MEMBURUK

39 21 2
                                    

Halo sobat!

Jangan lupa ramein setiap paragraf nya yaa!!

Promosiin juga ceritanya!! Follow juga akun media sosial yang tertera di wall yaah

• 

Untuk sekarang nikmati saja prosesnya, nikmati juga lukanya. Karena tuhan telah mengatur peranmu di cerita ini, dan untuk saat ini bertahanlah jadi pemeran figuran. 

--- 

Pinggang Sira dibenturkan untuk yang kesekian kalinya dengan kepalan tangannya, entah berapa kali bogeman intinya tangannya sudah kebas sekarang. 

Padahal sudah dua hari ia tak masuk kerja, berbagai cara telah Ia coba, tapi kenapa rasa sakitnya gak mau hilang? Apakah semesta belum puas hingga harus menyiksa-nya, padahal saat ini dirinya sedang berjuang untuk mempertahankan kemenangannya. 

Wajah yang pucat, dan bibir yang terus menerus digigit untuk menyalurkan rasa sakit. Pandangan perempuan itu mulai berkunang-kunang, semuanya semakin terlihat samar dan gelap, sebentar lagi ia akan tak sadarkan diri, kedua matanya perlahan mulai tertutup. 

Kesadarannya mulai kembali ketika dia mendengar sayup-sayup suara teriakan Mita yang histeris, dan merasakan tubuhnya di guncang-guncang di atas benda yang kini sedang bergerak. Namun tetap saja matanya terlalu berat untuk terbuka sepenuhnya. 

Setelah terpejam cukup lama, akhirnya mata Sira perlahan mulai terbuka, kesadarannya kembali sepenuhnya. Bau khas obat-obatan tercium menyengat di hidungnya. Perempuan itu mengerjapkan matanya dan menarik napas pelan, hari ini dirinya kembali ke rumah sakit. 

Anwan menunduk mendekatkan dirinya dengan Sira yang terbaring di atas brankar, tangan kanannya melambai-lambai tepat di depan wajah Sira. 

"Mbak Sira udah sadar?" 

Sira hanya bisa mengangguk dan tersenyum sambil melihat dokter di hadapannya itu. Setelah selesai mengecek keadaan Sira, Anwan duduk di kursi sebelah ranjang pasien. 

Perempuan itu dengan perlahan menegakkan tubuhnya untuk bersandar, namun segera dicegah oleh Anwan. 

"Kenapa harus nunggu dulu? Kenapa nggak dari kemarin-kemarin kesini?" 

Sira terdiam sesaat sebelum menjawab pertanyaan Anwan. "Saya takut dok, saya belum siap mendengar keadaan saya yang sekarang, saya takut kekhawatiran saya terjadi." 

"Tapi mbak Sira juga harus memikirkan orang-orang di sekitar mbak, Mita dari tadi terus menerus menangis. Dan Asha benar gak akan dikasih tahu?" 

Sira tersenyum kecil sambil menggeleng. "Gak usah dok. Dia hanya boleh tahu saya dalam keadaan sehat." 

Anwan menghela napas kecil. "Tunggu sebentar lagi, saat ini mbak Sira berada di urutan pertama dari daftar donor, pasti gak akan lama lagi." Anwan meyakinkannya. 

Seseorang yang masuk ke dalam ruangan membuat mereka berdua mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Di sana Mita berdiri dengan mata yang sembab sambil menjinjing tasnya. 

Mita tak berucap, ia hanya masuk sambil setengah berlari menuju ke arah Sira yang masih terbaring dan segera memeluknya.

"Raa, lo kok gini sih. Lo kok gak bilang kalau sakit lo terasa makin parah." Mita terisak dalam pelukannya. Sira hanya menepuk-nepuk kecil punggung Mita sambil tersenyum kecil. 

Mita melepaskan pelukannya. "Lo cuma nyari kegiatan lain buat ngalihin rasa sakit yang kian parah, Raa." Tangis Mita semakin menjadi. 

"Mita, udah. Gue gak maksud apa-apa. Sekarang udah gapapa kok." Ucapnya menenangkan Mita. 

ABU-ABU [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang