Hai hai hai... Gimana gimana?
Pasti udah pada lupa ya sama ceritanya?
Sama, saya juga hehe....Tapi, makasih banget buat beberapa dari kalian yang nge DM aku lewat ig & FB beberapa hari ini cuma buat nanyain cerita ini kapan update.
Salam sayang buat kalian😘
Segini aja ya pembukaannya.....
Happy reading!
*****
"Masih pusing sayang?" tanya Tama Pada Bella yang baru bangun dari tidurnya. Gadis itu tadi sempat mengeluh pusing pada dokter Riana selama proses HD berlangsung. Sehingga dokter Riana menyuruhnya untuk tidur sampai proses HD selesai.
"Bella udah enakan pa,"
Tama menghela nafas panjangnya. Anak gadisnya ini kian hari semakin terlihat buruk, dan Tama tidak akan tega melihat Bella seperti ini terus menerus.
"Bel, sejauh ini apa kamu pernah mempertimbangkan tawaran papa untuk transplantasi ginjal? Papa sudah mendapat donor, bahkan dokter James sudah menghubungi papa dan bertanya tentang kesiapan kamu." kata Tama pada bella yang mampu membuat ekspresi Bella langsung berubah. Gadis itu kemudian mengambil posisi duduk dengan punggung bersandar pada kepala brankar yang ia duduki.
"Apa transplantasi bakal bikin Bella sembuh seutuhnya? Atau malah lebih cepat mengantar Bella pulang?" Tanya Bella sendu, cewek itu menatap Tama yang juga sedang menatap dirinya.
"Papa cuma mau yang terbaik buat kamu, sayang. Papa cuma mau kamu sembuh dan terus ada disamping papa. Papa cuma mau kamu lebih lama disekitar papa." Kata Tama dengan mata yang tiba-tiba berair. Tama yang sadar langsung mengusapnya dan berganti menjadi senyuman lebar. "Maaf, Bel. Papa emang akhir akhir ini cengeng banget kalau menyangkut kamu."
Bella dapat memahami, Bella tersenyum kecil. Tangannya meraih tangan Tama yang sudah tidak sekencang dan sekekar dulu. "Apa yang papa takutin? Bella nggak akan kemana mana kok pa,"
"Nak. Papa nggak takut. Papa cuma selalu kebayang bayang. Gimana kalo akhirnya anak yang selama ini papa rawat, papa ajari cara berjalan, papa ajari berbicara, papa kenalkan pada dunia tiba tiba pergi meninggalkan papa. Jujur, papa nggak siap menerima kehilangan kedua. Cukup bunda saja, Nak. Papa benar-benar nggak sanggup kalo harus kamu yang pergi."
"Pa. Aku nggak akan kemana mana,"
"Kita berobat ke Singapur ya, Bel? Turuti papa ya nak? Kita pergi buat kesembuhan kamu. Papa nglakuin ini buat kamu, apa kamu nggak mau nurutin ini buat papa?" Tanya Tama pada Bella.
Bella menatap Tama dengan tangisan yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Gadis itu merentangkan tangan, meminta untuk dipeluk. Tama yang paham langsung menarik gadis itu kedalam dekapannya. Sebesar apapun Bella, dia tetap menjadi seorang anak kecil di mata Tama.
"Pa,"
"Iya, Nak."
"Bella mau pergi ke Singapur. Tapi dengan satu syarat," kata Bella. Tama tersenyum lebar, menyambut jawaban anaknya dengan bahagia.
"Apapun akan papa kabulkan, Nak. Apapun."
"Kasih waktu aku seminggu buat bareng sama kak Vanno. Aku sayang banget sama dia pa. Biarin aku habisin seminggu ini bareng dia ya pa?"
Bella tersenyum kecil sambil menarik nafas panjangnya lalu menghembuskannya perlahan."Bella cuma mau ungkapin semuanya. Tentang rasa sayang Bella. Rasa cinta Bella. Dan besarnya rasa takut Bella kehilangan dia."
"Boleh ya pa?"
*****
Vanno memandang malas hp barunya. Dia tidak punya nomor siapapun sekarang. Yang ia hafal cuma nomor mamanya dan nomor Sabian, sedangkan cowok itu kulkas sekali. Beberapa menit yang lalu vanno mengiriminya pesan, namun tidak ada balasan sampai detik ini, padahal tadi vanno sudah memperkenalkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELVANNO (End✓)
Teen Fiction"Kenapa kemarin gue harus ketemu Lo!" tanya Vanno dengan galak kepada gadis di depannya. "Ya mana gue tau," jawab gadis itu bodo amat. "Tanggung jawab. GUE GAK MAU JADI SUAMI LO!" "Lah, gue juga gak mau jadi istri om-om kayak anda," balas gadis itu...