaa," ujarnya.

"Ya sudah, ayoo," Ranu turun dari mobil, ia hendak pergi ke pintu samping namun Karina lebih dulu keluar sebelum Ranu sempat membuka pintu.

Karina menggandeng tangan Ranu, "Dingin, nggak?" Ranu menggeleng, ia menoleh kemudian membenarkan hoodie yang digunakan sang kekasih.

"Mau nyari teh anget?"

"Boleh, tapi pengen beli es juga..."

"Kamu pesen teh anget saja, nanti es-nya aku yang minum, kalau mau minta dikit saja jangan banyak banyak. Nanti kena flue kamu," gadis itu mengangguk paham, keduanya pergi berjalan mengeksplor alun-alun di kota ini.

Ramai. Banyak remaja yang sedang kasmaran disini. Ada juga keluarga cemara yang sedang menghabiskan waktu bersama. Tidak hanya untuk orang kasmaran, jomblo-pun juga ada mereka bersama teman-temannya agar tidak terlihat menyedihkan. Tapi tidak apa, yang terpenting adalah kebersamaan.

Setelah beberapa menit berkeliling, akhirnya mereka menjatuhkan pilihan mereka untuk makan di warung lamongan. Supaya kenyang kalau kata Ranu. Tidak hanya itu, Ranu juga memesan satu mangkok bakso. Ia akan membagi sedikit baksonya kepada Karina, ingat hanya sedikit karena kemungkinan Karina sudah kenyang dengan seporsi pecel lele. Ranu? Mana kenyang, oleh sebab itu dia membeli bakso.

+++

Bentala (𝐑𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang