Bagian 3 Awal Permusuhan

245 6 0
                                    

Tok,tok,tok

Naira kaget seseorang mengetuk pintu kaca mobilnya dari luar.

Oh,anak sok pintar itu rupanya.

"Ada apa?" tanya Naira ketus.

Ia membuka kaca jendela mobilnya.

Sekarang ia baru berani ketus pada Jaka.

"Ibu tidur di dalam.Biar saya tidur di ruang tamu" kata Jaka dengan nada ketus juga tak mau kalah.

Naira terdiam.Kesambet apa nih bocah?

"Saya gak akan mengulang tawaran saya dua kali" kata Jaka sambil bertolak pinggang dan ogah-ogahan menatap Naira.

"Baik,baik.Saya terima tawaran kamu anak muda.Terima kasih atas layanannya"

Naira lalu membangunkan Josi dan beranjak dari mobilnya.

Jaka memperhatikan langkah Naira hingga masuk ke kamarnya.

"Jadi ini kamar eksklusif sarjana pertanian yang sok pintar itu.Lumayan" gerutu Naira sambil melihat-lihat sekeliling kamar Jaka.

"Tapi rasa-rasanya aku seperti tidak asing dengan ruangan ini" ucap Naira.

Ia mengingat-ingat kembali kejadian tiga tahun silam ketika pertama kali datang ke kampung itu.

"Oh Ya ampun.Dulu aku juga tidur di kamar ini dan dipinjemin kaos sama istri pak Karya.Jangan-jangan itu kaos punya bocah itu" kata Naira bergidik sambil membayangkan kejadian waktu itu.

"Kenapa,Bu? Kok ibu belum tidur?" tanya Josi yang sudah tidur duluan tiba-tiba terbangun karena suara Naira.

"Udah sana tidur lagi.Besok kamu butuh tenaga ekstra untuk menghadapi para petani itu."

Naira kembali bergidik mengingat kaos itu.

Sudah berusaha memejamkan mata namun mata Naira tak mau terlelap juga.Ia kepikiran dengan nasib usahanya.Bagaimana jika para petani itu tak bisa dibujuk besok.

Satu-satunya cara adalah dengan menggunakan cara licik yaitu menggunakan rahasia pak Karya untuk menekan Jaka.

Naira pun keluar dari kamar Jaka.Ia melihat Jaka juga belum tidur.

Naira menghampiri Jaka yang sedang berdiri di teras rumah memandang ladang singkong milik bapaknya.

"Ehem,belum tidur?" tanya Naira basa-basi.

Mendengar suara Naira mendadak Jaka jadi badmood.

"Ide budi daya lobster dan udang itu tidaklah buruk.Ide bagus malah.Hanya saja menurutku singkong lebih menggiurkan" celoteh Naira.

Jaka tak menggubris kata-kata Naira.Ia malah melempar pandangan ke arah lain.

"Coba saja pikirkan,singkong tidak butuh modal besar,pengelolaannya juga mudah dan cepat panen.Sedangkan lobster,kita tahulah ya kalo lobster itu bukan barang murah....

"Ibu Naira yang terhormat,silakan ibu bicara apa saja sesuka Ibu tapi rencana kami sudah bulat.Kami menginginkan kemajuan bukannya eksploitasi seperti yang Ibu lakukan selama ini" sela Jaka.

Naira terkejut mendengar tuduhan Jaka yang ternyata ada sedikit benarnya.

"Eksplotasi katamu anak muda? Bagian mana yang saya eksploitasi?"

"Ibu membeli singkong kami dengan harga lebih murah dari harga pasar" tuduh Jaka.

Naira menggeleng tanda menolak tuduhan Jaka.

"Ya,itu benar.Selama tiga tahun saya menyelidiki bisnis kalian."

"Harga singkong memang segitu-gitu aja,kan? Masa iya mau disamakan dengan harga kentang atau padi" elak Naira.

"Percuma Ibu mengelak, saya sudah memiliki banyak bukti.Perlu Ibu ketahui bahwa sejak enam bulan lalu saya sudah giat melakukan penyuluhan dan pelatihan budi daya lobster di kampung ini.Saran saya segera cari pemasok lain sebelum persediaan bahan baku industri habis sama sekali dan bisnis Ibu Naira gulung tikar" saran Jaka.

"Kurang ajar ini bocah.Makin lama makin ngeselin.Tidak boleh ada ampun buat bocah satu ini" maki Naira dalam hati.

Naira tak mau berdebat lebih lama dengan Jaka.Anak itu sangat idealis dan keras kepala.Jangan sampai Naira adu mulut dengan anak muda di kampung orang.

Ruang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang