HARAPAN

97 65 50
                                    

Hai sobat... HAPPY READING..

Berharap semuanya baik-baik saja adalah sebuah kemustahilan yang selalu di semogakan

---

Orang-orang bergerak berlalu lalang meninggalkan jejak yang dibuat tanpa ragu, entah dengan kesadaran atau tidak yang pasti mereka telah meninggalkan masa yang indah menuju masa cobaan, yaa yang beruntung sih sebaliknya.

Asha yang baru saja selesai memeriksa para pasien yang berada di ruang rawat inap, tanpa sadar memperhatikan setiap langkah yang ia jumpai, menembus setiap jejak yang tercetak, sampai tiba di sebuah persimpangan ia melihat Anwan yang sedang tertunduk dengan tangan kanan yang memijat pelipisnya.

"Kenapa?" Tanya Asha. Yang dipanggil reflek mengangkat kepalanya dengan raut wajah yang sedikit terkejut.

"Woi gue nanya." Tanya Asha lagi. Namun Anwan tetap tak bergeming, ia teringat apa yang dikatakan Sira padanya.

Flashback-on

Terlihat dua orang yang sedang berlari menuju ke arah nya, ada rasa senang dan khawatir yang menghiasi raut wajah mereka.

"Mbak Sira, bagaimana? Apa yang dirasakan sekarang?" Tanya Anwan.

"Udah mendingan dok, gak sesakit tadi." Jawab Sira.

"Syukurlah. Tapi tetap harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut ya." Tegas Anwan. Sira hanya mengangguk dengan senyuman, dan memalingkan pandangan pada satu orang lagi, orang yang selalu cerewet pada dirinya.

"Gue gak bisa ngomong apa-apa lagi, lo tega gak jujur sama gue? Raaa." Omel Mita.

"Gue mau cerita kok ,Taa cuma nunggu waktu aja." Balasanya.

"Lo sengaja gini dulu buat ngasih tau gue?" Mita belum bisa meredam emosinya, gapapa emosinya bukan benci, ini semata-mata bentuk kekhawatiran yang nyata.

"Gak gitu, Taa. Ish lo mah." Umumnya perempuan, jika suatu opini yang tidak selaras dengannya, maka ia akan berbalik untuk sama-sama merajuk, membuat orang sekitar yang melihatnya merasa lucu terhadap tingkah mereka.

Saat pandangan Anwan masih terfokus pada mereka berdua, Sira tiba-tiba menghadapkan wajahnya ke arah Anwan.

"Dokter Anwan udah tahu ya?" Tanya Sira dengan senyum yang terlihat dipaksakan.

"Jadi yang waktu itu juga bukan karena kecapekan?" Tanya Anwan balik.

"Ehee, iya dok." Jawab Sira.

Anwan sedikit menghembuskan nafas nya "Kenapa gak bilang? Karena kita baru kenal?"

"Nggak dok, saya cuma mau sakit saya cuma diketahui sama Mita teman saya ini." Sambil memegang tangan Mita. "Dan Prof. Yanto, karena saya yakin ini bukan sakit yang serius dan saya akan segera sembuh." Dari perkataan Sira terdapat nada yang optimis dengan ditekan dengan keraguan.

"Oke, saya paham. Dan sekarang, karena prof. Yanto sedang berada di luar kota, maka penanganan mbak Sira, akan di handle oleh saya, tanpa penolakan." Ucap Anwan. Sira menyetujui tanpa perlawanan, karena memang mau bagaimana lagi, ia tak bisa seenaknya saja main menolak. Namun, saat Anwan akan melangkah pergi, ia dipanggil oleh Sira.

"Dokter Anwan." Panggilnya. Orang yang dipanggil otomatis membalikkan badannya kembali.

"Jangan cerita ke Dokter Asha ya? Ya emang sih ini benar-benar gak ada hubungannya, dan dokter Asha juga pasti kurang peduli, tapi saya gak mau terlalu banyak lagi orang yang tahu kalo saya sakit, saya gak mau lagi banyak orang yang tahu kalo saya sedang lemah. Dokter tahu kan, orang lemah selalu dimanfaatkan dan penuh dengan belas kasihan? saya gak mau dok, itu bukan saya, hehe." Tutur Sira. Anwan yang mengerti pun meng-iya kan.

ABU-ABU [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang