Vanno memandang Bertha dari atas sampai bawah. Hari ini Vanno kembali menjemput Bertha untuk pergi ke kampus bersama. Biasanya, pemandangan Bertha yang memakai baju oversize adalah hal yang paling ia suka. Namun, entah mengapa penampilan Bertha kini terlihat biasa saja. Bahkan tidak bisa membuat Vanno menarik senyumnya.
Gue kenapa?
"Hey! Lihat deh. Aku pakek baju yang waktu itu kamu beliin. Bagus kan?" Tanya Bertha sambil memutarkan badannya di depan Vanno yang masih terdiam tanpa suara.
"Kenapa gue nggak bisa bangga lagi memiliki lo, Ber? Kenapa gue nggak ngerasain apa apa sekarang?"
"Van?" Panggil Bertha ketika Vanno tak kunjung merespon pertanyaannya.
"Ayo berangkat!"ajak vanno.bertha memandang Vanno dengan raut wajah bingung. Pandangan Bertha turun kearah tangan kanannya yang bebas. Biasanya Vanno akan menggenggamnya dan menariknya dengan lembut menuju mobil. Tapi kali ini cowok itu menuju mobil tanpa menggenggam tangannya lagi.
"Van. Kamu nggak suka baju yang aku pakek ya?"tanya Bertha ketika ia menyadari ada perubahan yang terjadi pada cowok itu akhir akhir ini.
"Aku nggak pernah protes sama apapun yang kamu pakek, Ber. Karena apapun yang ada di tubuh kamu selalu kelihatan cantik."puji Vanno.
"Kamu kenapa akhir akhir ini jadi pendiem dan kaku banget sama aku. Aku udah jelek Dimata kamu ya?"tanya Bertha dengan memanyunkan bibirnya.
"Aku lagi banyak masalah, Ber. Udah ya? Ayo berangkat, nanti telat."putus Vanno. Ia tidak mau memperpanjang perdebatan dengan Bertha yang sepertinya sudah mulai curiga dengan sikapnya. Vanno juga tidak mengerti mengapa suasana hatinya selalu buruk semenjak Bella pergi. Dan semenjak itu pula—atau memang tanpa Vanno sadari, bahwa sejak lama Bertha sudah tidak lagi menjadi alasannya untuk bahagia.
Sadarkah Vanno bahwa ia baru saja melukai perasaan Bertha dengan perubahannya?
Sadarkah bahwa dengan sikapnya selama ini telah melukai dua wanita?
Apakah Vanno tidak pernah menyadari bahwa ternyata ia terlalu brengsek selama ini memperlakukan keduanya?
*****
"Van, tunggu!"Sabian berlari mengejar Vanno yang masih saja mempercepat jalanya tanpa memperdulikan panggilannya yang meminta cowok itu untuk berhenti sebentar.
"Van!"
Sabian berhasil menarik jaket yang dipakai Vanno sehingga membuat cowok itu menghentikan langkahnya. Vanno melepas cekalan tangan Sabian pada jaketnya dengan kasar. Matanya masih menyiratkan permusuhan. Namun bukan Sabian namanya jika menyerah begitu saja.
"Gue mau jelasin sama Lo."
"Nggak usah!"
"Gue nggak mau Lo nyesel. Lo harus tau ini supaya Lo nggak terlalu jauh berhubungan sama orang yang salah."Sabian terus memaksa Vanno agar mengerti apa maunya. Namun Vanno seakan tidak peduli dan menganggap setiap perkataan Sabian hanyalah omong kosong belaka.
"Gue nggak ada waktu. Nyesel nggak nyesel itu urusan gue."
Vanno berbalik lalu melanjutkan langkahnya. Namun, perkataan Sabian selanjutnya berhasil membuatnya berhenti. "Van, ini tentang Bella. Tentang semua hal dalam dirinya yang Lo nggak tau!"
Vanno semakin merasa emosi apabila Sabian menyebut nama istrinya. Vanno berbalik lagi. Ia mendekati Sabian dan menarik kasar kerah kemeja yang dipakai Sabian hingga cowok itu berhasil menabrak tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELVANNO (End✓)
Teen Fiction"Kenapa kemarin gue harus ketemu Lo!" tanya Vanno dengan galak kepada gadis di depannya. "Ya mana gue tau," jawab gadis itu bodo amat. "Tanggung jawab. GUE GAK MAU JADI SUAMI LO!" "Lah, gue juga gak mau jadi istri om-om kayak anda," balas gadis itu...